Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

MKD Tetap Fokus, Kejagung Luaskan Fokus

7 Desember 2015   12:19 Diperbarui: 7 Desember 2015   12:48 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurang lebih sebulan terakhir, negeri ini digonjang-ganjingkan adanya soal etik ketua dewan yang bertemu dengan petinggi Freeport. Pembicaraaan dan wacana berkembang ke mana-mana, ada nama yang disebut puluhan kali, ada nama yang berjumlah puluhan pula. Dari cakapolri hingga PSSI. Mulai dari main golf hingga jet pribadi. Gondok pada menteri hingga tahu turunkan presiden dari kursi.

Lebih heboh lagi juga soal MKD yang malah tidak karu-karuan. Kinerja yang cenderung adu otot dan ngotot siapa yang hendak diteliti. Rekaman yang malah dikatakan menyadap yang melanggar hukum, ketika dikupas mereka yang salah bergeser menyebarkan rekaman. Waduh dewan gak mampu dan paham hukum. Hal iu mengikuti soal siapa yang berhak lapor, DAPAT saja tidak tahu artinya. Hakim yang diganti-ganti seperti celana dalam yang tidak nyaman dipakai. Terbuka atau tertutup yang ramai, eh malah sekarang mikir mau panggil puluhan orang itu. Dari pilpres dan menjadi juru damai segala, hebat banget dia.

MKD, Fokus!

Ranah MKD itu bagaimana benar tidak bahwa sang ketua melanggar etik sebagaimana kata pengadu. Pengadu dipanggil apa maksudnya, jelas, cari saksi bahwa oh benar kata pengadu, kalau tidak benar pengadu direkomendasikan lapor polisi telah mencemarkan nama baik atau melakukan fitnah. Kalau pengadu dan saksi telah menyatakan benar demikian, teradu dipanggil bagaimana apakah benar soal aduan, kalau tidak mengaku, rekaman dicarikan kebenaran secara teknologi. Bila teknologi membenarkan aduan, berarti ada dua pelanggaran etik, soal ketemu pengusaha bersama calo dan membohongi sidang. Jelas hukumannya, kalau teknologi menyatakan suara tidak identik, langsung pengadu masuk laporan polisi. Fokusnya itu dan titik.

Soal siapa yang aktif minta, atau sang ketua tidak ada kata-kata minta bukan kewenangan mahkamah etik tentunya. Apalagi memanggil orang-orang yang disebut. Kalau demikian kacau hidup tetib hukumnya, apakah tidak akan dibalik, apa kewenangan MKD panggil-panggil, ngelesnya jelas, untuk menguatkan aduan itu benar atau salah, yang jelas mereka sendiri sudah berlebihan.

Jagung, Luaskan Fokus!

Ini kebalikan dengan MKD, mereka harus sangat luas. Belakangan panggil pejabat negara, seperti RI-1 dan RI-2 dan jajarannya, mereka sedang bekerja. Telisik dulu sang ketua dan calo yang sepertinya menjadi pemilik negara ini. Jangan biarkan dia obok-obok negara ini dengan menjatuhkan orang-orang baik yang bekerja namun menghambat usahanya. Yang jahat ini siapa buktikan, jangan sampai menyesal dikemudian hari. Luar biasa luas implikasi rekaman ini, dan jangan sampai berhenti dengan tidak ada bukti, atau mengorbankan dua orang atau lebih demi kepentingan kelompok yang sejatinya jahat namun berkedok seperti penyelamat. Tindakan tegas dari Jagung akan membuat orang yang asal bicara dan membela bak babi buta akan tiarap dan tidak mengganggu kinerja penegak hukum.

Sinergi Kerja yang Baru

Gerak antisipasi sikap politik dan politis yang tidak bisa ditebak, langkah Kejagung patut didukung. Apapun hasil MKD tidak ada kaitan sangat menentukan dengan aksi Kejagung. Misalnya MKD masuk angin dan menyatakan tidak terbukti, Kejagung bisa mengorek di sisi lain yang bisa menjerat sang ketua. Lebih mudah lagi kalau putusan MKD menyatakan sang ketua salah. Jarang bisa ada dua lembaga yang sinergi seperti ini, biasanya bersaing dan malah saling meniadakan.

Harapan baik dengan model pendekatan ini, bersaing dalam hal yang baik bukan untuk menutup-nutupi. Lebih keren lagi, kalau polisi, kejagung, dan KPK bergerak cepat, hakim memvonis dengan berat, dan bangsa besar bukan hanya isapan jempol.

Salam Damai

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun