Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Labora Sitorus, Gayus Tambunan, Setya Novanto, dan Riza Chalid yang Liat Beda Muara

10 Maret 2016   06:21 Diperbarui: 10 Maret 2016   07:19 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Labora Sitorus, Gayus Tambunan, Setya Novanto, dan Riza Chalid yang Liat Beda Muara

Empat pribadi fenomena beda masa namun tentu masih hangat dalam ingatan bangsa ini. Keempat  orang yang berbeda era, namun memiliki persamaan prestasi. Mereka kaya raya dan sukses di bidang masing-masing. Labora di bidang kepolisian, Gayus diperpajakan, Setya Novanto di legeslatif dan sampai puncak karir, serta Riza pengusaha level internasional.

Dua aparat negara ini telah mendapatkan status terpidana peradilan dan dengan penuh dinamika menjadi cerita.  Berbeda dengan dua senior mereka ini, meskipun belum terpidana, namun mereka tentunya telah mendapatkan label yang jauh lebih berat di hadapan rakyat Indonesia. Hemat saya sangat sedikit yang mau menyatakan bahwa Setya Novanto dan Riza Chalid sebagai orang yang bersih. Apa artinya? Bahwa meskipun kedua di depan sebagai pesakitan di penjara dan dua di luar dengan leluasa namun sebenarnya sama saja, hanya beda muara.

Labora Sitorus

Perwira pertama di kepolisian namun sukses luar biasa di usaha kayu dari belantara Papua.  Transaksi yang hingga trilyunan rupiah, tanpa ada pihak-pihak terkait tentu sangat susah untuk bisa dipercaya. Apakah mungkin pangkat biasa demikian bisa mengelola usaha dengan angka luar biasa begitu. Kayu dan hutan tentu bukan bisnis yang udah dan murah. Suap dan kongkalikong yang panjang dan luas telah menjadi biasa. Tidak heran, ketika telah dipidanapun bisa “bebas” dengan usahanya, malah makin berkembang dan makin besar. Penangkapan sangat susah dengan adanya “pembela” baik pengacara hukum dan juga “preman” seragam ataupun sebenarnya. dipersidangan pun terdakwa ini bisa dibawa pergi oleh para “karyawannya”. Sangat mungkin bahwa perwira ini menjadi boneka saja dan bukan sebagai satu-satunya pelaku di dalam bisnis besarnya. Bisa saja miliknya, namun apakah demikian saja bisa lolos dalam berbagai kasusnya? Tidak adakah pihak lain yang bermain di balik ini semua. Bisa dibawa dari pengadilan, bisa izin berobat dan tidak balik, masih berjalan operasional usahanya,  dan ratusan aparat terlatih saja tidak bisa menangkap. Selain gertakan seorang menko baru membuatnya menyerahkan diri. Hebat bukan perwira maaf bawah saja harus sekelas menko yang mengultimatum.

Gayus T

Wah ini tokoh muda paling fenomenal di Indonesia dan Kompasiana.  Mulai mau ditangkap hingga telah dipidana masih saja menyajikan cerita yang macam-macam. Menarik adalah ia melakukan permainan pajak, berarti ada wajib pajak yang ia atur sehingga negara dalam hal ini penerima pajak dirugikan. Mengapa seingat saya sama sekali tidak pernah ada wajib pajak yang dijadikan urusan penyuapan dan ngemplang pajak. Perilakunya yang bisa seenaknya, main ke Singapura, Bali, makan di luar, dan sejenisnya siapa orang di balik ini, sehingga bisa melakukan seenak udelnya begitu? Soal makan-makan pun menguap begitu saja hanya dengan memindahkan hotelnya, entah apa yang terjadi benar atau tidak pemindahan itu.

Setya Novanto

Apakah perilakunya yang begitu menghebohkan itu hanya sebatas melengserkannya dari kursi ketua dewan dan usai begitu saja? Heboh, energi yang tersedot untuk membicarakan hal ini, dan semua keriuhan itu usai begitu saja dengan turun satu level dari ketua dewan menjadi ketua fraksi. Coba kalau maling ayam akan di-sel biar tidak menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan, dan menekan saksi. Enak ya maling gaya Kura-Kura Hijau, masih bisa cengengesan dan melakukan banyak kejahatan yang lain. Polisi, jaksa, dan KPK semua diam terpaku tanpa ada yang bergerak. Apa saking takjub dan kagetnya melihat tabiat tanpa malu itu sehingga mereka semua kaku tanpa mampu melangkah?

Riza Chalid

Susah kalau membicarakan yang satu ini. Pengusaha dan usaha yang berjalan sekian lama tentu akan membawa pengaruh besar jika diurus dengan hukum yang semestinya. Keberadaannya saja tidak diketahui (pengakuan aparat, namun senyatanya sangat tidak mungkin melihat kemajuan iptek, bandingkan densus 88 yang sangat cekatan). Lebih susah lagi kelas dan reputasi internasional yang membuatnya bisa “bersembunyi” dengan leluasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun