Nasionalisme kita itu berbeda-beda tapi satu, bukan homogen yang sangat dipaksakan. Ironisnya justru ada di kota-kota besar dan modern.
Â
Salatiga
Satu-satunya kota di Pulau Jawa yang memberikan harapan bahwa masih ada kota  toleran di Indonesia khususnya Jawa. Salatiga sangat ditopang oleh UKSW yang menghadirkan mahasiswa dari seluruh pelosok Indonesia. Indonesia mini ini sejak awal memang sangat harmonis, dan keatangan mereka bukan merusak apa yang ada, justru menjadi daya dorong lebih tinggi akan jati diri toleran yang ada di Salatiga. Hampir tidak ada soal-soal gesekan agama yang ada di Salatiga. Hampir tidak ada masalah sosial, soal agama, dan ras yang terjadi di Salatiga. Budaya sendiri tidak kalah dan budaya pendatang tidak meniadakan dan justru membantu pembangunan karakter di Salatiga yang sejuk.
Kota kecil dengan dinamika ras dan agama yang beragam dan kuat masing-masing sehingga tidak saling meniadakan namun justru semakin menguatkan. Sosialitas yang baik dan hangat menjadi benteng bagi Salatiga untuk terbuka. Kondisi geografis perlintasan kota besar juga snagat mendukung keadaan harmonis dengan toleransinya.
Apa yang perlu dilakukan kota lain?
Sikap terbuka melihat perbedaan merupakan hal yang kodrati. Zaman modern tidak akan bisa hidp sendirian tanpa kedatangan dan interaksi dengan yang lain. Bangsa ini sejatinya telah mendarah daging dengan budaya toleran dan inkulturasi dari berbagai belahan dunia, dan tu diterima dengan tangan terbuka. Mengapa justru makin hari malah makin turun? Kesiapan melihat yang berbeda itu belum terkelola dengan baik.
Pendidikan dengan muatan lokal yang kuat dan memahami yang nasional, regional, dan global baik tentu akan menciptakan pribadi yang terbukan dan toleran. Toleransi itu pendidikan, pembiasaan, dan perjuangan. Itu semua bisa dicapai siapa saja dan di mana saja. Â Â
Â
Salam Damai
Sumber: Kompas.com