Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Negara Bekerja oleh Sistem atau Personal: Belajar dari DPR dan BPK

29 Juni 2016   08:15 Diperbarui: 29 Juni 2016   12:41 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.

Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara di mana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut. (Sumber: dari sini)

Sls tem /sistem/ n I perangkat unsur yg secara teratur saling berkaitan sehingga membennrk suatu totiilitas: -- pencernaan makanan, pernapasan, dan peredaran darah dl tubuh; -'tele' komunikasi;2 susitnan yg telaur dr panciangan' teorl' asas' dsb: -- pemerintuhan negara (detnkrasi, totaliter, parIementer, dsb); 3 rrretode: - penclidixan {klesikai, individucl,dsb); kila bekerja dng - yg baik; -- dan pola pernain kesebelasan itu banyak mengalami perubahan; (KBBJ)

Suatu malam ada tamu datang, lumayan jauh asalnya, mau meminta tanda tangan bapak sebagai bekas kepala sekolah di mana si tamu berasal. Pemikirannya mengajak mencari tanda tangan yang memberikan tanda tangan di ijazah yang ia punyai waktu diminta legalisir. Contoh kasus satu di sebuah desa yang jauh dari kota dan pusat informasi, dan tahunn itu masih bisa dipahami.

DPR demi mengupas kasus yang  sebenarnya bukan tanggung jawabnya memanggil ketua KPK yang sudah usai bertugas. Menarik adalah pola pikir bahwa personal menjadi lebih penting daripada sistem, apakah bedanya dengan tamu yang mencari tandatangan itu?

Juga tidak jarang terdengar ganti menteri ganti kebijakan. Apapun yang telah diputuskan oleh pemimpin (menteri, bisa juga gubernur, bupati, kepala-kepala apapun itu), semua diganti sesuai dengan selera masing-masing pengganti.

Kita bisa belajar dari negara maju, bagaimana pemimpin berganti semua berjalan sebagaimana mestinya karena yang bekerja itu sistem bukan saja tergantung sepenuhnya oleh pelaku atau personal. Semua tetap berjalan dengan aman, lancar, dan sama saja, karena bukan tergantung pada sosok semata.

Sistem itu bukan semata prosedural, kebiasaan birokrasi di Indonesia masih berkutat pada prosedur. Bagaimana ketika prosedur,itu dipenuhi telah merasa aman. Lebih repotnya jika prosedur itu dilakukan dengan tahu sama tahu.Contoh, dinas perhubungan yang bertanggung jawab atas keselamatan angkutan menyatakan pemeriksaan rutin telah dilaksanakan. Soal pelaksanaan yang berbau suap, kong kalikong, dan abal-abal tidak dinilai. Nyatanya rem blong, bodi keropos, dan ketika ada kecelakaan akan dengan mudah menyatakan kesalahan manusiawi, tentu sopir yang menjadi tertuduh. Prosedur pemeriksaan telah dipenuhi, demikian juga kinerja BPK, banyak kepala daerah maling namun rekomendasi mereka baik.

Sistem tidak lagi tergantung pelaku. Pelaku atau pejabat, personal, atau orang itu hanya salah satu dari elemen di dalam sebuah sistem yang  berjalan. Pelaku tidak ada sebenarnya bukan masalah yang berkepanjangan. Selama sistem yang telah ada bisa bekerja dengan baik.

Persoalan di negara berkembang adalah, pelakumenjadi dominan dan bisa menghilangkan sistem dengan membatalkan seluruh perangkat yang ada. Contoh, bupati di daerah Nusa Tenggara digantikan oleh orang lain kemudian perda semua diganti, periode berikut oknum ini naik kembali, dan semua perda awal dikembalikan model dia. Taat azas dan sistem masih menjadi persoalan.

Tidak heran, orang bisa menerjemahkan sekehendak hati karena memang tidak ada “panduan” yaitu sistem namun malah orang yang menjadi dominan. Dalam sebuah teori analisis sosialtidak ada orang yang salah, namun sistem yang salah. Memang pertanggung jawaban ada pada pribadinya.

Belum adanya pengakuan akan pihak lain juga berperan, soal gengsi dan lebih berperan membuat kacaunya sistem di sini. Lihat bagaiman sistem pemerintahan kita adalah presidensial, di mana pemerintah memiliki kekuasaan yang besar dengan pengawasan oleh DPR. Fakta yang ada adalah, dewan bisa menyandera pemerintah karena mereka tidak taat azas. Tidak heran dewan merasa bisa memerintah eksekutif, atau menyatakan akan memanggil, atau sejenisnya. Mereka lupa kalau kedudukan setara dan sebenarnya mereka itu pengawas. Atau di sisi lain mereka akan berlomba-lomba menjadi eksekutif meskipun sejatinya turun kasta sangat jauh. Contoh dari DPRI eh malah nyalon bupati atau walikota, kalah lagi.

Bagaimana mau memanggil personalnya, kasus KPK dengan DDPR soal Sumber Waras, jika masih hidup itu bisa, lha kalau yang terjadi sudah meninggal, atau sakit parah? Pola pikir ini yang harus diubah. Memalukan di dunia internasional sebenarnya, dunia sudah sampai MARS, eh kita masih berkutat pada sistem dan prosedur.

Persoalan ini sebenarnya remeh dan sangat naif ketika dibicarakan oleh elit negara, hanya gara-gara kepentingan. Sangat memalukan. Revolusi mental ternyata memang tidak mudah bahkan oleh generasi muda yang dulu mendongkel generasi sebelumnya yang maling, kolutif, eh sekarang melakukan. Ini penyakit yang tidak disadari.

Sistem itu perlu person, namun bukan person yang menggunakan sistem sesuai dengan kepentingannya. Jika itu terjadi berarti ada yang perlu dibenahi.

Salam

Sumber: Wikipedia, KBBI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun