Apa yang perlu dilakukan sebenarnya adalah sikap bertanggung jawabdantidak seenaknya sendiri.Jam kerja main gamesapapun, apalagi games,hape saja sangat tidak elok, beda lho dengan operator, dan bidang yang berkaitan dengan komunikasi, lihat saja kantor-kantor itu apa tidak sibuk dengan layar masing-masing? Sosmed lagi. Termasuk di sini adalah pelajar.
Larangandan imbauanboleh dan bagus sebagai antisipasi namun tidak usahlah heboh dan berlebihan. Dengan pemberitaan yang bertubi-tubi begitu mendorong orang justru tertarik dan mencari. Â Hal ini justru promosi gratis bagi mereka.
Media kita, masih saja berkutat pada hal-hal yang heboh belum menyentuh yang esesial. Sekarang bagaimana mengawal kekerasan seksual anak, harga daging, darurat narkoba, maling, dan sejenisnya. Semua kalah oleh emon.
Pendidikan. Pendidikan kita belum mengajarkan sikap kritis, itu yang menjadi bangsa besar menjadikan kita pasar besar yang sangat menggiurkan. Sikap kritis dan nasionalisme yang rendah hanya bisa dibangun dengan pendidikan yang mumpuni. Guru tidak boleh gagap dan kagetan. Dengan demikian bisa mengajarkan kekinian dengan cara yang baik, mendasar, dan membekali anak didik.
Pokemon, gojeg, uber, layangan, ataupun breakdance,sebuah penemuan manusia. Perlu jerih payah olah pikir yang luar biasa. Bukan persoalan sepele lho, apresiasi sepantasnya. Pelarangan itu membunuh kreatifitas. Bagaimana negara yang gembargembor negara demokratis terbesar di dunia namun malah membungkam yang sepele?
Gagap kekinian yang disikapi dengan berlebihan. Sepakat bahwa beberapa tempat di larang, waktu tertentu dilarang, namun jika dewasa tentu hal tersebut sudah dengan sendirinya bukan?
Apakah akan selalu seperti ini bangsa ini menyikapi keadaan? Padahal banyak kisah yang identik dan mirip kalau mau berpikir panjang.
Salam