Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akom: Test Urin Membuang-buang Anggaran Negara Saja, kalau Gak Menghasilkan, Namanya Apa?

5 Maret 2016   07:15 Diperbarui: 6 Maret 2016   09:10 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Test Urin Seharga Rp. 90.000,00 Per Orang Menghabiskan Aggaran? Ada apa? Bener soal boros atau ada orang besar yang pemakai?

Ketua dewan memang masih baru dan pecah fokus dengan ide untuk jadi ketum Golkar, masih ditimpa dan ditimpuk dengan banyak kasus memalukan, tidak heran salah komen. Indikasi ada oknum anggota dewan yang kena kasus narkoba, wacana test urin digulirkan, aneh bin ajaib tumben salah satu wakil ketua yang biasanya  sesat kali ini lempeng dan mendukung.

Sang ketua mengatakan kalau test urin bagi anggoa dewan hanya pemborosan dan membuang anggaran negara. Apakah benar demikian? Janganlah  cepat-cepat mengeluarkan dengan cepat dan bereaksi yang cenderung gegabah. Ketua BNN menyatakan beaya test urin pada kisaran Rp. 90.000,00, jika dikalikan 560 anggota dan staff dan keseluruhan yang terlibat di Kura-Kura Hijau tentu tidak sampai satu milyard.  Apakah uang senilai itu layak?

Layak dibandingkan:

1.       Anggota dewan yang tidur dalam sidang, apapun alasannya, jangan-jangan teler karena sakau atau sedang mabuk. Tentu jauh lebih mahal. Belum lagi ketika masih teler malah menyetujui undang-undang yang tidak jelas.

2.       Anggota dewan yang tidak pernah ngantor apalagi kerja di dewan namun daftar hadir penuh dan tentu saja gaji, honor, uang ini itu lancar masuk rekening masing-masing. Karena tidak kerja namun uang masuk, tentu tidak sayang untuk beli narkoba.

3.       Kecurigaan patut diterapkan ke dewan, uang tidak sah, akan berkaitan dengan perselingkuhan, pelacuran, narkoba, dan hiburan malam lainnya. Selama ini yang sudah terang benderang soal perputaran uang korupsi. Perselinkuhan beberapa kali terletupkan, soal narkoba masih rapi dan belum pernah, namun kemungkinan sangat besar ada di sana.

4.       Nama baik dewan, produk yang dihasilkan, dan kedudukan dewan yang strategis. Pemberantasan korupsi sangat sulit karena perangkat hukum dibuat oleh salah satunya dewan yang ternyata banyak diindikasikan dan terbukti tidak kalah buruknya di dalam kasus korupsi. Tidak heran perundang-undangannya mendukung untuk tidak diberantas. Keburukan lain berkaitan dengan narkoba, jangan-jangan produk perundangan pun terkontaminasi dari perilaku penyalahgunaan juga di sana.

5.       Darurat narkoba, namun sama sekali belum ada teriakan di dewan semisal kasus-kasus lain. Mengapa tidak pernah ada pemanggilan menkumham soal kalapas dan sipir yang berulang kali main mata dengan bandar narkoba. Terpidana mati yang mengulang-ulang tindakannya di lapas dan dewan diam seribu bahasa. Apakah berlebihan kalau ada tanya dan kecurigaan? Bagaimana reaksi mereka selama ini kalau ada “kesalahan” pemerintah yang tidak prinsip saja sudah bak kebakaran jenggot, komentar, panggil, dan tidak jarang mengancam untuk menggulingkan?

6.       Jangan-jangan selama ini komentar tidak nyambung, ngawur, tidak menjawab pertanyaan, asal saja itu ada di dalam pengaruh narkoba, mereka meracau bukan berpikir jernih. Jika demikian betapa malunya negara ini?

7.       Pecandu narkoba biasanya sudah tidak punya lagi malu. Lha mereka ini biasanya juga tidak punya malu. Pelaku kriminal, maling untuk memenuhi kebutuhan dalam membeli, lha semua ada di sana.

8.       Apakah akan tetap diam dan membandingkan nilainya beaya test urin dengan kebocoran, kesia-siaan yang telah mereka lakukan dan hasilkan selama ini?  Berapa saja dana untuk hidup hedonis mereka itu, kunker, beaya reses, gaji, honor, dan tetek bengek yang begitu banyaknya.

9.       Keberanian untuk menyatakan diri sebagaia apa adanya masih menjadi mimpi di siang bolong bagi lembaga tinggi negara ini. Lebih banyak menutup-nutupi dengan berbagai dalih bagi “nama baik” yang sejatinya jauh lebih busuk dan buruk.

10.   Lebih memboroskan beaya mana untuk sidang mahkamah dagelan, yang jangan-jangan juga dalam pengaruh narkoba, atau test urin sehingga, masih ada muka baik dewan. Maling jelas tidak bersih, kinerja jelas saja, harapannya dengan test ini, masih ada harapan bahwa memang bersih. Jika kotor jelas saja perlu melakukan tindak lanjut, sehingga negara ini makin baik ke depannya.

11.   Minim keteladanan, dewan bisa menjadi pioner sehingga bisa mendapatkan kepercayaan bangsa dan masyarakat sebagai lembaga yang berani, meskipun busuk selama ini bisa diabaikan karena keberanian yang berbeda selama ini.

12.   Apakah berlebihan kalau ada yang  menolak itu, justru dicurigai sebagai bagian utuh dalam perilaku penyalahgunaan narkoba. Persoalan narkoba telah begitu parah namun anggota Kura-Kura Hijau diam saja selama ini.

Mahal mana uang ke luar negeri bersama keluarga tanpa hasil, atau test urin namun bisa memetakan dengan jelas siapa pelaku penyalahguna narkoba dan bukan. Tentu tidak adil bagi yang benar-benar bekerja namun terlibas perilaku orang yang segelintir ini. uang tidak seberapa namun jelas memberikan jaminan nama baik bagi lembaga dan anggota yang memang baik adanya.

 

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun