Petinggi BNN hingga Pejabat MA, antara Negara Gagal, Pembiaran, atau Sebuah Harapan
Tidak tahu harus mengatakan apa dengan kejadian demi kejadian hari-hari ini. korupsi belum juga mereka, badai narkoba menguak jati diri aslinya. Korupsi sangat kronis hingga menyerang sendi-sendi terdalam peradilan. Kini aroma busuk mudahnya terpidana, tersangka, lari ke luar negeri, sesaat saja surat cekal itu dikirim, ternyata makin terkuak. Menang kalah dalam peradilan seperti yoyo bisa menang di pengadilan satu namun kalah di pengadilan lain, seperti calon pimpinan daerah saja. Pindah tempat beda hasil. Setali tiga uang, sebelas dua belas adalah narkoba, tidak heran satu ditangkap seribu jualan masuk penjara masih juga berpesta.
Noda BNN dan yang Sejenis
Belum lupa tentunya polisi bidang narkoba kepolisian Sumut yang ditangkap di Malaysia dan tenyata memiliki istri seorang mantan istri (atau masih istri ) bandar narkoba. Beberapa hari lalu, ada kepala BNNP Malut yang tertangkap anak buahnya sendiri di sebuah tempat hiburan malam. Perlu tindaklanjut mendalam. Hari-hari ini, kasatnarkoba polres di Sumut lagi-lagi menerima suap 2 M lebih dan di tabungannya ada 8 M. Tidak heran pemberantasa narkoba seperti jalan di tempat karena model-model pejabat di bidang yang menangangi telah “terbeli.” Melengkapi dari pejabat dan aparat yang telah terbiasa mengonsumsi hal yang sejenis.
MA Puncak Gunung Es Kekacauan Peradilan
Hampir di dalam waktu yang bersamaan, pengadilan negeri dan MA menyuguhkan drama, lagi-lagi suap. Pegawai pengadilan negeri ditangkap karena kemungkinan menerima suap, demikian juga petinggi MA yang memiliki kekayaan luar biasa dan bergaya hidup mewah yang diduga dikumpulkan dengan tidak semestinya. Aroma tidak sedap dengan lambatnya surat keputusan yang tertunda-tunda, larinya pelaku kejahatan hanya dalam waktu yang sangat singkat sebelum surat cegah mereka keluar, atau hukuman yang sangat tidak adil bagi masyarakat, mulai terpampang penyebabnya.
Gaya Hidup Mewah.
Hal ini sebenarnya tidak ada yang salah. Persoalan timbul kalau hal itu dibangun dari suap, kolusi, maling anggaran negara. Pejabat hidup mewah bisa sebagai simbol kemajuan dan kesejahteraan yang tinggi, asal dialami juga oleh seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana hal ini ada di negara ini, apa sudah lebih banyak yang berkecukupan atau paling tidak, kemiskinan sudah kecil? Ini tanda persoalan karena yang miskin makin miskin sedangkan yang kaya makin merajalela, gaji, insentif, bonus, tambahan ini itu, tunjangan demi tunjangan, masih maling dan ada yang makan sehari saja belum tentu bisa. Hidup mewah itu tidak salah, yang salah adalah cara mendapatkan kemewahan itu.
Negara Gagal.
Sangat ironis, tragis, dan berlebihan bagi saya, hal ini hanya karena pembiaran selama ini. Lihat bagaimana narkoba itu bisa masuk dari mana-mana dengan leluasa. Apakah ini baru hari ini? Tentu tidak. Dari Belanda pun sabu bisa masuk ke sini, apalagi tetangga samping rumah Malaysia, yang agak jauh dari China pun masuk. Demikian juga soal peradilan yang kacau itu. Apa itu baru kemarin sore? Jelas saja tidak. Tidak mungkin uang sepuluh M hanya setahun dua tahun sangat lama.
Apa yang Perlu Dilakukan?
Budaya malu kaya bukan harta yang semestinya
Dokter Lo, seorang dokter di Solo, mengratiskan pasiennya termasuk obat, ia diminta bapaknya kalau mau kaya, jadilah pedagang, masa itu, kalau sekarang ya pengusaha. Berbeda zaman ini, gaji jelas jumlahnya namun kekayaan banyak bisa dengan gagah perkasa dan tidak malu tetap saja jalan. Disidang karena maling eh berlagak seperti tahanan politik
Budaya pengabdian, kekayaan itu bonus
Susah memang kalau mengatakan pengabdian, sedangkan budaya materi mengepung. Namun hal ini bukan hal yang mustahil, termasuk pendidikan tidak mengedepankan hasil, namun proses yang jujur dan kerja keras di sana. Lingkaran setan dari dari pendidikan masuk kerja lembaga negara selalu beraroma suap dan kolutif.
Pembuktian terbalik
Hal ini sampai pesta monyet tidak akan bisa, akan tercipta jika budaya malu itu sudah tumbuh, sekarang, mana malu, malah bangga. Jika malu, pasti UU pembuktian terbalik akan menjadi kebanggaan, kapan ya bangsa ini malu maling dan bangga kalau jujur meskipun sederhana?
Penegakan hukum menyeluruh dan tegas
Setali tiga uang dengan pembuktian terbalik. Karena pelaku kejahatan termasuk di dalamnya penegak hukum.
Harapan itu Ada
Makin banyak pejabat yang jujur dan mau maju demi bangsa dan negara. Harapan tetap harus ada, sehingga kemajuan tercapai. Apa buktinya? Salah satu adalah makin gencarnya penangkapan demi penangkapan. Dukungan yang mengalir deras. Dan lembaga yang awalnya dipakai sebagai agen untuk membiarkan maling berkeliaran eh malah menjadi panglima di dalam memberantas maling. Waktu dan kesabaran juga menjadi penting.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H