Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jokowi itulah Teroris Sejatinya dan Sepuluh Faktanya

16 Januari 2016   07:30 Diperbarui: 16 Januari 2016   09:03 2842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Teror pada dasarnya menciptakan ketakutan dan kecemasan yang berkepanjangan. Berbeda aksi Daesh kemarin yang malah ditertawakan dengan berbagai macam, ada yang memplesetkan Sarinah dengan Suriah, bom dengan petasan, teror bom malah ngopi, ngemil kacang, dan bakar sate. Ada pula yang membandingkan ketakutan bom sama sekali tidak berbanding dengan istri cerewet, matre, dan takut debt collektor. Pokoknya gagal total ketika dikatakan dengan canda tawa, bahwa tidak ada yang takut dengan itu semua. Teror kalah oleh teroris yang lebih besar tentunya, bukti pertama Jokowi terorisnya.

Kedua, tidak akan ada perselisihan antara lover dan hater, kalau saja Pak Jokowi tetap jadi pengusaha mebel. Negara tidak gaduh, berjalan sebagai mana adanya. Presiden pilihan, kehidupan sama saja, tidak perlu repot harus ini itu yang merepotkan seperti sekarang. Naik kereta dengan berebut pun bahagia kog. Tidak ada BPJS juga gak banyak yang mati, gak pernah diblusuki presiden juga rkyat masih hidup, gak swasembada beras masih juga bisa makan dan membuang-buang, merepotkan, teroriskan, menciptakan kegaduhan.

Bukti ketiga, konon, Pak Reza itu telah bekawan dengan pangeran berwarsa lalu, nyatanya masih saja mampu mengimporkan BBM untuk seluruh rakyat Indonesia, gak ada yang protes, mengapa harus dibantai sang pengusaha baik hati itu. Kasihan beliau harus meninggalkan negara tercintanya. Negara yang dibela dengan cucuran minyak malah disia-siakan hingga tidak jelas hingga hari ini.

Golkar dan P3 meraskan teror yang diciptakan Pak Jokowi. Minimal Golkar lah, kalau P3 sih anak manis, yang selalu menurut dan tidak banyak ulah.Golkar yang selalu berjaya di empat puluh tahun lebih merasa terteror. Gelisah tidak karuan. Lha bagaimana tidak pemimpinnya yang sedang berusaha meminta bantuan bencana alam malah ditekan dan dikatakan hanya utang saja dan harus dibayar di kemudian. Tentu tidak bisa nyenyak dalam bobo dan memimpn partai dengan penuh kecemasan. Bukti keempat, tidak bisa dibantah lagi.

Kelima, ini fakta. Coba saja cakapolri itu dibiarkan seperti biasanya, mengapa harus dicek dan ricek segala, panggil saja sambil pakai karpet merah seperti di Piala Oscar, rakyat senang, media girang, petinggi negeri tenteram, gak masalah, rakyat juga gak ada beda kog dengan pimpinan A atau B. Lha ini malah gak mau, yang membuatnya dimaki-maki, dikatakan sarap, keras kepala, dan kerempeng gak tahu diri. Lha malah dilawan, coba kalau bukan nyali teroris kan gak akan berani.

Menteri dan dewan itu biasa, dan bahkan bangga saling maling dan memberikan upeti satu sama lain. Mengapa pilih orang yang tidak bisa diajak begituan. Keresahan timbul di gedung kura-kura. Perut mules si kura-kura itu, tidak heran mereka meradang dan bak kura-kura buta dan berjalan seenak udelnya. Berikan saja 7 T untuk gedung baru, setiap anggota 20 M dan semua lancar. Pemerintahan dipuji-puji, rakyat juga sudah biasa kog demikian, nyatanya menteri dan dewan yang sekawan masuk bareng-bareng. Rakyat juga masih percaya dengan mereka (Demokrat lho, komisi ESDM dan menteri ESDM sidang bareng-bareng). Gaduh kan mengubah kebiasaan, bukti keenam.

Ketujuh, pangeran-pangeran negeri ini selalu bangga dekat dengan artis dan mobil mewah, eh malah didik anak-anaknya sederhana. Tidak heran menimbulkan kecemasan karena banyak yang terganggu dan terusik dengan kebiasaan sederhananya ini.

Kedelapan, BBM mahal itu biasa, mengapa dinaikturunkan, membuat gaduh saja. Alasan untuk bangun jalan dan infrastruktur, lha jalan rusak saja mobil dari jutaan hingga milyaran tetap jalan, nyantai saja juga.  Alasan yang tidak berlaku untuk mayoritas elit. Gaduh lagi kan, bukan kenyamanan bekerja. Bukti teroris yang berhasil mengusik kemapanan.

Mengapa susah-susah menyatakan revolusi mental, ide-ide perbaikan, malah membuat komentar sinting, bodoh, kasihan kan orang baik-baik menjadi penghujat dan penghina. Ada doktor yang masuk bui karena terusik tabiatnya. Mosok dosen di pulau lain bisa domisili di nusa yang lain dan jauh pula. Memang bisa gajinya untuk nglajo seribuan kilo meter? Karena terusik banyak orang jadi gak tenang, tidak kaget ada yang menuduh semua hal karena Jokowi, salawi. Bukti kesembilan terbukti.

Ada bom meledak, polisi baku tembak, kog malah didatangi. Beda lho dengan yang dulu, baru saja ada photo dengan pistol dijidat sudah mengadakan konpres. Malah datang, kerempeng begitu, coba kalau dilempar nanas, apa tidak kacau.

 

Daesh yang amat ditakuti dari USA hingga KSA, dari Rusia hingga India, katanya 40 negara dengan dana tak terhingga, eh kalah. Malah ditertawakan. Coba teroris macam mana yang bisa membuat Daesh, duduk diam, tidak bangga sebagaimana biasanya. Terorisnya kalah cerdas dan besar.

Salam Damai

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun