Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salah Jurusan Kuliah

29 Juni 2016   18:27 Diperbarui: 29 Juni 2016   18:45 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah Jurusan Kuliah

Pagi-pagi ibu menceritakan kalau ada anak tetangga yang akan pindah jurusan kuliah. Kalau tidak salah mahasiswa ini kuliah di teknik mesin dan tidak kuat akan pindah jurusan. Mendengar kisah ini, jadi ingat persoalan pendidikan kita yang masih banyak pekerjaan besar untuk di atasi. Siapa yang harus bertangung jawab kalau begini? Siapa yang harus bayar uang gedung karena kuliah di universitas swasta, kalau di negeri berapa bangku yang harus “terbuang” karena salah jurusan seperti ini.

Faktor Pemilihan Jurusan.

Suka atau tidak, kita masih lebih memilih gengsi daripada bakat dan minat. Jurusan dan fakultas teknik dan bergengsi menjadi serbuan, bukan soal kemampuan dan keinginan untuk mengembangkan diri. Teknik sipil, mesin, elektro, mesin, arsitektus, pertambangan, kedokteran, dan sejenisnya.  Itu akan menjadi sasaran meskipun nilai pas-pasan dan kemampuan minim namun demi  masa depan yang cerah ya akhirnya dipaksakan.

Budaya yang lebih menghargai materi, kekayaan, daripada kualitas hidup membuat orang berlomba-lomba masuk fakultas dan jurusan yang menjanjikan, dengan melupakan kemampuan diri sendiri. Ini bukan soal pendidikan semata namun juga gaya hidup dan budaya penghargaan akan materi entah dari mana hasilnya, tidak heran maling anggaran pun dipakai yang penting dihormati. Tidak ada penghargaan akan proses dan jalan, yang penting hasil.

Guru juga perlu belajar agar bersikap seadi dan seobyektif mungkin. Tidak heran sebagai manusia ini akan lebih memilih untuk ingat, lebih peduli, dan memberi perhatian kepada anak termasuk murid yang pinter, menurut, dan studinya baik, termasuk masuk fakultas favorit. Sejak dini guru mengubah paradigma semua murid termasuk ilmu sosial itu juga cerdas bukan hanya yang pinter matematika saja.

Orang tua. Ini juga korban budaya yang ada bahwa jurusan dan fakultas favorit itu teknik, MIPA, kedokteran, dan sejenisnya. Ini persoalan mendasar yang perlu diubah. Tidak heran kalau menjadi atlet itu “tidak membanggakan”, seniman itu tidak mentereng, dan sejenisnya. Perlu kerja keras untuk bisa mengubah pola pikir ini.

Bagaimana Membantu Anak Memilih Jurusan?

Kisah di atas tentunya hanya satu di antara ribuan kegalauan anak di dalam memilih masa depannya.  Siapa yang memiliki peran penting untuk bisa mengarahkan anak maju demi masa depannya? Pertama,jelas saja orang tua.Tentu kita ketahui pendidikan kita masih memprihatinkan, budaya kita masih setali tiga uang. Orang tua sendiri bingung, di sana peran negara bisa hadir. Bagaimana negara hadir?

Melalui, kedua, guru yang profesional yaitu BK, sayangnya selama ini guru BK hanya mengurusi kenakalan anak yang tidak jelas akhirnya itu. Anak masuk ruang BK dicap anak nakal, anak bermasalah, dan anak haus kasih sayang atau perhatian. Padahal di sanalah peran guru BK untuk membantu mengenalkan arah masa depannya yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Bisa menjembatani “konflik” orang tua dan anak yang biasanya beda selera dan keinginan.

Artinya ini soal ketiga, perlu membenahi jurusan BK di STKIP atau universitas,sehingga menghasilkan guru profesional dan matang bukan hanya asal-asalan, melihat peran mereka yang begitu besar.

Negara hadir dengan mengawasi universitas swasta untuk tegas di dalam seleksisehingga tidak asal calon mahasiswa dan  orang tua mampu membayar yang akhirnya bisa menjerumuskan mahasiswanya. Ini jalan keempat,dunia pendidikan itu bukan perusahaan yang berorientasi pada keuntungan semata. Meskipun tidak ada pendidikan itu murah, namun tentunya bukan memikirkan uang dan uang saja, segi sosial masih ada.

Dinas pendidikan juga bisa memberikan pendampingan bagi sekolah-sekolah yang tidak mampu menyediakan guru BK. Hal ini kelima,tidak sedikit guru BK itu tidak ada di sekolah kecil, pinggiran, dan minim murid (terutama swasta), dengan demikian, peran negara makin luas, hadir agar tidak ada lagi anak-anak salah jurusan.

Keenam,sekolah harus tegas jika ada orang tua memaksakan kehendak misalnya harus IPA sedangkan anak siswa jelas-jelas tidak mampu. Kasihan bagi anak dan masa depannya bisa kacau.

Manusia itu hidup di dalam hirarkhi yang berupa kerucut, ada yang berkelas pemimpin itu jelas sedikit, kelas pekerja kerah putih yang lumayan banyak, dan tenaga terampil tentu jauh lebih banyak lagi, dan yang terakhir itu pekerja harian yang jelas adalah dominan dari semuanya. Jika pendidikan tidak mendukung dinamika itu, akan terjadi kekacauan, lebih banyak orang pinter (dalam arti nilai tinggi namun lemah dalam spiritual dan emosional), melahirkan kelompok yang minteri,memperalat orang lain. Kerja keras kasar merasa tidak pantas, namun bekerja di level lainnya tidak mampu. Selain bisa minterijuga menjadi beban, karena tidak mau menerima kenyataan diri.

Sikap realistis, menerima diri dan kenyataan, serta tidak memaksakan diri akan membantu generasi muda lebih bebas di dalam menyiapkan masa depan. Pendidikan yang membebaskan memberikan peluang untuk anak lebih berkebang menjadi diri sendiri. Budaya yang lebih menghargai kualitas rakyat bukan materi yang dimiliki. Prestasi tidak mesti berupa materi, namun juga kualitas intelektual, spiritual, dan emosional jelas juga membanggakan.

Salam

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun