Hal ini perlu mendapat tekanan, sehingga tidak akan ada tempat-tempat yang tidak memiliki calon sebagaimana Surabaya ini. Calon kalau tidak ada karena memang potensi yang rendah masih bisa dipahami, namun kalau tidak berani kalah ini baru masalah.
Politik mahal membuat malas berkompetisi
Bagaimana mahar yang tidak diakui dan ada yang mengakui, namun aroma itu menguar tajam dan ada. Takut rugi juga berkaitan dengan orientasi itu uang. Kuasa dan uang semata bukan negarawan yang mengelola negara demi sejahtera bangsa, namun demi diri dan kelompoknya. Efek dari ini pula menghasilkan politikus karbitan karena uang bisa menjadi anggota dewan dan penguasa, hasil lebih jauh, korupsi, proyek, dan malas, mendahulukan hak lupa kewajiban.
Timses yang tidak lebih dari preman, sehingga bisa berbuat seenaknya. Bagaimana menjadi pemimpin ketika orang terdekatnya menggunakan segala cara untuk mempopulerkan jagoannya.
Â
Usaha politik sederhana
Sudah mulai menggeliat dengan sedikitnya banner, selama ini lebih mengotori kota daripada kampanye bermartabat dan bermanfaat. Patut mendapat apresiasi pembatasan alat peraga dari masing-masing calon, ini banyak mengurangi risiko anggaran yang tinggi.
Usaha terus menerus keberanian menolak serangan fajar, dulu ada jargon ambil uangnya memilih sesuai hati nurani, saatnya katakan apa bedanya dengan maling kalau demikian. tidak terima dan tidak mau diintervensi dengan apapun. Panwas dan aparat keamanan tidak akan mampu kalau iman dan mental kita masih sama saja.
Perbaikan perlu waktu. Kesempatan yang ada perlu dimaksimalkan dengan sekuat tenaga. Semua akan indah pada waktunya.
Â
Salam Damai