Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pokemon, Layangan, dan Break Dance, antara Larangan atau Kedewasaan Memilih dan Bersikap

24 Juli 2016   06:18 Diperbarui: 24 Juli 2016   08:34 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa yang perlu dilakukan sebenarnya adalah sikap bertanggung jawabdantidak seenaknya sendiri.Jam kerja main gamesapapun, apalagi games,hape saja sangat tidak elok, beda lho dengan operator, dan bidang yang berkaitan dengan komunikasi, lihat saja kantor-kantor itu apa tidak sibuk dengan layar masing-masing? Sosmed lagi. Termasuk di sini adalah pelajar.

Larangandan imbauanboleh dan bagus sebagai antisipasi namun tidak usahlah heboh dan berlebihan. Dengan pemberitaan yang bertubi-tubi begitu mendorong orang justru tertarik dan mencari.  Hal ini justru promosi gratis bagi mereka.

Media kita, masih saja berkutat pada hal-hal yang heboh belum menyentuh yang esesial. Sekarang bagaimana mengawal kekerasan seksual anak, harga daging, darurat narkoba, maling, dan sejenisnya. Semua kalah oleh emon.

Pendidikan. Pendidikan kita belum mengajarkan sikap kritis, itu yang menjadi bangsa besar menjadikan kita pasar besar yang sangat menggiurkan. Sikap kritis dan nasionalisme yang rendah hanya bisa dibangun dengan pendidikan yang mumpuni. Guru tidak boleh gagap dan kagetan. Dengan demikian bisa mengajarkan kekinian dengan cara yang baik, mendasar, dan membekali anak didik.

Pokemon, gojeg, uber, layangan, ataupun breakdance,sebuah penemuan manusia. Perlu jerih payah olah pikir yang luar biasa. Bukan persoalan sepele lho, apresiasi sepantasnya. Pelarangan itu membunuh kreatifitas. Bagaimana negara yang gembargembor negara demokratis terbesar di dunia namun malah membungkam yang sepele?

Gagap kekinian yang disikapi dengan berlebihan. Sepakat bahwa beberapa tempat di larang, waktu tertentu dilarang, namun jika dewasa tentu hal tersebut sudah dengan sendirinya bukan?

Apakah akan selalu seperti ini bangsa ini menyikapi keadaan? Padahal banyak kisah yang identik dan mirip kalau mau berpikir panjang.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun