Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siapakah Aku?

3 Juli 2016   20:34 Diperbarui: 4 Juli 2016   11:34 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapakah Aku?

Sering orang itu tidak “BANGUN” dan tidak tahu siapa dirinya.

Apakah aku NAMA? Jika nama ganti, apakah aku juga ganti?

Apakah aku adalah pekerjaan? Jika iya, apakah kalau aku dipecat juga ikut dipecatkah aku?

Apakah aku sama dengan asalku? Jika demikian apakah ikut hilang jika asalku itu tergusur dan dihilangkan?

Apakah aku sama dengan hobiku? Kalau bahan hobi itu tidak ada, apakah aku juga hilang?

Apakah aku itu seksi, cakep, cantik, ganteng? Jika iya, kalau mulai keriput, mulai peyot, mulai gendut, aku juga itu berubah?

Apakah aku itu sama dengan profesor, doktor, atau sarjana ini itu? Jika iya, kalau ada yang memiliki lebih dari kita, kita jadi kecil, rendah, dan tidak lagi berharga?

Apakah kita bangga dipuji jikademikian pas pujian berkurang menjadi sedih?

Apakah kita senang jika dipuji cakep pakai baju yang ini? Jika iya, apakah kita akan tidak pernah berganti?

Apakah kita senang jika memiliki banyak penggemar? Jika iya, apakah tidak akan sedih jika penggemar itu beralih dan berubah?

Antony De Mello mengatakan kita masih belum “BANGUN” ketika kita masih mengidentifikasikan diri sebagai nama, profesi, pekerjaan, hobi, status, label, dan sebagainya. Kita sejatinya bukan tersebut itu.

Ajahn Brahm mengatakan orang yang masih suka akan pujian, termasuk sedih atas cemoohan, dan besar hati saat ada dukungan, mengerdil ketika mendengar celaan, orang itu masih menderita. Derita akan lepas bebas saat kita bisa mengatakan “SEMUA TIDAK PENTING.”

Dua tokoh spiritualitas tersebut mengajarkan kepada kita apa arti diri kita ini. Sering kita labeli diri kita, kita mengindentifikasi dengan apa yang bukan diri kita yang sejati. Tidak heran kita mengenal post power syndrom,merasa sedih, kecil hati, merana, kesepian, dan dunia itu runtuh. Mengapa demikian? Karena dunia tidak mampu memberikan semua yang kita perlukan.

Ketidakpuasan kita lah yang membuat kita nyenyak dalam bayangan yang kita ciptakan sendiri. Tidak heran tercipta saling menghujat, menyalahkan pihak lain, iri hati, dengki, merasa terancam, dan orang lain sebagai musuh dan bukan rekan seperjalanan.

Lahirlah kepercayaan manusia adalah serigala bagi manusialain. Padahal Tuhan menciptakan manusia sebagai rekan dan sesama manusia yang setara. Ciptaan paling mulia dan tidak ada yang lebih satu di antara yang lain. Pribadi lain adalah rekan sekerja dan saling melengkapi bukan untuk meniadakan. Hanya hak prerogatif Tuhan yang apapun namanya yang bisa menghentikan hidup orang sebagai ciptaan-Nya.

Semuanya itu hanya sementara. Hanya sesaat. Tidak heran ada orang yang mengatakan jatuh cinta itu seperti orang yang mabuk. Orang mabuk itu tidak sadar. Almarhum Gombloh mengatakan tai kucing pun rasa coklat. Tentu hidup itu adalah demikian sepanjang kita tidak BANGUN.

Kita hidup di dalam ketidaksadaran, salah satu ciri adalah,  kita hidup di dalam kata orang, takut jika tidak diterima oleh masyarakat. Menyenangkan orang lain, termasuk orang tua, guru, masyarakat, dan siapa yang lebih berkuasa atas kita.

Kita hidup di dalam ketidaksadaran, karena kita menjalani apa yang orang lain inginkan, bisa orang tua, pemuka agama, atau masyarakat, tanpa mau tahu dan kritis melihat diri, apakah ini mauku, di dalam Tuhan.

Kita hidup dalam ketidaksadaran, kala masih berpusat pada diri sendiri dan kelompok. Menilai yang lain pasti salah dan perlu dibenarkan. Kebenaran di dunia masih relatif, kebenaran kita ada pula kebenaran pihak lain.

Kita hidup dalam ketidaksadaran,jika selalu merasa curiga akan disakiti, dirugikan, dan menyatakan pihak lain sebagai musuh yang perlu diserang, dijadikan sasaran kemarahan, dan kacamata hitam dikenakan.

Kita hidup dalam ketidaksadaran, jika kita tidak bisa berpikir baik ada pada orang lain. Kebaikan hanya dalam diri kita dan orang lain pasti salah.

Kita perlu bangununtuk bersikap positif, menilai segala sesuatu baik dulu, bahwa ada kekurangan perlu dibenahi bukan untuk dibinasakan. Seumpaman sandal rusak perlu diperbaiki bukan dibuang.

Kita bangun,untuk bersikap menerima, dari pada menuntut. Perubahan hanya bisa dari diri sendiri, bukan dari pihak lain.

Kita perlu bangununtuk memberi dan berbagi.Sikap ini membuat makin kaya dan besar bukan memiskinkan kita.

Kita bangununtuk membangunbukan merusak. Sifat dunia memang merusak dan salah satunya adalah memisahkan. Kita bisa menjadi agen perubahan untuk membangun dan menyatukan. Menyatukan itu membangun dan kebalikannya adalah menghancurkan.

Salam

Sumber Inspirasi

Antony de Mello, Awarness

Ajahn Bram, Bukan Siapa-Siapa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun