Rabu Bersama Ayah, Bukan Film, Namun Teroris
Iklan teve masih menyajikan film drama keluarga Sabtu Bersama Ayah. Film keluarga yang tayang pada masa Labaran, yang tentunya menjadi jaminan penonton akan berbondong-bondong. Dalam waktu yang berdekatan ada kisah tragis di mana pembom bunuh diri dengan meninggalkan dua anak dan satu istri dengan keluarga besarnya tentunya. Menciderai satu polisi termasuk sekeluarga yang tidak bisa berlebaran tentunya.
Percakapan di Surga.
“Sealmat datang, kamu sukses menjalankan misimu. Bagaimana keadaanmu,” sapa malaikat normatif.
Namun bagi pelaku merupakan sambutan hangat, luar biasa, dan penuh kebanggaan,”Terimakasih, itu sudah kewajibanku.” Singkat saja saking senangnya dia.
“Baik, sebelum kamu beristirahat kekal, sekarang akan aku putarkan kehidupanmu di dunia, dari yang terakhir, kamu siap?” masih dengan normatif dan datar.
“Jelas siap, apa yang aku takutkan?” mulai tampil kegagahannya.
“Pertama,.....” ini keluarga polisi yang sedang bersedih karena hari kemenangan harus dilalui di rumah sakit. Anak-anak polisi dan istrinya sedih, meskipun konsekuensi logis sebagai polisi, terbaring di rumah sakit, di hari Lebaran tentu bukan hal yang menggembirakan. Pembom manggut-manggut dengan puas.
Malaikat bertanya, “Bagaimana perasaanmu?”
“Tidak ada yang sitimewa,” jawabnya enggan, namun jelas puas dan bangga.
“Ini yang kedua....”