Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Agus Yudhoyono Meramaikan Bursa Pilkada DKI, Seberapa Peluangnya?

30 Agustus 2016   17:21 Diperbarui: 31 Agustus 2016   04:06 1964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Petinggi Demokrat mengatakan bahwa MTP yang akan memutuskan siapa yang akan didukung dan diusung untuk pilkada DKI. Namun mereka juga telah memantau siapa-siapa yang akan dijadikan kandidat. Salah satu yang baru dan belum pernah disebut yaitu Agus Yudoyono, putra sulung presiden ke enam. Selain itu ada Buwas atau Yusril, termasuk Ahok dan Sandiaga juga ada dalam pengamatan mereka.

Tentu tidak ada yang salah untuk mendukung siapa dan jadi apa. namun tentu ada kalukulasi yang besar dan cermat, apalagi Pak Beye sangat  hati-hati dan mendasarkan survey. Kursi mereka yang hanya lima tentu tidak bisa berbuat banyak. Apa yang bisa mereka buat?

Pertama mengusung Agus dengan Yusril. Siapa partai yang mau mereka ajak untuk menggotong mereka berdua? PAN mungkin bisa berkaitan dengan kedekatan emosional dan ketum lama yang besan. Toh masih jauh dan kelihatannya susah, kalau dengan dua nama ini. Partai yang cukup besar ada pada KPS, masih bersama Gerindra yang akan membawa Risma dan Uno. P3 masih mungkin dengan meyakinkan PKB namun susah juga, jika Yusril yang dibawa.

Kedua, bersama kelompok kekeluargaan dengan mengggotong Sandiaga Uno. Ini menjadi sangat berat dengan kedua-duanya sangat hijau dalam dunia politik dan birokrasi. Bukan hendak meremehkan mereka berdua, namun lihat saja bagaimana Ahok “dihajar” seperti itu baik di dewan dan di pemerintahan. Obyektif, bahwa Ahok diserang karena kesulitan di dewan dan birokrasi, bukan soal kebiasaan Ahok.

Relatif susah bagi Demokrat mau menggotong sang putra sulung untuk berkiprah untuk kali ini. selain itu, sayang jika  Agus yang masih terlalu muda itu harus meninggalkan karir milternya. Tentu jauh lebih menjanjikan di dunia militer dan jenjang jenderal itu bukan mustahil akan bisa dicapai. Kolonel saja belum, masih terlalu muda dan hijau untuk sekelah gubernur. Bang Yos yang bintang tiga saja tidak memberikan kemajuan yang signifikan.

Era Orba bisa juga dipakai sebenarnya bahwa jenderal bintang dua itu kelas gubernur, kalau perwira menengah itu bupati-walikota. Artinya kemampuan, pengalaman, dan senioritas itu bisa mengimbangi kolega dan rekan kerjanya.

Agus jika memang mau belajar masuk politik dan eksekutif, beda dengan sang adik, bisa dimulai di Pacitan atau Medan asal istrinya, atau Purwarejo asal eyangnya. Dengan demikian sudah mengelola dengan baik di level yang kecil dulu. Itupun sangat baik jika bersama mentor yang baik dan berkualitas. Bukan soal meremehkan, atau memangnya muda tidak bisa, bukan, namun pengalaman itu penting.

Masuk langsung sekelas Jakarta terlalu beresiko. Kekalahan itu bekal, namun tentu bila berhitung bahwa persaingan tidak imbang tentu lebih baik tidak. Waktu sudah mepet, sosialisasi sama sekali belum ada. Parner juga belum ada.

Melihat model Pak Beye, sangat kecil kemungkinan memajukan puteranya untuk maju pertempuran dengan modal cekak seperti ini. Pak Beye tidak akan rela mengajukan puteranya untuk maju untuk kalah. Pasangannya pun tentu Pak Beye tidak akan dengan rela begitu saja bila dimentori Yusril. Beliau tahu dengan baik bagaimana Yusril sikap dan modelnya. Apa mau puteranya hanya jadi ban serep saja.

Jika dengan Uno, dua maaf anak bawang ini bukan tidak mungkin akan jadi bulan-bulanan dewan. Dewan yang sudah puasa sekian lama seperti buaya yang lepas dari kandangnya dan menemukan dua santapan yang masih lugu dan segar. Pengalaman itu sangat menentukan. Sama sekali bukan meremehkan, namun bukan hal yang mudah, apalagi sekali lagi ini jakarta. Apa Pak Beye mau puteranya hanya jadi bulan-bulanan? Ingat bagaimana reaksi Bu Ani kalau sang putera tersentuh? Apalagi ini sorot media dan semua akan ke sana. Kecil sekali peluangnya.

Demorat dan Pak dan Bu Beye akan sangat nyama jika Agus dimentori orang yang sudah mereka tahu dengan baik, seperti om-nya sendiri, mantan KSAD, Edi Wibowo, namun sama sekali juga sepi dari Jakarta, padahal dulu pilpres pun berani. Mengapa tidak mengusung saja ini. Nara pun bisa dipercaya namun susah karena elektabilitas yang tidak menjanjikan juga tidak punya bekal kursi.

Risma, sangat kecil kemungkinan Demokrat mengusung Risma, meskipun kolega mereka teriak sangat kencang, mereka sangat diam. Tahu dengan baik tentunya mengapa dan ada apa. Ada aroma PDI-P di sana.

Nyantrik,itu belajar dan sekolah yang terbaik. Hal ini bisa dilakukan sejak sekarang dengan memilih di mana kemungkinan besar bisa menang dan belajar. Mentor yang terbaik dan tepercaya menjadi penting. Pengalaman itu perlu ditimba dan tidak ada sekolah formal yang akan menyediakannya. Jangan sampai emosional dorongan kader malah membuat berantakan masa depan yang masih panjang bagi trah Yudoyono.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun