Pejabat itu tidak tentu tahu segalanya. Rendah hati mengatakan secara normatif, misalnya, saya perlu mengaji lagi sehingga bisa berkomentar dengan lebih komprehensif tentu jauh lebih bijaksana daripada menjadi bahan tertawaan rakyat. Hal itu jauh lebih terhormat, daripada setelah mengeluarkan pernyataan baru kemudian ngeles dengan berbagai alih dan akhirnya mempertontonkan maaf kebodohannya.
Profesional dan pengetahuan sepanjang itu adalah bidangnya, mengatakan tidak tahu bidang lain itu tidak salah, namun bisa memberikan jawaban yang tidak terlalu ngawur. Isu-isu startegis bisa minta stafnya memberikan masukan yang layaklah. Buat apa staf sebegitu banyak, mahal, uang negara membayari mereka, namun pernyataannya menggelikan seperti itu.
Apa artiya? Bahwa sekelas pejabat negara pun masih belum  paham sebenarnya apa itu pendidikan seksualitas. Suka atau tidak, mau menerima atau  tidak, bahwa pendidikan seksualitas masih dianggap tabu, masih dinilai tidak perlu diperbincangkan. Jangan nanti ketahuan budaya dalam keluarga masih tradisional kemudian ngeles bahwa pewartanya ngawur, memelintir, dan sejenisnya. Salah satu kekacauan bangsa ini adalah tidak mau mengakui kesalahannya. Sudah tahu salah malah mencari salah orang lain.
Pendidikan seksualitas itu harus dibicarakan, namun tidak sembarangan diperbincangkan.
Salam
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H