Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sengkuni, Amien Rais, dan Luka Hati Seorang Pengeran

16 September 2014   00:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:35 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arya Sengkuni, seorang Pangeran dari Raja Keswara, yang hidup dalam bayang-bayang perlakuan kepada kakak, adik, dan raja yang merasa malu akan keberadaannya. Kakak sulungnya yang kemudian menjadi Putra Mahkota dan Raja dengan nama Prabu Gandaria.  Putra Mahkota dengan fisik yang gagah, keren, dan sehat, sangat menyukakan Prabu Keswara. Kebanggaan sebagai ksatria yang melahirkan calon pengganti yang tidak kalah baik seperti dirinya. Pendidikan selalu yang  terbaik disediakan untuk putra kerajaan.  Pendidikan budi pekerti ataupun olah kanuragan. Kakak kedua Gendari, meskipun puteri tidak mendapatkan pendidikan dan menjadi bahan kebanggaan keluarga ataupun kerajaan, namun Gendari merupakan puteri yang banyak mendapatkan kelimpahan materi dan kemanjaan puteri kedaton. Putera ketiga diberi nama Raden Sarabasata, kebanggaan akan prabu yang subur menghasilkan anak-anak yang sehat dan membanggakan. Semua yang diterima pangeran sulung, juga diberikan kepada Raden Sarabasata. Kelahiran anak keempat ini, memalukan Sang Prabu, karena lahir dalam kondisi yang tidak mencerminkan anak raja. Kurus, kecil, kering, dan tidak begitu sehat. Raja tidak pernah melibatkan keberadaan Raden Trigantalpati. Keberadaaan Sengkuni kecil memang tidak membanggakan Keswara. Dia dikurung, tidak diberi pendidikan sebagaimana kedua kakaknya. Dia hanya dikurung di istana. Olah kanuragan dia hanya bisa meniru ketika kakak-kakaknya belajar. Perasaan terbuang, minder, kecil hati, dan rendah diri merupakan pertumbuhan Pangeran Sengkuni. Semakin minder dan tidak mendapatkan pengakuan ketika lahir adiknya, Raden Gajaksa. Perlakuan semena-mena makin jelas dia terima.

Pribadi yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keadaan dan kondisi demikian, menyebabkan Sengkuni memenuhi kerinduan akan pengakuan dan kasih sayang. Ulah usil selalu dilakukan saat ada tamu kerajaan. Tindakan untuk mendapatkan sejenak saja tolehan kepala dari ayahanda yang dirindukannya.

Kurang percaya diri di hadapan orang lain, karena didikan yang membuat dia tersingkir, membuat dia juga tidak mampu berbicara dengan baik dan seperti bergumam. Suaranya serak, semakin memperburuk keadaan dirinya.

Perkembangan masa dewasa Sengkuni yang kurang berutung membuat dia semakin salah tingkah dan bertindak. Orang mencibir dan menertawakan pilihan-pilihannya. Sudah pada dasarnya kehidupan manusia membutuhkan pengakuan, namun justru pelecehan yang Sengkuni peroleh.

Sengkuni mendapatkan kesempatakan ketika dia dapat menguasai kemenakannya, terutama Duryudana si penguasa anak-anak Kurawa. Para putera Dewi Gendari yang tidak mendapatkan pendidikan sebagaimana mestinya, merupakan ajang Sengkuni meluapkan dendam dan mendapatkan pengakuan atas luka hatinya.

Kehidupan menyimpang, pendidikan yang melawan arus, menghalalkan segala cara, demi pengakuan. Habitat yang identik bagi Sengkuni memudahkan dia menghasut Para Kurawa untuk berbuat buruk dalam mencapai keinginannya.

Duet paman dan kemenakan yang menderita luka hati yang parah membuat mereka memiliki pilihan yang komplit di dalam kejahatan dan kelicikan. Tipu muslihat, iri hati, tidak mau mendengarkan pihak lain selain pendukungnya meskipun itu jelas-jelas salah dan menentang kebenaran menjadi jalan Duryudana dalam memenuhi keinginannya menjadi Maharaja.

Apa yang terjadi di dlam dunia perpolitikan, Sengkuni menjadi penasehat jitu yang menyesatkan. Di Indonesia ini, jelas sekali siapa Sengkuni ini. Apa yang dikatakan kontraproduktif dengan keadaan sekeliling. Menggunakan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan. Kekuasaan yang diincar lepas akan menempel ketat sebagai benalu dan penjilat kelas kakap, dan ketika mendapatkan kesempatan akan menusuk dari belakang dan mengambil keuntungan dari keadaan itu.

Kebenaran itu apa yang mengguntungkan bagi dia dan kelompoknya. Semua yang mendukung akan menjadi teman, baik benar ataupun salah, itu bukan menjadi persoalan. Kepentingannya ialah kepuasan atas luka hatinya yang mendapatkan penghiburan.

Pribadi yang menderita tanpa mereka sadari ini sangat mengganggu kehidupan bersama. Apa yang dicari dan dikejar adalah kepuasan batin semua mereka. Mereka sulit berbicara mengenai kebaikan dan kebenaran secara hakiki.

Luka hati perlu disembuhkan dengan cara menyadari keadaannya terlebih dahulu. Bukan memenuhi keinginan yang bak minum air laut yang haus makin haus dan selalu haus. Kesembuhan diperoleh kalau melakukan refleksi diri dan berani mengakui dengan jujur.

Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun