Ivan Haz akhirnya merasakan dinginnya sel polisi. Kemarin usai pemeriksaan yang sempat tertunda karena mangkir, dan malah diperparah dengan rumor narkoba, akhirnya ia datang dan masuk tahanan. Nama besar bapaknya dan jabatannya tidak banyak menolong atas pertanggungjawabannya yang diduga melakukan kekerasan terhadap asisten rumah tangganya. Soal narkoba masih negatif.
Kita masih ingat juga, Masinton juga salah seorang anggota dewan yang terhormat diduga melakukan kekerasan terhadap asisten di kantornya. Gambar gadis dengan mata bengkak, menguar di berbagai media, baik media sosial, cetak, ataupun elektronik. Semua menguap dan konon berakhir damai dengan berbagai-bagai pertimbangan, yang jelas sama sekali polisi tidak pernah mengurus hal ini.
Sikap PDI-P dan PPP
Dua parpol kuno ini menunjukkan sikap yang jauh berbeda dan bertolak belakang. Sejak awal PDI-P mengajak dan mengarahkan hal ini sebagai kecelakaan agar bisa berakhir damai. Entah dengan intimidasi, entah dengan uang, entah dengan cara apa, yang jelas memang demikian akhirnya, bahwa dewan yang terhormat ini, ironisnya adalah anggota komisi hukum, eh melanggar hukum dan usai tidak ada khabarnya lagi.
Sikap PPP jelas berbeda, bagaimana mereka tidak membela namun menyerahkan penegak hukum untuk menyelesaikan hal tersebut. Tidak mengarahkan ke ranah yang lain (lepas dari faksi yang ada), yang jelas mereka bersikap netral dan taat hukum. Layak mendapatkan apresiasi.
Sikap terhadap kekerasan
Sikap terhadap kekerasan yang dipertontonkan oleh korban. Parpol jelas seperti di atas, sikap korban jelas penting ketika melaporkan kepada polisi dan tidak menyerah atas usaha pihak terduga yang tentu akan mengadakan segala upaya untuk dapat lolos. Maaf bukan merendahkan namun justru memberi apresiasi tinggi, seorang asisten rumah tangga lebih bermartabat dari staf ahli anggota dewan yang terhormat. Tentu pribadi yang jauh lebih berpendidikan, lebih memiliki akses pembelaan hukum, dan lebih tahu hak-hak yang bisa diperjuangkan. Namun sikapnya justru jauh berbeda dan bertolak belakang. Ini zaman modern bukan zaman kolonialisme yang menekan, merugikan, dan melakukan tindakan semena-mena kepada “pembantunya” adalah boleh.
Kesadaran akan perilaku yang menimpa perempuan
Zaman berubah, sikap masih sama saja. Menarik sikap yang diambil Dita dan T, sama-sama mendapatkan kekerasan, namun pilihannya jauh dan bahkan bertolak belakang. Kalau berpikir soal daya, tentu menang Dita, namun pilihannya justru berbalik. T yang tentu sangat terbatas berani menuntut hingga Ivan masuk sel polisi. Minimal memberikan tekanan kepada pejabat teras bangsa ini untuk makin berperilaku baik dan tidak mengandalkan nama diri.
Anggota dewan yang mengatakan dan mengklaim diri sebagai terhormat dan sebagian malah yang mulai, namun perilakunya memalukan. Berkelahi di ruang sidang masih bisa lah ditolerir, kalau menghajar perempuan, yang posisinya lemah karena pegawainya, dan tentu kalah segalanya, apa tidak memalukan. Lebih memalukan lagi ketika diselesaikan dengan “menyuap” dengan berbagai cara dan berakhir damai atau menguap. Lebih tragis lagi, kalau menghadapi penegak hukum dalam dengar pendapat dengan penegak hukum paling keras dan paling suci, sedangkan perilakunya sangat memalukan, eh bisa lepas dan malah banyak mendapatkan pembelaan. Sikap tahu diri dan tahu malu sangat penting.
Hati-hati PDI-P, menang pileg kemarin karena sosok-sosok yang bisa saja pemilu nanti pindah, sikap partai yang mendua seperti ini, membela mati-matian perilaku buruk oknum yang disenangi, sedangkan yang tidak dekat kekuasaan dibiarkan, sikap menghadapi korupsi yang tidak jelas bahkan cenderung negatif, berperilaku oposisi terhadap pemerintahan, bisa menjadi blunder yang fatal, bisa dilihat kalahnya basis dan kandang banteng dalam pilkada serentak kemarin. Bisa berkata secara persentase menang dan di atas prediksi, namun itu bersama partai lain. Pemilu berbeda. Jika sikap masih seperti ini terus jangan kaget nanti menjadi partai gurem.
Kekerasan apapun bentuknya tidak lagi zamannya. Mana komnas HAM yang sering teriak di Kalijodo dan narkoba serta terorisme? Kog diam? Asisten baik di rumah dan kantor itu juga manusia, bukan barang memang itu zaman penjajahan? Kekuasaan dan materi bukan segalanya.
Penegakan hukum yang masih tebang pilih juga masih kuat. Perilaku dua orang yang sama-sama anggota dewan, sikap yang berbeda. Dalih berbagai hal pasti akan dinyatakan, yang jelas tetap berbeda.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H