Kemarin saya menuliskan soal komentar Pak Amien Rais yang menyatakan soal salah satu gubernur bla... bla... saya beri tambahan atu kata, menjadi ramai, ada pula artikel yang meskipun tidak ditautkan dengan artikel tersebut, jelas hendak menyatakan artikel saya berlebihan. Namun bukan itu semua yang ingin saya tuliskan, karena dengan tulisan tersebut kami sudah berdiskusi dan tidak masalah. berbeda tidak perlu saling hujat.
Menarik adalah tidak lama dari pidato itu, ada salah satu kader PAN yang dinyatakan tersangka oleh KPK. Hal ini pun telah hiruk pikuk kemarin dikisahkan dengan berbagai sudut pandang oleh rekan-rekan lain dengan baik.
Saya sepakat dengan ide rekan-rekan bahwa Pak Amien Rais adalah tokoh reformasi, siapa yang menyangkalnya, sama sekali tidak. Soal belau pemimpin yang berani melawan pemerintahan masa lalu jelas iya, pokok tanya saya adalah, apa komentar tentang kasus ini.
Nur Alam. Menjadi hangat dan menarik adalah, laporaan PPATK yang menengarai sejak lama kalau tidak salah 2009, telah ada aliran dana yang tidak wajar. Artinya, bolehlah dikatakan 2010, hingga 2015, artinya lima tahun penuh tanpa ada “tindakan”. Apa yang sudah diperoleh sebagai pejabat? Bagaimana kerugian pertambangan yang “diizinkan” untuk mengeruk itu? Jelas tidak mungkin jika mereka mernyuap X rupiah mereka tentu akan mengambil dua atau tiga atau bahkan lebih kali X tersebut. Artinya bahwa tambang itu jelas sudah tidak akan memberikan kontribusi bagi negara atau rakyat.
Kejagung “mengesampingkan” kasus ini dan menunggu adannya alat bukti. Tidak menghentikan kasus ini sebagai tidak ada permasalahan. Jika demikian, betapa sulitnya mencari dua alat bukti, sedang PPATK sudah juga memberikan pelaporan, tinggal satu mosok tidak bisa, ada apa? Apakah tidak bisa dipertanyakan mengapa bisa demikian?
Di media televisi kemarin, tampak di dinding gubernuran diberi banner pencanangan 2014 sebagai tahun WTP dari BPK. Lha kalau tersangka seperti ini, kemudian PPATK menyatakan adanya dugaan aliran ke rekening yang tidak wajar, apa artinya? Apa komentar Pak Amien, siapa bandit kalau begini Pak? Siapa lebih bengis, senyum-senyum, mengatakan baik-baik saja, nyatanya sedang berpesta?
Pelaporan PPATK, laporan kekayaan penyelenggara negara, selama ini seolah angin lalu, Pak Amien tentu juga dengar kan, waktu polisi dikatakan banyak yang gendut, tentu gendut dalam arti kiasan ataupun betulan? Kog gak dikatakan bengis dan seperti bandit Pak? Ingat Pak ini bukan soal bela Ahok pasti benar bukan,sebagai tokoh reformasi, yang memberikan angin segar, tentunya panjenengan malu dan geram melihat pesta pora seperti ini. Tentu panjenengan tidak menghendaki reformasi ternyata menghasilkan maling-maling berduit bukan? Apa bedanya dengan yang panjenengan kritik keras dulu soal Pak Harto yang korup?
Pak Amien nada keras, tegas, dan lantang itu dulu banyak dikagumi lho Pak, hingga kini pun sama. Masih banyak yang kagum, meskipun suka atau tidak, tetap banyak yang kecewa. Soal korupsi ini, bukan main marak dan edan-edanan post reformasi, dan panjenengan tidak bersuara selantang ketika menyentil Pak Jokowi dan Pak Ahok.
Pak Amien kog tidak dengar panjenengan mengatakan Pak Nur Alam, Anda itu koruptor yang memalukan saya sebagai deklarator reformasi. Kamu bisa seperti sekarang karena saya berjuang mati-matian, eh malah melempar kotoran ke muka saya. Itu pantas panjenengan ungkapkan Pak. Apakah panjenengan cuma geram pada orang-orang yang bekerja relatif lebih baik. Relatif lho Pak tidak perlu sensi dan mengatakan memuja seperti nabi, tidak, mereka juga penuh kekurangan kog.
Atau ayo duduk kura-kura hijau yang dipenuhi sampah korup dan pemalas di dewan sana. Jika panjenengan begitu pasti akan banyak yang mau, yang meskipun tentu tidak akan semeriah ’98. Paling tidak suara kenabian dari seorang tokoh yang bernama Amien Rais itu penting. Nabi itu biasanya berteriak-teriak menyuarakan kebenaran dan memberikan masukan bagi kejahatan yang sedang merajalela, bukan malah sebaliknya.
Pak Amin banyak yang kageum panjenengan sekarang ini mulai matang, dan mereka banyak yang kecewa lho, inilah titik balik untuk panjenengan kembali menjadi negarawan. Boleh dikatakan oleh pengagum atau panjenengan sebagai tidak lagi perlu itu semua, bagi saya perlu dan penting lho Pak, di masa sepuh perlu diwarnai dengan kemenangan mengatasi luka diri yang demikian akut tersebut. Masih ada waktu untuk memberikan kembali jiwa Amien Rais yang dulu begitu dinanti-nantikan oleh mahasiswa. Mosok panjenengan rela dikata-katakan soal jalan kaki, atau soal Sengkuni, tentu sayang sekali bukan? Kapasistas panjenengan lebih dari itu.