Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lebaran, Tidak Semua Menang: Sebuah Peristiwa

7 Juli 2016   12:16 Diperbarui: 7 Juli 2016   12:50 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selamat Hari  Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin

Sebuah pengalaman kecil, sarat makna bagiku, terutama berkaitan dengan kesiapan untuk berbagi. Peristiwa nyata yang benar-benar saya alami. Perjalanan ke sebuah keluarga yang mendaki jalan terjal untuk mencapai tujuan. Sebuah jalan kabupaten, jalan alternatif antara Kabupaten Semarang dan Kabupaten Temanggung, yang menyisir perbukitan cukup terjal.

Aneh ternyata ada orang yang berjalan kaki selain saya, makhluk langka di era ini, seorang ibu dengan anaknya. Basa-basa kecil sebagai sesama pribadi asing di tengah arus dunia yang serba motor dan mesin ini. Rekan seperjalanan ini akan menuju perbukitan sejauh 2,5-3 kilometer, sedang tujuan saya hanya 800 meter. Tiga kali lebih apa yang harus saya jangkau. Tidak ada ojeg karena lebaran pertama apalagi angkudes, jelas tidak ada.

Mobil berlalu lalang, hanya klakson yang meminta jalan dan fasilitas dan mewajibkan kami menepi. Ibu itu meminta tolong saya untuk mencoba menghentikan sebuah mobil untuk beliau dan anaknya bisa nebeng. Saya tahu orang tidak akan mau menghentikan kendaraannya untuk saya, saya pakai sepatu sport, celana cargo, dan topi baseball, dengan menenteng buku “Awarness” hadiah dari Bapak Teha Sugiyo. Saya hentikan pasti kecurigaan muncul, bolehlah, maka saya beri keterangan titip untuk anak kecil dan ibunya, jawaban tidak ada, selain tangan yang melambangkan daah..daah saja. Itu saja, apalagi ucapan lain.

Saya katakan ke ibu itu,”Maaf Mbak, dan Dik, ternyata mereka lupa ini Lebaran.” Sambil terengah-engah saya ngungun:

Lebaran masih berjalan, sholat Ied baru usai, namun memberikan tebengan untuk anak dan ibunya saja berat, menjawab saja enggan, apalagi membawa. Jika curiga perampokan, sangat mustahil, bagaimana mereka satu mobil jauh lebih banyak orang. Jalanan itu cukup ramai, jalur alternatif yang menjanjikan untuk memotong jarak tempuh, tidak macet, dan belum ada kisah perampokan di situ. Mobil yang saya coba hentikan pun tidak menjanjikan secara ekonomis.

Sikap curiga berlebihan memang tidak bisa disalahkan karena banyaknya kejahatan yang ada. Bisa dipahami, namun tentunya kemanusiaan bisa melihat, misalnya ditanyakan dulu, mau ke mana, tentu kalai dekat, tidak mungkin orang itu harus meminta bantuan. Bahkan justru kami dalam pendidikan itu harus berjalan delapan kilometer untuk berenang, tanpa menghentikan malah diajak.

Kemauan berbagi menjadi sulit dengan budaya modern yang mengedepankan keakuan sendiri. Saling sapa di angkutan umum, terminal, bandara, pelabuhan, atau tempat umum bisa-bisa dicurigai akan melakukan kejahatan. Kebiasaan instan yang memperbesar kejahatan bisa membuat orang tidak peka akan derita orang lain.

Bukan bermaksud SARA atau mendahului penilaian Tuhan yang memiliki hak prerogatif, namun sikap demikian, apakah sudah  menang terhadap keinginan dunia? Bisa dikatakan belum ketika belum bisa bersikap untuk beramal dengan memberikan tumpangan. Saya tidak hendak pula menghakimi apa yang pemilik mobil lakukan, namun bisa lah sejenak menghentikan kendaraannya untuk mengatakan “Maaf, kami tidak bisa memberikan tumpangan dan bla....” Atau ada bentuk empati atas permintaan tolong.

Bagaimana berlapar dan berdahaga sepanjang hari selama sebulan, namun memberikan apa yang sangat sederhana, berbeda tentunya jika meminta tumpangan itu berbalik arah, atau berombongan sedang mereka sendirian ini bukan tumpangan namun sebuah kesulitan tentunya. Memberikan tumpangan itu sebuah perbuatan baik tentunya, yang berlomba-lomba dicari selama Ramadhan,  eh baru juga belum sehari usai sudah lupa.

Ternyata masih banyak yang belum menang atas godaan setan yang tidak mau berbagi atas  kemurahan dan kesempatan yang ada. Tidak mudah juga untuk bisa sedikit memberikan uluran tangan bagi yang membutuhkan.

Kisah ini, menurut versi pencari pertolongan, bisa saja berbeda dengan sudut pandang orang yang mengendarai kendaraan dan dimintai pertolongan. Sekali lagi ini bukan masalah untuk menghakimi namun untuk menceritakan kisah yang dialami dan disaksikan sendiri.

Salam  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun