Belum adanya pengakuan akan pihak lain juga berperan, soal gengsi dan lebih berperan membuat kacaunya sistem di sini. Lihat bagaiman sistem pemerintahan kita adalah presidensial, di mana pemerintah memiliki kekuasaan yang besar dengan pengawasan oleh DPR. Fakta yang ada adalah, dewan bisa menyandera pemerintah karena mereka tidak taat azas. Tidak heran dewan merasa bisa memerintah eksekutif, atau menyatakan akan memanggil, atau sejenisnya. Mereka lupa kalau kedudukan setara dan sebenarnya mereka itu pengawas. Atau di sisi lain mereka akan berlomba-lomba menjadi eksekutif meskipun sejatinya turun kasta sangat jauh. Contoh dari DPRI eh malah nyalon bupati atau walikota, kalah lagi.
Bagaimana mau memanggil personalnya, kasus KPK dengan DDPR soal Sumber Waras, jika masih hidup itu bisa, lha kalau yang terjadi sudah meninggal, atau sakit parah? Pola pikir ini yang harus diubah. Memalukan di dunia internasional sebenarnya, dunia sudah sampai MARS, eh kita masih berkutat pada sistem dan prosedur.
Persoalan ini sebenarnya remeh dan sangat naif ketika dibicarakan oleh elit negara, hanya gara-gara kepentingan. Sangat memalukan. Revolusi mental ternyata memang tidak mudah bahkan oleh generasi muda yang dulu mendongkel generasi sebelumnya yang maling, kolutif, eh sekarang melakukan. Ini penyakit yang tidak disadari.
Sistem itu perlu person, namun bukan person yang menggunakan sistem sesuai dengan kepentingannya. Jika itu terjadi berarti ada yang perlu dibenahi.
Salam
Sumber: Wikipedia, KBBI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H