Menteri yang baru saja dilantik, telah mendapat serangan luar biasa dengan adanya kopian paspor Amerika. Mengapa ESDM lagi? Kita tentu ingat periode lalu menteri dan partnernya di dewan bersama-sama masuk bui KPK. Tidak akan berlebihan jika kita curiga bahwa di sana ada lumbung bagi banyak pihak dan lembaga.
Ada Apa Kementerian ESDM?
Hari ini kita dihebohkan dengan khabar soal menteri Arcandra yang dobel warga negara. Menjadi tanya adalah mengapa selalu saja ada gangguan di kementerian yang satu ini. presiden melantik Sudirman S dulu, juga mendapatkan isu soal selundupan PKS. Kader PKS yang dicoba untuk masuk kabinet. Isu hilang, dihebohkan dengan kasus papa minta saham. Di sini posisi menteri yang menjadi pelapor, pihak yang berpotensi dirugikan, malah diperlakukan oleh kepanjangan tangan parpol seperti maling ayam, untung tidak diarak telanjang keliling kampung.
Dari sana tidak berlebihan kalau dikatakan kelihatan kepentingan parpol sangat kuat. Perselisihan soal Blok Masela dengan kolega menteri bahkan menko. Meskipun perseteruan yang terjadi tidak mempertontonkan parpol, namun faksi itu jelas terasa.
Fakta yang tak terbantahkan pada rezim lalu, ketika menteri ESDM dan pengawasnya di dewan, sama-sama masuk bui KPK. Susah memisahkan kasus maling ini dengan parpol. Hanya saja memang tidak beranjak dari mereka berdua. Tentu tidak aneh karena keduanya dari parpol yang sama. “Pembicaraan” menjadi lebih mudah termasuk di dalamnya untuk “main-main” termasuk dalam RAPBN, soal pengelolaan minyak, bahkan semua impor dengan Petralnya, tidak pernah mengeksplorasi dengan kalimat sakti lebih murah impor daripada ngebor sendiri.
Kali ini, ada anak bangsa yang dipercaya Amerika Serikat sebagai negara Adi Daya, mau-maunya bangun negerii sendiri, eh malah mau dimentahkan dengan asumsi, (kog belum terdengar agen Amerika yang disusupkan?) kewarganegaraan ganda.
Bisa dibandingkan dengan maaf menteri olah raga, bagaimana kisruh PSSI, prestasi yang tidak beranjak, perkelahian pemuda di mana-mana, narkoba di kalangan muda (ingat menteri pemuda dan olah raga, lho jangan lupa, pemudanya), sama sekali belum tampak hasilnya, malah kalau boleh disebut membebani pemerintahan. Mengapa sama sekali dewan, parpol (selain PKB tentunya), juga elit negeri ini diam saja? Paling yang teriak, heboh, dan menuntut orang olah raga dan itu pun nyaris tak terdengar. Kemenpora tidak sendirian, masih banyak yang relatif sama.
Tanya itu terjawab secara tidak langsung ketika mengapa fokus pada menteri ESDM, BUMN, dan bukan kementerian lain. Uang dan materi yang berlimpah di kedua kementerian itu. Selama dipegang orang parpol tidak berkembang karena menjadi lintah penghisap darah, bagaimana pertamina sudah ditinggalkan petronas yang awalnya diajari, namun semua diam saja, karena mereka berpesta.
Kritik bukan untuk pejabat yang tidak bekerja, malah kepada yang bekerja, ingat bagaimana menteri Susi diganggu baik oleh eksekutif apalagi legeslatif, apa artinya? Terganggu kepentingannya. Ini sama mengapa kementrian yang tidak ada hasil malah didiamkan? Karena seide dan sejalan dalam mengeruk kekayaan negeri untuk kelompoknya.
Hal yang identik dengan pemerintah daerah yang baik biasanya digoda dengan berbagai-bagai ancaman, eh yang maling, tidak profesional malah melenggang. Karena apa? Uang maling dari negara bisa untuk membungkam, ingat bagaimana Atut, Gatot sama sekali tidak pernah ribut dengan dewan, eh masuk bui. Apakah mau begitu terus? Yang kerja, cerdas, dan taat azas dirongrong, dan yang maling, kerja disambi malah dibiarkan saja?
Apakah akan terus-terusan seperti ini membangun negeri yang kaya raya ini? Tidak layak untuk diteruskan. Jika mau berubah ada beberapa hal yang bisa dilakukan.
Percayakan pos-pos profesional bukan untuk kader parpol, jika terpaksa parpol, orang yang memang mampu dan berkompeten bukan karena kedekatan relasional dengan pimpinan parpol semata. Jika ini bisa terjadi dengan semestinya, negara akan cepat melaju di dalam menyongsong kemajuan.
Penyederhanaan parpol. Sedikitnya parpol akan mengubah peta rebutan kursi dan kader. Kader terbaik mendapatkan penghargaan yang buruk masuk bui bukan pindah kandang dan malah moncer dengan kemalingannya.
Revolusi mental yang perlu digenjot lebih lagi, terutama untuk elit. Selama ini rakyat sudah bersusah payah, eh elit malah berebut ini itu yang sama sekali tidak ada faedahnya untuk rakyat dan bangsa selain kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.
UU pembuktian terbalik. Selama ini orang rakus, maling, dan tamak bisa berlindung di balik praduga tak bersalah terus. Ini perlu menjadi prioritas bagi pemerintah jika menghendaki negara menjai maju dan besar.
Kesadaran para maling untuk menghentikan budaya dan karakter malingnya. Ingatlah kalian sudah cukup lama maling dan sekarang biar kekayaan negara menjadi sepenuhnya hak rakyat. Apakah ada yang mau? Bisa diambil alih oleh hakim-hakim yang tegas dengan menghukum maling sepaket dengan memiskinkan, bukan malah menerima suap.
Seberapa hebat bangsa ini kalau dikelola maling tetap saja roboh. Seberapa kaya bangsa ini kalau dikelola orang tamak akan selalu kurang.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H