Ahok akan dipolisikan lagi. Orang satu ini memang gila, bagaimana semua tempat menjadi tempat dia dilaporkan. Soal laporan ini bahkan ada yang menyambangi KPK seperti kongkow di pasar. KPK, BPK, bareskrim polisi menjadi tempat mengadu polah tingkah Ahok. Satupun belum ada yang “berhasil” untuk menggoyang Ahok.
Apakah kali ini akan berhasil?
Melihat apa yang menjadi bahan laporan sangat sulit menjadi bahan untuk menggoyang Ahok. Apalagi yang maju Habiburrohman, yang maaf telah pernah membuat janji yang diingkari sendiri. Meskipun KTP dukungan itu tidak untuk maju, toh yang dikatakan jumlah bukan untuk apa KTP itu. Pelaporan lainnya pun yang jauh lebih banyak yang mendukung, malah mentah, apalagi ini soal yang sangat sumir.
Bagaimana tidak sumir ketika bicara soal SARA dalam “menjual” bakal calon, kan belum masanya kampanye. SARA itu di Indonesia bisa jadi sangat subyektif dan bisa berbalik-balik tidak karuan. Susah untuk adanya hasil, melihat rekam jejak selama ini tentu urusan politis bukan lagi soal hukum apalagi soal toleransi.
Siapa untung, Gerindra atau Ahok?
Ahok yang akan jauh lebih diuntungkan dengan apa yang akan dilakukan Habbiburohman, jika benar hari ini melaporkan ke kepolisian dengan alasan soal fitnah. Mengapa Ahok yang untung? Ahok piawai memainkan isu yang sensitif dan menguntungkannya. Ingat berapa saja yang sudah ia “kerjain”. Termasuk parpol dan lembaga. Soal SARA sangat susah untuk diajukan ke pengadilan.
UPS, kalimat yang identik soal dukungan Adyaksa namun catatan mengenai agama eh malah ia manfaatkan, soal RSSW, reklamasi, posisi menguntungkan Ahok. Berkali-kali dilaporkan, namun mentah dan justru menaikan pamor Ahok sebagai korban politisi busuk.
Waktu yang makin dekat dengan pendaftaran justru menguntungkan Ahok demi kampanye gratis. Media mendekat dan cuap-cuap di media tanpa mengumpulkan dan meminta mereka. Belum lagi medsos dan pembicaraan mengenai dirinya.
Ahok mendapatkan durian runtuh, malah merugikan Gerindra sendiri
Selama ini publik menilai Ahok wajar-wajar saja namun dihajar kanan kiri. Itu tidak bisa disangkal dengan berbagai-bagai cara. Bukti dan fakta cenderung membenarkan pendapat ini. bagaimana gerombolan kekeluargaan, isu Ahok arogan, mau menang sendiri, benar sendiri, gubernur Agungpadamoro, pro pengusaha, dan sejenisnya. Satu laporan ini pun dengan mudah dipakai sebagai sarana Ahok berkibar dan yang melaporkan malah rugi sendiri.
Gerindra sekarang lebih baik fokus pada pencalonan Sandiaga Uno. Tidak perlu melihat rival namun kerja sekencang-kencangnya untuk mengejar ketertinggalan dengan Ahok selama ini. Mau tidak mau Ahok sudah lebih dikenal. Cara-cara mencari kekurangan lebih baik ditinggalkan.
Belajar dari pasar, tentu tidak elok menjual mangga sendiri dengan mengatakan manggal jualan lapak sebelas busuk atau kecil-kecil bukan? Buktikan bahwa dagangan yang dimiliki jauh lebih baik dan menjanjikan untuk memimpin. Ini yang diperlukan Gerindra.
Fokus ke dalam bukan malah ke Ahok
Parpol selama ini hanya fokus soal siapa yang mamp menandingi Ahok, ini sudah menjadi point atas kemenangan Ahok secara tidak langsung. Kampanye murah meriah, bahkan tidak modal namun lebih hasilnya bagi Ahok bukan bagi mereka sendiri. Contoh konkret, bagiamana Gerindra malah mengerdilkan Sandiaga Uno dengan segala ketidakjelasannya itu.
Ide berseliweran kalau elektablitas Ahok bisa ditumbangkan seperti pilkada lalu, beda, kali ini semua pusat justru Ahok. “Rivalpun” konsentrasinya Ahok. Ahok ini dikampanyekan oleh semua pihak, lha ini mau menggoyang atau mendukung Ahok kalau begitu? Bagaimana tidak mempersiapkan kader yang terbaik, namun malah mencari-cari celah untuk menggulingkan calon seberang.
Waktu makin dekat, namun tetap sama saja, kalau jadi pelaporan ini, tambah satu kesalahan yang dibangun. Enerrgi, waktu, dan pemikiran habis hanya demi jatuhnya Ahok bukan membangun kader sendiri untuk maju.
Perubahan paradigma parpol dan politikus ternyata belum beranjak
Meskipun mencela, mencari titik lemah lawan, pilpres di USA tetap jelas siapa yang dihjagokan. Trump yang diremehkan tetap menjadi jagoan dan didukung dengan sepenuh daya, pro dan kontra bisa diatasi dan komitmen memang sudah disepakati, apapun yang terjadi Trump tetap didukung dengan seluruh dinamikanya.
Kampanye hitam, fitnah akan tetap ada namun bukan itu yang utama dan fokusnya. Calonnya itu yang jelas dibanggakan, dibangun, dan dibesarkan dengan salah satu cara menjelekan fakta lawan. Bagaimana mau menjadi bangsa yang besar kalau selalu saja fokusnya mencari-cari kejelekan lawan. Keburukan rival kalau nampak karena bagusnya kinerja kader sendiri tentu sangat baik. Berbeda jika dilakukan dengan fitnahan yang tidak berdasar. Misalnya kepala daerah ini tampak buruk karena ada yang lebih baik, bukan karena dijelek-jelekan. Target tidak bisa dipenuhi sedang ada orang lain yang mampu, ini jelas parameternya.
Polah tingkah parpol yang masih juga belum dipercaya bersama dewan memang demikian adanya. Selama ini mereka mengatakan kerja keras namun bukan dengan prestasi hanya wacana dan kalimat yang diulang-ulang dan didengungkan. Kepercayaan itu harus dibuktikan bukan dikatakan. Bukti itu dengan hasil konkret tidak hanya klaim sepihak.
Parpol dan politikus perlu belajar untuk mengevaluasi diri, memperbaiki diri, dan belajar siap menang dan siap pula kalah. Ini yang perlu dan mendesak bagi mereka.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H