Ijazah Ilang, Gaya Demokrasi Akal-Akalan Lagi?
Warga Surabaya belum tenang dengan pernyataan soal ijazah dari cawawali Lucy Kurniasari yang dikatakan hilang. Aneh bin ajaib, kalau orang berpendidikan, ikut putri-putrian, dan bukan dari masyarakat kelas bawah yang bisa kehilangan barang berharga dan kertas penting begitu saja. Hal lumrah kalau daerah pinggiran, atau maaf kelas bawah bisa kena banjir, atau hilang saat penggusuran.
Perjalanan Panjang KPU Surabaya dengan Kandidat Pilwakot
Kuatnya juara bertahan, rendahnya resistensi, dan tidak bisa membuat kampanye hitam berimbas ke demokrasi akal-akalan. Siapa yang berani “berinvestasi” yang hampir bisa dipastikan gagal total, tentu tidak ada. Ini yang terjadi di pilwakot Surabaya. Perjalanan zig-zag dari parpol yang ada hingga hari ini belum ada kepastian. Penantang potensial datang, namun masuk ruang pendaftaran kabur dengan alasan yang terkesan dibuat-buat. Dalih sebagai tidak rela nama keluarganya akan tercoreng kalau dia dinamakan boneka. Mosok saat itu, pasti sudah jauh sebelum itu didengungkan.
Kedua, KPU yang menyatakan pendaftaran penantang baru ini tidak dapat dilanjutkan karena surat pendaftarannya tidak sama dengan aslinya. Alasan apalagi ini. Parpol terkesan tidak serius atau main-main. Ketakutan kalah itu tentu membayangi sehingga keluar kekonyolan dan akal-akalan baru lagi.
PAN berlabuh ke lain hati, tidak heran ketua umumnya mengantar pendaftaran calon yang berani kalah. Demokrat yang mengusung, mengutus sekjennya mengawal pendaftaran. Semua seolah akan tidak ada masalah, eh malah ijazah hilang. Sangat aneh kalau hal ini juga menjadi alasan penolakan pencalonan calon terbaru. Tentu di kampusnya ada kopian sebagai penguat setelah SMA menyatakan iya, benar ada alumni bernama tersebut. Hilangnya pun sangat tidak masuk akal dan aneh kalau melihat profilnya. Pernah menjadi anggota DPR-RI, mosok dulu ada, sekarang hilang, sangat tidak lucu kalau menjadi alasan menggugurkan pendaftarannya.
Demokrasi akal-akalan
Jawaban atas kegagalan kaderisasi.
Kader yang berjenjang tentu akan menghasilkan anggota militan yang melimpah, tinggal tunjuk dan siap di mana saja. Aneh ketika parpol kebingungan mencari satu yang terbaik untuk maju menjadi pimpinan. Kaderisasi yang buruk dengan mengambil dari sebelah juga bisa membuat patah arang untuk merangkak naik mencapai level tertinggi. Belum lagi soal kultus individu dan darah yang masih kuat, sering membuat frustasi.
Kegagalan berani berkuasa tidak berani kalah