Hari itu, kegembiraan dan harapan bangsa Indonesia meluap demikian tinggi atas prestasi yang diraih oleh sekelompok anak ABG itu, main dengan bebas, penuh kegembiraan, layaknya anak ABG, bermain. Pialan AFF yang oleh seniornya pun sekali saja belum pernah teraraih, mereka wakil dan juara ada di tangan dengan mengalahkan Vietnam melalui adu pinalti.
Harapan itu bak balon udara yang penuh dengan daya terbang makin tinggi ketika mampu menggulung Korea Selatan sebgai raja U 19 di Asia. korea Selatan dikalahkan dengan telak untuk membawa ke putaran final Piala Asia U 19 , yang lagi-lagi menggembirakan bagi banyak pihak.
Segala puja puji melambung tinggi, harapan -harapan  disematkan di pundak mereka yang masih rapuh. Segala daya upaya dijanjikan untuk mendongkarak impian beberapa pihak yang mulai mendompleng, penyakit lama bangsa ini, siapa yang berjuang, siapa yang bermimpi. Impian-impian yang kadang tidak realistis satu demi satu mulai muncul dan menimpa pundak mereka yang masih belum kokoh.
Permainan penuh kegembiraan anak-anak remaja itu mulai dibanjiri pujian, dibalik itu ada juga intimidasi karena beban yang dibebankan kepada mereka. Kegembiraan sebagai satu suadara itu tidak nampak dominan lagi, kesenangan bermain itu tergantikan mencapai kemenangan, dan harapan itu menimpa pundak mereka.
Permainan yang menggembirakan dan membahagiakan tergantikan dengan beban. Beban karena politik masuk, semua impian pejabat merasuki mereka, janji-janji yang mulai membanjir banyak yang terabaikan.
Sepak bola adalah permainan, semakin banyak bermain dengan level yang sepadan atau di atasnya akan sangat membantu, bagaimana kalau levelnya justru di bawahnya? Tur Nusantara semua menang minimal seri, namun apakah itu sebanding dengan kualitas mereka?
Vietnam yang mampu dikalahkan meskipun dengan adu pinalti, sekarang mampu mengalahkan dengan telak di dalam waktu normal lagi. Perkembangan yang jelas nampak di pihak lawan dan pihak kita secara teknik tidak kalah, kalah oleh faktor non teknis.
Wacana penggantian pelatih menjadi andalan kita, namun bijakkah demikian? Belajar dari Jerman yang begitu kokoh dengan Piala Dunia, mereka benar-benar membina dan melepaskan semua kepentingan bagi tim mereka. Kebersamaan di dalam kegagalan dan keberhasilan mereka bangun bersama dan hasilnya Piala Dunia.
Kegagalan merupakan bagian dari proses, sehingga biarkan juga mereka gagal asal ada evaluasi  dan perbaikan sebagai bagian proses itu. Kegagalan bukan dijawab dengan hukuman, namun perbaikan. Biarkan mereka bermain dengan jiwa muda mereka yang bergembira dan berbahagia.
Merdeka...
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H