Media itu sangat berperan bagi pembelajaran, jangan sampai anak-anak diajari untuk iri, dengki, dendam, berpikir sempit, picik, dan licik, gegara menggenakan pakaian atau istilah agama menjadi tertutupi. Siasat demikian selalu dipakai dan diterima begitu saja. Kembali tahu berborak yang dimakan anak.
Apakah niat baik melindungi anak ini benar atau hanya untuk memperlihatkan taring, sedangkan menghadapi korporasi yang menghasilkan hiburan yang tidak pernah beranjak, lemah?. Judul berganti, pemain sama hanya ganti nama, setting masih identik, dan itu berulang-ulang dari waktu ke waktu.
Hampir semua tontonan, menampilkan kemewahan, budaya instan, hedonis, dan itu dibayangkan sebagai nyata bagi kalangan remaja dan muda awal. Apa yang terjadi adalah frustasi, perlawanan kepada orang tua, guru, menekan rekan dan yang di bawahnya, lupa tata krama dan etika.
Peringkat, iklan, dan banyaknya penonton yang sering menjadi tolok ukur dan itu beroreintasi akan uang. Masih abai dan tidak begitu peduli akan isi, sehingga jelek seperti apapun asal masih mendulang iklan dan penonton, tetap saja lanjut.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H