Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bupati Terjerat Narkoba, Pelaku Sebagai Korban, dan Gerbang Indonesia Baru

21 Maret 2016   07:19 Diperbarui: 21 Maret 2016   07:37 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bupati yang sangat muda, kaya, dan moncer prestasi dan karir politiknya. Mentah atau tidak bukan halangan di mana demokrasi latihan ini ada. Berita yang ada menyatakan kalau Pak Bupati telah menggunakan narkoba sejak masa kuliah, meskipun belum ada pernyataan resmi antara ya atau tidak, namun hampir pasti bahwa itu sudah lama. Mengapa korban? Korban apa? Korban dari orang tua. Kekayaan yang luar biasa, usai di bawah kepala tiga, dengan dua digit M bukan barang banyak di Indonesia. Kesuksesan dari mana coba. 

Usaha apa yang telah ia geluti? Beda kalau memang ada usaha sendiri, tentu ia tidak akan menghambur-hamburkan uang dengan menyia-nyiakan dengan main narkoba begitu. Lihat, jarang pemakain obat itu uang yang dicari dengan susah payah, selain orang frustasi. Kekayaan yang diusahakan tentu sayang dihambur-hamburkan. Orang tua mendidik di dalam kemanjaan dan kemewahan. Tidak diajar untuk bertanggung jawab untuk diri sendiri. Sulit melihat bahwa pribadi ini merupakan pemuda yang bertanggung jawab akan diri sendiri. 

Bagaimana mereka bisa bertanggung jawab akan kabupatennya. Apakah berlebihan jika sekiranya dibuka masa lalunya, pendidikan, sekolah, pekerjaan rumah, tempat bermain, akan lebih mengarah kepada kesenangan sendiri dan kemewahan yang “lepas” dari akar sekitarnya. Jadi bupati, yakin bukan keinginan dia sendiri. Melihat diawal saja sudah berkecimpung dalam narkoba, mau tidak mau bahwa ia tertekan. Tertekan dari apa? jelas ada pihak yang memaksakan untuk menjadi bupati. 

Siapa? Jelas saja orang tuanya. Sangat kecil kalau dia sendiri yang punya keinginan dan cita-cita untuk menjadi bupati. Susah menemukan titik di mana dia bangga untuk mengabdi menjadi bupati. Selanjutnya, mengapa? Apakah ada agenda yang ingin diraih, disembunyikan, atau ingin kekuasaan terus menerus di genggaman sendiri? Apakah juga terlalu berlebihan jika, kasus ini sebenarnya menjadi pintu gerbang bagi Indonesia Baru dengan menyelesaikan secara mendasar, menyeluruh, dan tidak kompromi atas catatan yang ada. Pertama, soal test kesehatan. Meskipun IDI telah menyatakan sesuai prosedur (negara prosedur memang di sini), akan terbantahkan ketika hasil dari laboratorium narkoba menyatakan telah lama mengonsumsi. 

Tentunya pengakuan dari tersangka dan kawan-kawannya akan menguatkan ada persoalan test kesehatan. Ingat ini bukan soal hanya test untuk cakada, namun juga test selesksi sekolah ikatan dinas, TNI-Polri, dan aneka test kesehatan, dan juga psikologi. Kedua, soal ada apa yang hendak dilindungi oleh keluarga yang hendak membangun kerajaan kecil ini. Praduga tak bersalah perlu disingkirkan dan justru praduga bersalah untuk membuktikan bagaimana hasil kekayaannya, dan mereka. Bagaimana pemuda ini memiliki harta 20 M dan bapaknya dalam hitungan T dan merupakan bupati terkaya. Bukan soal tidak boleh kaya, kalau memang sah tidak masalah dan bisa dipulihkan. 

Ingat bagaimana kerabat bupati Bangkalan. Dalih pra duga tak bersalah sudah usang dan membebani negara. Ketiga, ada batasan usia bagi kepala daerah, berkaitan dengan pengalaman dan kualitas. Bagaimana abg labil hanya karena memiliki modal dan bisa menarik massa kemudian bisa menjadi pejabat. Perlu batasan agar orang mau memimpin wilayah tentu mampu memimpin diri sendiri dulu. Keempat, tidak ada yang salah dengan dinasti, asal berkualitas dan memang teruji. 

Bagaimana ujiannya? Jelas saja dari pendidikan, selidiki benar-benar bukan membeli, meskipun bukan jaminan satu-satunya. Jika tidak berpendidikan namun memiliki pengalaman dan kesuksesan mengapa tidak? Jaminan bukan hanya soal kertas dan lembaran pengalaman ini itu. Kelima, adakah politik uang di sana, mengapa dia bisa menang pilkada, apakah benar-benar prestasi atau “membeli” suara. Tentunya bisa menjadi awal bagi demokrasi yang lebih baik, bukan hanya demokrasi akal-akalan dan jual beli suara. Keenam, pembuktian terbalik bagi pelaku korupsi, bukan hanya laporan harta kekayaan, bagi yang ditengarai ada transaksi mencurigakan, perlu diklarifikasi secara mendalam bukan hanya formalitas dan bantahan diterima begitu saja seperti selama ini. 

Bukan mau mengurus hal yang privat namun mengerti bagaimana kejujuran pejabat publik mengenai harta yang dimiliki. Ketujuh, ungkap semua yang terlibat di dalam narkobanya. Selain itu juga potensi pelanggaran hukum yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai pejabat publik mulai dari pencalonan, persyaratan, proses pemilihan, hingga tertangkap tangan pesta narkoba. Semua yang terlibat di dalam pesta tersebut. Pihak-pihak yang menghalang-halangi BNN masuk rumah. Kemauan berubah dan revolusi mental bukan hanya program dan nama kementerian semata, namun benar-benar dilakukan. Lintas kementrian bisa bekerja sama untuk ini. 

ijazah jelas mendiknas dan menteri ristek dan pendidikan tinggi, menkeri kesehatan, menteri dalam negeri, menteri PAN-RB dan lainnya. Tidak dipetieskan dan berhenti pada satu saja oknum bupati ini, BNN harus didukung oleh mendagri dan jajaran untuk meminta seluruh jajaran di daerah melakukan test darah bukan hanya urin. Mendesak agar kinerjanya bisa meningkat, jangan-jangan ndableg, bebal, dan seperti tidak tahu tugas selama ini karena terpengaruh narkoba. Dia sebagai pribadi dewasa memang harus bertanggung jawab di muka hukum dan sosial meskipun terkungkung di dalam kekerdilan diri. Negara tidak boleh abai akan perilaku orang tua yang semena-mena memaksakan kehendak. Pendidikan yang membebaskan dan berani mengatakan apa yang menjadi kerinduan dan keinginan anak perlu lebih dikembangkan. Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun