DPD, Nyaris Tak Terdengar, Sekalinya Rebutan Kursi
Apa peran dan fungsi DPD? Jelas saja web DPD dan buku ajar anak sekolah dasar akan menjabarkannya dengan jelas di sana. Namun apakah benar bisa terjadi? Lembaga hasil reformasi yang satu ini relatif aman, hanya sekali PKB meneriakan pembubaran, namun sama sekali tidak ada gaung. Jauh berbeda kala berhadapan dengan KPK, yang sama-sama produk post reformasi. Kinerja jangan ditanyakan kiprah kedua lembaga itu, jangan-jangan masih banyak rakyat yang tidak tahu DPD lho, sedang KPK jarang yang tidak tahu.
Fungsi DPD sendiri, seperti sub ordinasi DPR, di dalam usulan soal legeslasi. Lho, kalau begini harus lewat DPR baru mereka itu bisa bergerak, melihat kenakalan anak TK yang satu ini, bisa-bisa hilang lenyap kalau idenya membelenggu DPR, atau akan hilang lenyap peran DPD dan diklaim ide dewan yang kanak-kanak itu.
Beberapa hal yang bisa lebih diharapkan kiprah DPD dibandingkan kakak kandung yang tidak pernah dewasa itu:
Pertama, keunggulan, nilai tambah, point positif DPD:
· Wakil daerah, relatif belum terkontaminasi uang. Hampir semua sepakat bahwa parpol telah kotor oleh permainan uang. Pemilihan, jabatan, dan apapun urusannya dengan uang. DPD relatif lebih aman dan bersih dari semua itu.
· Wakil daerah, bisa terus bukan pada orang, namun sistem. Beda dengan wakil politik, daerah hanya dicomot dan diingat kala pemilu. Sistem yang bekerja, ganti orang pun tidak masalah, asal organisasi itu masih ada.
· Bisa lebih obyektif karena pilihan rakyat langsung bukan parpol, tidak ada yang memonitor dan mengontrol seperti dewan. Ancaman PAW tentu lebih kecil, kecuali soal susila, kesehatan, atau maling (kriminal).
· Lebih leluasa, tidak rebutan jabatan dan pekerjaan di partai. Minimal orang partai ada tiga jabatan, pekerjaan, di partai, dan sisa-sisa tenaga di dewan. Minimal pekerjaannya hanya dua, di DPD dan pekerjaannya yang masih banyak belum dilepas.
· Jembatan daerah dan pusat, selama ini dewan tidak bisa diharapkan selain kepentingan parpol saja. Jalur alternatif selain jalur utama lewat birokrasi pemerintahan. Tentu jalur alternatif ini memegang peran penting dan ini yang perlu digencarkan peran DPD, apalagi daerah yang masih butuh banyak bantuan dari pusat.
Kedua, titik lemah DPD:
· Kurang terdengar, jelas saja karena masih ada di bawah bayang-bayang DPR, kecuali beberapa pribadi seperti sang ketua yang sempat ikut konvensi capres dari salah satu parpol. Kontribusi mereka masih nyaris tidak terdengar, malah khabar besarnya rebutan kursi.
· Posisi yang masih belum dikedepankan, dan kurang strategis. Memajukan perundangan lewat DPR, seperti di atas, hilang dengan berbagai alasan (atau memang belum melakukan?) Meskipun sejajar, tetap saja di bawah DPR, seolah anak tiri dan anak angkat saja.
· Mereka sendiri tidak bisa menarik animo masyarakat untuk melirik ke lembaga mereka. Tanggapan atas isu-isu terbaru dan hangat tidak perlu menunggu wartawan, kirim ke media apa yang menjadi pemikiran kalau bisa juga solusi, akan cepat dilirik media, dan tentunya masyarakat.
· Pindahan dari parpol, yo sami mawon kebiasaannya. Hanya dengar kata parpol bukan daerah. Perlu cuci otak kelompok ini.
Apa yang kiranya bisa dilakukan:
· Persoalan daerah mereka jauh lebih tahu dan mendalam, soal UU daaerah, soal kesulitan dan apa yang perlu bagi daerah, itu muaranya pada mereka. DPR akan bisa dipastikan mewakili partai bukan daerah, ini point penting bagi kinerja DPD yang akan membuat semua melirik mereka.
· Masalah-masalah daerah itu banyak, bejibun, sedang kepada daerahnya mangkrak, karena kekenyangan atau tidak tahu apa yang harus dibuat, atau asyik cari balik modal, lha DPD lah yang memberikan bantuan untuk pembangunan di daerah bisa diusulkan lewat kementerian. Resmi lho ya, bukan karena kedekatan relasional, apa bedanya dengan dewan yang ujungnya maling itu? Inisiatif tentu penting dan memegang kendali untuk ini.
· Kedudukan tentu akan lebih banyak di daerah, di pusat hanya moment-moment tertentu, lha buat apa di Jakarta sana, sedang yang diwakili dari daerah kog. Di Jakarta hanya koordinasi antaranggota dan ketika ada perjumpaan dengan kolega dari kementrian dan dewan tentunya.
Coba berapa saja anggaran yang “nyaris tidak terpakai ini”, sedang Densus 88, KPK, yang kerja keras merasa anggaran sangat terbatas. Zaman modern itu salah satunya adalah efisiensi dan efektifitas. Apakah selama ini lembaga ini sudah begitu? Coba kemarin itu berkelahi dan bertikai untuk kepentingan daerah, misalnya bagaimana Riau itu tidak lagi kebakaran terus atau biar Papua bisa aman, keren bukan, eh malah rebutan kursi yang ujung-ujungnya doit dan fasilitas. Ternyata mereka itu cari kerja, lha rakyat juga masih banyak yang nganggur, Tor....
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H