Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Perbedaan Antara Risma dan Ahok

9 Agustus 2016   06:31 Diperbarui: 9 Agustus 2016   07:39 2618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Soal Jatim-1 yang dikhawatirkan oleh sebagian kelompok, bisa diatasi Pak Djarot pulang kampung. Mudik untuk bangun daerah asal, pengalaman di Jakarta tentu lebih meyakinkan untuk membuat perubahan di Jatim.

Surabaya satu sebagaimana telah heboh jauh sebelum pilwakot edisi lalu, juga bisa menyenangkan elit PDI-P di sana yang gatal untuk menduduki namun “takut” dan kalah pamor oleh Risma. Semua senang, semua dapat jatah, dan semua girang tentunya. Soal kualitas dan pembangunan ya belum tentu seperti yang sudah terjadi.

Sebenarnya kalau parpol itu dewasa, melihat kinerja, dan menghendaki kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa melalui daerah, kisah koalisi besar antiahok atau ketakutan melawan Risma di Surabaya waktu itu tidak perlu terjadi. Dukung sepanjang tidak melanggar UU (gak perlu sensi, baca baik-baik), dan demi kesejahteraan rakyat, bukan karena suka atau tidak semata.

Parpol belum dewasa sehingga tidak berani menyatakan kekalahan itu sebagai bagain utuh atas kemenangan. Pengawasan di dewan itu juga demi kesejahteran rakyat dan pembangunan. Tidak berani kalah karena memandang eksekutif itu lumbung uang yang bisa dipakai dengan leluasa. Paradigma yang perlu diubah.

Kaderisasi dagelan ala demokrasi akal-akalan. Hal ini menyebabkan pokoknya populer termasuk kambing dibedakipun bisa dicalonkan. Lihat saja mana ada kader-kader parpol yang menjaul secara luar biasa. Selama ini adalah oran-orang baik, kompeten, mau bekerja keras yang kemudian didekati parpol dan ya melenggang, kemudian diberi jas parpol dan diklaim sebagai kader terbaik.

Deparpolisasi itu ulah politikus sendiri. Semua membuat rakyat malas melihat pesta pora mereka di dalam mengelola negara dengan cara seenak udelnya sendiri. Tidak perlu risau dan galau kalau memang sudah bekerja pada koridor UU dan etik yang ada.

Apakah dua kisah di dua kota terbesar di Indonesia ini akan terulang terus dan terus? Sepanjang orang tidak taat azas dan hanya mengandalkan suka atau tidak, ya akan terulang. Kapan dewasa jika masih sebatas suka dan tidak? Apa bedanya dengan anak TK yang tidak suka kemudian tidak mau makan? Pembangunan ke depan bukan soal suka atau tidak. Namun benar atau tidak.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun