Bom dan teror baru saja terjadi. Kejadian yang mengiris hati namun juga mengusik untuk melihat beberapa hal aneh bagi beberapa anak negeri.
·        Menonton apapun kejadian.
Kerumunan massa yang dimaui teroris langsung tersaji, ketika ada ledakan bukannya dijauhi malah didatangi. Pelaku menyaru jadi masyarakat sipil, dan bisa melakukan aksinya dengan leluasa. Beda dengan polisi yang khawatir menembak masyarakat, tentu menjaid persoalan lain, soal nyali, dan keterampilan pula. Selalu demikian, kebiasaan masyarakat kita. Kecelakaan lalu lintas, pembunuhan, anak jatuh di parit, atau apalah semua jadi tontonan. Apakah haus hiburan, sehingga apapun dianggap sebagai hiburan? Sejatinya tidak juga, pengin tahu, rasa ingin tahu yang berlebihan namun tidak pada tempatnya.
·        Wisata bencana yang marak akhir-akhir ini.
Wisata bencana, ini bukan istilah wakil ketua dewan, namun beberapa tahun ini menjadi tren. Masih ingat tentu tentang beberapa kaum muda yang terlanda awan panas di Sinabung karena mau berfoto pas ada letusan. Naik ke daerah yang telah ditutup. Merekam ketika ada aliran lahar, banjir bandang, dan tanah longsor. Beberapa hal, memang ada yang bernuansa legenda, klenik, atau apalah yang bisa saja mengganggu masyarakat setempat. Di kawasan sekitar Gunung Merapi, ada kepercayaan setempat, tidak boleh menunjuk ke arah lahar panas dan juga mengatakan ada api. Pantangan, namun beberapa saat ini, itu adalah momen dan pose terbaik di muka bumi, dan dipilih oleh banyak orang.
·        Berbuat baik belum tentu tepat
Berbuat baik belum tentu tepat dan membantu. Misalnya membantu orang yang kecelakan. Karena pengetahuan kita terbatas malah membuat korban bisa lebih parah. Mengerumuni juga membuat makin pengab dan malah membuat kondisi makin buruk tentunya. Bijaksana tidak perlu datang kalau tidak bisa memberikan bantuan yang benar-benar membantu, bukan malah merugikan. Inisiatif yang tidak dibarengi dengan kemampuan justru bisa membuat keadaan lebih buruk.
·        Bukan membantu malah mengganggu
Kita tentu tahu banyak gang sempit yang dihuni oleh begitu banyak penduduk, sehingga tercipta hunian yang sangat padat. Kebakaran sering terjadi, apa yang terjadi banyak penonton yang menghalangi jalan, sehingga kebakaran menjadi besar. Pernah kejadian kecelakaan angkutan jalan, petugas  susah membantu dan melakukan pertolongan karena padatnya penonton. Korban sia-sia karena sikap yang tidak bijaksana.
·        Tidak peka dan bisa membedakan mana baik, buruk, utama, dan sepele
Sikap yang sejatinya ironis. Tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk, lha pejabatnya saja begitu, utama dan mendesak, atau sepele. Semua ingin serba tahu namun bisa saja itu justru merusakan tempat kejadian perkara, kejahatan yang ikut di dalamnya, copet, mengambil dompet korban, dan menghilangkan barang bukti.
Â
Sikap abai tentu juga tidak baik dan harus dihilangkan. Namun inisiatof yang berdaya guna dan membantu bukan malah merugikan. Kita tentu pernah menyaksikan adanya kecelakaan, kemudian menonton dan ada kemacetan yang timbul, korban tidak bisa dibawa ke rumah sakit dengan segera tentunya. Menonton boleh asal tidak menjadikan keadaan lebih buruk.
Sikap ingin tahu itu penting, namun juga yang positif dan berdaya guna. Coba apa manfaatnya memotret atau merekam kejadian yang dramatis atau sadis kemudian menayangkan di sosial media? Tenar? Baikah bisa dimengerti, namun bagaimana kalau yang dibagikan itu keluarga kita? Mau tidak? Media sosial dan alat komunikasi canggih belum dibarengi dengan kemampuan membedakan dan menyaring yang baik dan buruk, mendesak dan tidak, pantas dan tidak pantas malah membuat makin buruk keadaan.
Membantu dengan kemampuan yang baik, pantas, dan layak tentu memberikan kontribusi dan solusi. Berbeda dengan tanpa kemampuan malah membuat semua menjadi lebih buruk. Jadilah solusi atau tidak menambah masalah baru.
Semangat berbagi dan cepatnya informasi memang menjadi penting di era digital ini, namun sebagai orang yang awam dan amatir cek dan ricek juga penting, meskipun tidak perlu seperti wartawan. Selain itu harapannya jangan menjadi agen pelaku kejahatan yang sebenarnya tidak kita harapkan. Contoh soal bom kemarin dengan menyebarkan info ledakan di tempat lain, itu isu untuk menebarkan ketakutan. Bijak tentu lebih baik.
Â
Pendidikan dan keluarga kembali menjadi garda terdepan. Pendidikan analitis kritis bukan sok tahu akan sangat membantu. Guru mendidik anak murid untuk tahu batas. Sering anak yang dipanggil guru BP akan menjadi tontonan, siswa yang tidak terlibat disingkirkan dan tidak perlu tahu kejadian. Sikap abai dalam hal kecil ini bisa menjadi persoalan di masyarakat yang lebih luas.
Pembicaraan dari hati ke hati di dalam keluarga bisa memutus rasa ingin tahu yang tidak pada tempatnya bagi banyak orang. Kesiapan mendengarkan dan membicarakan banyak hal di dalam keluarga sangat membantu.
Budaya membaca mendesak dikampanyekan, sehingga banyak pengetahuan baik dan berguna dari sana. Semangat ingin tahu terjembatani oleh pengetahuan yang ilmiah bukan semata gosip atau tontonan yang sejatinya bukan tontonan.
Â
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H