Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

MSG, Salah Satu Sebab Korupsi, antara Menambah Rasa dan Ketidakpercayaan Diri

6 Mei 2016   09:41 Diperbarui: 6 Mei 2016   10:16 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Delapan belas tahun lalu membuat laporan akhir mengenai zat satu ini, namun berhubung balik badan dan sama sekali tidak lagi menggeluti bidang yang sama, semua ilmu dan pengetahuan mengenai hal itu tidak ada yang teringat. (dulu juga tidak tahu)

Hati-Hati bagi Pemasak.

Pengalaman konkret, ketika beli makanan baik keliling atau di K-lima, seperti bakso, mie ayam, atau nasi goreng, coba katakan, “Maaf tidak usah pakai bumbu masak (MSG) maksudnya, mereka pasti akan kaget dan ada kecemasan. Mengapa? Mereka tidak yakin makanan yang ia sajikan sebenarnya enak. MSG seperti penambah kepedean saja dari penjual atau pemasak itu. Pemasak bisa siapa saja, misalnya ibu di rumah. Mereka khawatir masakannya tidak enak dan dengan gampang ditambahkanlah bumbu penyedap, praktis, murah meriah, dan jaminan gurih itu ada.

Sepanjang yang masih ada di otak, dan ingatan saya, memang belum ada penelitian yang membuktikan (’98 lho) bahwa MSG memberikan efek buruk secara signifikan, memang dikatakan bahan penyusunya memang memberikan efek ketagihan. Ini sepanjang sejarah pembuatannya memang kandungan yang membuat ketagihan sudah ada. Masih sebatas itu. Jumlah konsumsi yang dianjurkan juga relatif sangat rendah, dalam artian itu sangat wajar.

Persoalan adalah, banyaknya produsen termasuk pemasak (bisa ibu-ibu dan penjual) memotong kommpas karena biar cepat dan menarik, langsung saja taburkan MSG, bukan soal sehat atau tidak. Yang penting masakan dan makanan yang dijual dan disajikan laris.

Motivasi

Bukan masalah sehat yang menjadi  pertimbangan namun bahwa persoalan kepercayaan diri pemasak akan hasil masakannya. Ini persoalan mendasar bahwa banyaknya orang tidak pede dan mencari suplemen untuk menambah daya tarik dan daya jual.

Tidak jarang, potong kompas seperti ini banyak terjadi. biar tenar, mau jadi artis, gampang, serahkan kehormatan, dan harga diri. Ini gejala sangat umum. Orang abai akan proses namun menggunakan cara singkat dengan hasil yang cepat. Identik dengan pemasak yang tidak percaya diri masakannya enak, menambahkan penyedap secara berlebihan.

MSG dan Korupsi.

Tidak berlebihan mengatakan MSG dan korupsi, bagaimana kebiasaan tidak jujur, dengan masakan apa adanya itu dengan menutupi dengan bumbu masak menjadi kebiasaan. Padahal belum tentu semua orang suka dengan yang “semu” itu. Budaya menciptakan hal yang tidak sejati sebenarnya dimulai juga dari awal di rumah, salah satunya ini. Tidak heran orang menjadi abai akan yang esensial dan lebih memilih yang polesan.

MSG Kebutuhan atau Tambahan.

Namanya tambahan berarti sedikit, namun mengapa menjadi dominan, lihat juga kerja staf ahli, asisten rumah tangga jauh lebih berat dan susah daripada yang dibantu. Menyerahkan semua ke asisten sedang pelaku utama malah enak-enakan melakukan hal lain yang  tidak pokok. Susah memang membuat bumbu, berbagai hal harus dilakukan, namun di sanalah asyik dan seni memasak itu  terjadi. potong kompas dengan MSG karena memang budayanya demikian.

Penelitian masih pro dan kontra namun bahwa ada persoalan kalau berlebih perlu menjadi pertimbangan. Bumbu alami bukan buatan kimiawi tentu jauh lebih sehat dan aman. Pembuatan MSG itu penuh zat kimia yang begitu banyak dan semua kimia buatan, tentu dalam jangka panjang dan jumlah yang banyak bisa membahayakan tubuh. Kembali ke alami, dan kemampuan memasak jauh lebih bijak tentunya.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun