Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok dan Risma Berhadapan dengan “Ibu Tiri yang Jahat”

10 Agustus 2016   06:57 Diperbarui: 11 Agustus 2016   06:50 2753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Persamaan kesepuluh,tidak takut atasan sekalipun jika demi kebenaran dan kebaikan. Lihat bagaimana mereka melakukan perjuangan membebaskan Dolly, padahal gubernur sebagai atasannya tidak setuju. Di Jakarta juga soal Luar Batang banyak yang menentang, lanjut karena memang demi kebaikan yang lebih besar.

Persamaan kesebelas, lawan prostitusi.Dolly dan Kali Jodo yang penuh dengan nuansa dunia esek-esek diselesaikan. Perlawanan bukan hanya sedikit dan kecil, tetap saja diusahakan dan bisa.

Mereka bukan hasil sukses kaderisasi partai politik, namun parpol nemu durian runtuh dan kemudian dijadikan aset yang penting. Sayangnya ketika parpol merasa balas jasa kurang banyak dan malah menghambat mereka mencari balasan jasa itu maka seperti perilaku ibu tiri yang  jahat dalam dongeng anak-anak.

Mereka awalnya dinilai sebagai aset yang menjanjikan namun suatu saat diperlakukan dengan luar biasa sewenang-wenang. Tentu semua paham bagaimana Ahok menghadapi ancaman interpelasi, pelaporan ke KPK, polisi, dan banyak lagi usaha. Risma pun tidak nyaman dengan posisinya berkaitan dengan wakilnya yang sempat ramai waktu itu.

“Kader” terbaik namun tidak mendapatkan dukungan sebagaimana mestinya. Anehnya demokrasi akal-akalan ya itu, sedang yang tidak pernah bekerja namun tidak menjadi ancaman diam saja, lihat bagaimana sikap parpol pada Deddy Mizwar yang asyik syuting, atau Eko  Patrip yang asyik nge-MC? Pernah ada desas-desus untuk mereka?

Baik di depan masyarakat dan rakyat belum tentu baik di depan parpol. Jelek di dalam penilaian rakyat belum tentu begitu bagi parpol. Maling saja yang dibenci rakyat dipuja puji sebagai kader terbaik partai bahkan mendapat jabatan strategis. Alasan praduga tak bersalah, hukum sudah menyelesaikan dengan tuntas tidak boleh berlebihan lagi dengan hukuman tambahan sebagai dalih melindungi kader maling.

Kader yang biasanya takut konstituen daripada konstitusi lebih menjanjikan bagi parpol karena politikus busuk dan parpol abal-abal. Demi menyenangkan pemilihnya, menghianati UU bahka UUD ’45 pun biasa saja.

Apakah perilaku “Bawang Merah dan Bawang Putih”politik selama ini akan terus terjadi? Bangsa ini bangsa yang besar namun dikelola dengan buaian dongeng anak-anak yang selalu merasuki pelaku dan politikus bangsa ini.

Apakah yang jahat namun menyenangkan itu selalu didukung? Melakukan pembiaran demi pembiaran asal mengguntungkan itu boleh? Jika demikian, tidak peduli apapun yang terjadi asal pemilih senang dan puas menjadi panglima, dan tidak akan ada perubahan dan pembangunan yang baik bagi bangsa ini.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun