Menarik apa yang diwacanakan pemerintah dalam hal ini mensos dan diamini presiden mengenai kebiri bagi “predator” anak. Respons positif dari Senayan juga tumben langsung setuju. Beberapa pengamat memang menyatakan bahwa itu bukan solusi tepat, hanya memberikan beban tambahan untuk negara dalam hal pembeayaan dan pelaksanaan. Efek paling pas adalah mati.
Tanggapan positif dan bak gayung bersambut ketia ide itu bergulir dengan cepat dan semua setuju. Perpu pun tidak akan mendapatkan kesulitan sebagai sebuah payung hukum pelaksanaan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual pada anak ini.
Apakah perkosaan pada anak kandung, anak tiri, atau dalam keluarga juga masuk dalam batasan paedofil ini? Dengan demikian juga ada pasal mengenai batasan siapa itu paedofil dengan jelas agar tidak salah sasaran dan salah pidana yang merugikan.
Soal melanggar HAM, selalu saja pelaku dapat pembelaan, sedangkan korban malah merana. Hukuman bukan balas dendam, namun efek jera yang henndak dicapai. Penjara belum bisa diharapkan membina dan mengubah jahat menjadi baik, demikian juga sosial budaya, efek jera paling ekstrem kebiri dan mati masih menjadi salah satu pilihan obyektif dan masuk akal.
Korban dan pelaku kekerasan seksual anak memang tinggi, namun bandingkan dengan korupsi. Artikel ini sama sekali bukan hendak menganggap sepele kekerasan seksual anak, namun menonjolkan sisi besarnya korban korupsi yang luar biasa, satu negara dan beberapa generasi terkorbankan demi ego segelintir anak negeri.
Hukuman mati dan “kebiri” bagi pelaku korupsi.
Wacana dan ide hukuman berat bagi korupsi sama sekali tidak mendapatkan respons yang memadai. Semua angin lalu. Pembuktian terbalik yang sangat sederhana pun tidak pernah diucapkan. Mengapa begitu hukuman “predator” anak ini gegap gempita menyambutnya dan menyatakan dukungannya? Satu jawabannya, kemungkinan mereka dikebiri sangat kecil, soalnya target mereka bukan anak-anak namun uang.
Predator uang ini perlu juga dikebiri, dipotong urat malu dan nafsunya dari maling. Kebiasaan maling hanya bisa dibasmi dan diberantas dengan memberikan pendidikan sejak dini dan terus menerus. Urat malu mereka telah putus, kemaluan mereka tidak berfugsi, dan bahkan bisa-bisanya membawa-bawa nama Tuhan dalam kasus malingnya. Efek jera yang setimpal dengan perilaku mereka, dan “predator” anak, mati atau kebiri sosial. Pampang mereka di televisi secara terus menerus dan videotron di jalan-jalan. Koran-koran nasional memberikan ruang untuk photo mereka, jangan dengan sudut pandang apa kata mereka seperti saat ini, dengan wawancara dan mereka justru menjual derita mereka. Namun kata KPK tentang mereka. Pelaku korupsi selama ini tidak banyak yang salah tangkap dan salah kasus. Soal HAM lagi, ingat mereka telah merampas HAM dan akan terus merampas HAM dengan perilaku mereka.
Parpol jangan menerima mantan pelaku korupsi, aneh bin ajaib keluar dari partai A bergabung dengan B dan dipuja bak pahlawan. Mereka ini maling bukan pahlawan, dna berlagak sebagai orang suci. Banyak contoh mereka ini. Saatnya tegas menghukum mereka. Pemiskinan juga menjadi opsi yang tidak bisa ditunda lagi. Kalau itu saja masih berkutat dengan HAM dan kasihan, apa beda dengan ‘predator”anak yang sama-sama keji.
DPR tidak merespon, apalagi parpol karena mereka takut. Mereka leluasa mendukung kebiri bagi “predator” anak, karena mereka merasa aman. Dengan demikian, artinya bahwa mereka tidak erasa terancam dengan perilaku korup selama ini.