Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bandit-Bandit Demokrasi

12 Oktober 2015   21:33 Diperbarui: 12 Oktober 2015   21:39 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mansur Olson sebagaimana dikutip oleh I. Wibowo, ada dua bandit yang terlibat dalam demokrasi yaitu bandit pengembara atau roving bandits dan bandit menetap atau stationary bandits. Apakah bangsa ini demikian luar biasa sehingga tidak dihinggapi tokoh-tokoh demikian?

Bandit pengembara ia sebutkan sebagai contoh ialah pejabat atau penguasa yang karena ketakutan akan diganti maka akan merampok atau menjarah apapun yang bisa diambil sepanjang ia mampu. Sebagaimana bandit yang tiba-tiba datang merampok, memperkosa, atau mengambil apapun dan pergi. Tipe ini tentu akan tidak sampai habis, namun semua akan diambil dan porak poranda, namun bisa pula suatu saat akan datang lagi.

Bandit yang menetap, seperti pelaku kejahatan yang memiliki kuasa dan menetap di suatu tempat, dan demi kelangsungan hidupnya dan kemewahannya ia mengambil begitu banyak kekayaan itu dengan terukur, bahwa ia akan panjang mengambil, jadi tidak langsung habis. Kesempatan warga untuk mencoba hidup masih ada kesempatan, namun tidak akan sampai bisa mencapai apa yang seharusnya.

Mencermati pola perpolitikan kita, kita bisa melihat bahwa kedua tipe bandit itu ada semua di sini. Baik yang menetap ataupun yang pengembara. Bagaimana itu secara faktual kita saksikan.

Bandit pengembara. Cirinya tidak berpikir panjang, yang penting dapat, dan banyak mumpung ada kesempatan karena belum tentu bisa bertahan lagi, bisa saja suatu saat akan digantikan oleh sistem yang ada. Siapa yang menjamin lima tahun dalam pemilu. Kita saksikan bagaimana baik legeslator ataupun eksekutif dalam hal ini bupati/walikota dan gubernur akan berlaku demikian. tidak heran timbul istilah mencari setoran untuk mengembalikan modal politik yang besar. Kalau nanti ada kesempatan menang lagi, urusan nanti dan ambil lagi. Bisa-bisa menjadi bandit menetap, namuna da suatu bentuk yang bertransformasi karena pembatasan jabatan di eksekutif, namun jangan salah ketika ia bisa berakrobat naik turun, dari menteri besok menjadi bupati suatu saat akan menjadi gubernur, dan waktu lain menjadi legeslatif.

Bandit menetap, ini jelas dilakukan oleh raja-raja kecil yang menghisap apapun yang ada. Pelan namun pasti bahwa rakyat menjadi alat mereka untuk mendapatkan keuntungan sendiri dan kelompok. Kesempatan masih dibuka untuk orang lain dan rakyat untuk berkembang yang hanya seolah-olah dan itu dalam genggamannya. Apa yang membahayakannya akan dilibas demi mendapatkan semua orientasinya, yaitu kekuasaan yang berpusat pada kekayaan.

Olson, memisahkan dengan tajam antara bandit menetap dan bandit pengembara, kalau di sini ternyata, bandit pengembara itu hanyalah sebuah bentuk dari bandit menetap yang terfasilitasi oleh hukum yang masih mendua. Bentuknya tetap bandit namun bisa berubah-ubah peran, bisa di pusat, kadang di daerah, suatu saat di eksekutif dan bisa lagi masuk di legeslatif, dan lebih celaka lagi bandit-bandit itu bisa pula di lembaga penegak hukum.

Tidak heran keluar istilah rakyat hanya diingat saat kampanye dan pilkada atau pemilu saja, jelas saja, karena pemilu dipakai untuk legitimasi kekuasaan mereka. Ketika kekuasaan sudah diperoleh, masyarakat biar saja berusaha sendiri, kalau ada kebaikan itu kecelakaan yang berupa kebaikan yang tidak disengaja.

Apakah seburuk itu? Sepanjang demokrasi kita masih seperti ini, orang baik yang benar-benar mengabdi tersisihkan oleh bandit-bandit ini ya demikian adanya. Harapan perlu kita pupuk menyaksikan banyak orang baik masih ada dan itu makin hari makin banyak.

 

Salam Damai

 

sumber: I. Wibowo, Negara dan Bandit Demokrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun