Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saiful Jamil Memang Kelainan

26 Mei 2016   10:06 Diperbarui: 26 Mei 2016   10:11 1651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Persidangan Saiful Jamil masih berlangsung dengan dakwaan soal hubunganseksual  dengan anak di bawah umur. Soal ini masih menjadi ranah pengadilan bagaimana ujungnya. Muara ada di pengadilan apakah dakwaan jaksa dan tuduhan dari anak itu terbukti atau tidak. Soal kelainan seksual baik dengan anak atau laki-laki biar pengadilan yang membuktikan. Ini kelainan yang lain dan itu jelas di depan mata.

Orang yang waras, tidak kelainan akan tertekan dengan kasus yang menimpanya. Namun apa yang ditampilkan sama sekali tidak menunjukkan hal itu. Cengengesan,ini bukan soal murah senyum dan ramah, namun sama sekali tidak menunjukkan sikap menghormati termasuk pengadilan. Ramah berbeda dengan cengengesan.Apa yang ia tampilkan itu tidak peduli dalam artian seenaknya sendiri, seolah hendak menunjukkan saya tidak akan kalah dengan hal ini. baik dan benar bahwa itu membantu dia untuk bisa tetap melanjutkan hidup. Namun menjadikan  orang yang melihat itu bisa hilang respek, dan bagi penggemarnya bisa melakukan hal yang sama, ingat dia banyak penggemar, yang bisa meniru dan membela bak babi buta, yang  bisa sangat berbahaya.

Selfi dengan pengunjung di pengadilan. Ini makin menunjukkan bahwa dia tidak merasa sama sekali akan apa yang telah ia perbuat. Baik soal benar ataupun salah, ia bisa menampilkan sisi yang berbeda. Tunjukkan sikap prihatin, respek dengan “penuduhnya”, dan terutama ke peradilan. Jangan menambah buruknya peradilan, lagi-lagi sebagai idola banyak orang. Konon sering selfi atau sejenisnya itu masuk pada kelainan jelas gaya baru. Soal narsis jelas saja berlebihan.

Soal borgol, kemarin pengacara mengatakan meminta ruang untuk penggemar, agar tetap layak di depan penggemar, eh dibantah katanya siapa yang mengatakan tidak diborgol. Kemudian menampilkan foto dengan borgol. Benar bahwa selebritis Indonesia kini itu kontroversi dan sensasi lebih menjual, namun apakah akan terus begitu? Dengan tangan terborgol eh malah tertawa lepas seperti mendapat apresiasi tinggi seperti juara olimpiade dengan medali emasnya. 

Beberapa hal yang ditampilkan itu bisa berpengaruh banyak pada penggemarnya. Pemahaman penggemar di Indonesia masih belum kritis dan pasti idolanya itu benar. Bisa memberikan pembelajaran, bahwa borgol itu bukan sebuah hal yang memalukan, bisa saja tertawa-tawa, anggap saja sebagai apes dan tidak menjadi masalah. Dulu idenya borgol itu agar pelaku kejahatan tidak bisa leluasa bergerak termasuk melarikan diri dan memberikan efek jera. Orang akan sangat malu mengenakan borgol, eh malah ini tertawa lebar. Jangan heran penjualan kaos tahanan, penghuni rumah sakit jiwa, tahanan KPK, malah menjadi bagian dari gaya hidup bukan memalukan. Bagaimana efek jera mau dibangun. Belum lagi model maling berdasi yang petentang-petenteng dan cengengesan pas ditangkap dan diperiksa.

Menunjukkan sikap batin yang merasa pengadilan itu bukan yang penuh wibawa, memberikan keadilan dan hukuman yang semestinya, sehingga bisa “disepelekan” dengan sikap para pelaku kejahatan itu. Mengapa demikian? jelas pelaku peradilan yang amburadul, jual beli pasal dan hukuman membuat semua tidak ada bedanya, mau di mall, di penjara, di rumah, di pengadilan, mau apa gak beda.

Kelainan Saiful Jamil ini juga kelainan bangsa ini yang melihat kebaikan bisa diperjualbelikan demi kepentingan. Kejahatan sebagai bahan puja-puji dan kebenaran dicari-cari kekeliruannya sebagai gaya hidup dari petinggi negeri hingga rakyat kebanyakan. Dunia makin tua, ketika apa yang baik bisa buruk dan yang buruk menjadi sajian utama.

Daftar makin panjang fenomena kontroversi malah seolah prestasi, bagaimana Sonya, Zaskia, mengikuti Stnov, capres USA Donald T, dan presiden terpilih Philipina. Dan itu akan makin banyak, makin menemukan bukti kata pujangga Ronggo Warsita yang mengatakan zaman edan yen ra edan ra keduman?Dan penggalan itu saja yang banyak disetujui, padahal masih ada terusannya, yaitu berbahagialah yang masih ingat dan waspada. Ini sering terlupakan karena memang tidak mudah, dan itu biasa dikesampingkan karena tidak enak.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun