Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ki Hajar Dewantara, Maafkan Kami, Mengecewakan Perjuanganmu

2 Mei 2016   13:44 Diperbarui: 2 Mei 2016   13:49 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UUD ’45 dalam Pembukaannya mengamanatkan mencerdaskan kehidupan bangsa, yang oleh salah satu tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara diimplementasikan dalam falsafah pendidikan, Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani,yang secara bebas bisa diartikan sebagai di depan atau pejabat itu memberikan contoh dan keteladanan, dan di tengah atau pejabat menengah itu membantu atasan dan menggerakkan bawahan, dan jika jadi pengikut harus taat dan mendukung yang ada di depan dan atasannya dengan penuh tanggung jawab.

Tidak heran di dalam guyonan diplesetkan menjadi di depan malah menyepak ke belakang seperti kuda, di tengah menjegal, dan di belakang, njongkroke,mendorong agar jatuh bukan mendorong dalam arti yang baik dan positif. Ada pula, tut mburi mbebayani,di belakang itu berbahaya.

Cerdas dalam amanat pembukaan UUD ’45 memang masih belum spesifik mengatakan cerdas itu apa, parameternya apa, dan bagaimana cerdas itu. Paling tidak dengan apa yang menjadi ide dan wacana Ki Hajar Dewantara, kita bisa menggali bagaimana cerdas itu semestinya.

Di depan itu sebagai panutan dan pedoman melangkah bagi yang ada di belakang dan belakangnya lagi.Beberapa saat ini, bangsa ini patut berbangga bahwa makin banyak orang baik dan bisa dijadikan teladan dan contoh berperilaku. Cerdas seperti Pak Habibie, Gus Dur, Prof. Yohanes Surya dan tentu banyak lagi yang bisa menjadi kebanggaan dan keteladanan.  Pimpinan daerah mulai muncul dan unjuk gigi dalam mengelola daerah khususnya dan negara pada umumnya. Patut disyukuri bahwa hampir merata, paling tidak sudah semua pulau besar ada pemimpin visioner dan membawa geliat perubahan yang bisa dirasakan masyarakat di sana. Soal masalah, mengenai pejabat tinggi, peradilan tinggi, lembaga tinggi masih bermental maling tidak perlu menenggelamkan prestasi yang ada dan dicapai oleh banyak pihak.

Di tengah itu bisa memotivasi bawahan dan menyemangati atasan. Pemimpin yang baik itu, bisa menjadi anak buah yang tidak kalah baiknya. Pemimpin daerah yang jempolan itu bisa membangkitkan masyarakatnya untuk maju, namun juga memberikan inspirasi dan dukungan bagi kemajuan bagi atasannya baik langsung ataupun tidak langsung. Semangatnya bukan hanya ke bawah namun juga bisa berbagi dan bekerjasama dengan rekan dan sesama yang perlu bantuan. Masih adayang bersikap menekan ke bawah dan menjilat ke atas, pelan namun pasti bisa diatasi dan akan berkurang. Sikap manggut-manggut di depan atasan dan memberikan pantat di belakang juga masih ada, namun bukan lagi dominan.

Ikut serta dengan setia dan menjaga gerak langkah yang harmoni. Tut Wuri Handayanibukan perkara mudah bagi orang bodoh. Namun bangsa besar yang cerdas meskipun anak buah, masyarakat biasa, dan tidak punya apa-apa untuk diberikan tetap berkontribusi bagi bangsa dan negara. Memberikan diri sepanjang kemampuan dan kesempatan. Bisa pula memberikan masukan dan kritik bagi yang ada di depannya atasanya, dan pemimpinannya. Kritik bukan berarti hujat dan cela. Kita harus bisa membedakan kritik dan cela. Kritik itu ada unsur membangun dan memberikan solusi atau meminta perubahan. Cela itu hanya melihat kejelekan saja sama sekali tidak berdasar dan tanpa memberikan bantuan apapun. Tentunya berbeda antara mengritik dan mencela. Sering bahwa ada orang mencela dengan menggunakan kata kritik hanya untuk berlindung semata. Meskipun masih banyak anak buah, rakyat yang apatis, abai, dan mau cari enak sendiri, pelan namun pasti akan ada perubahan menjadi lebih baik ke depannya.

Ki Hajar  Dewantara, maafkan kami jika kami belum bisa menyenangkanmu, memuaskanmu, dan membuatmu bangga. Perjuanganmu yang mengusahakan pendidikan untuk kami, malah kami salah gunakan. Di atas kami maling, di tengah kami jegali atasan dan menindas bawahan, dan di belakang kami Cuma meminta, mengeluh, dan mencaci maki tidak karuan, meskipun kami mampu namun kami tidak mau berubah. Pendidikan yang kami miliki malah kami perjualbelikan, mahal tidak ketulungan, dan ijazah pun bisa kami pilih dengan uang kami. Gelar berderet-deret namun nir ilmu dan etika. Orang berpendidikan namun nyolong dan menggerogoti anggaran tanpa merasa bersalah. Menjadi tahanan KPK karena nyolong berlaku seperti tahanan pejuang kemerdekaan saja. Gelar sarjana hukum hingga puncak, namun maling tanpa malu. Guru tidak takut dosa dan malu menganjurkan muridnya bekerjasama dalam ujian. Demi lulus 100%, soal kualitas nanti dulu. Maafkan kami Ki kalau kami menyia-nyiakan apa yang telah Ki perjuangkan selama ini, kepandaian untuk mencari keuntungan sendiri dan mengadali yang tidak tahu.

Selamat Hari Pendidikan

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun