Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pengacara: Jokowi Tuli

20 Januari 2015   14:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:46 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya khawatir ini yang menjadi satu-satunya harapan sekarang, karena saya dengar perdana menteri dan menlu telah bermohon ke Indonesia namun tampaknya permohonan itu sampai ke telinga yang tuli," katanya. Kompas.Com

Australia menggunakan cara yang sama menghadapi Indonesia dengan pemerintah yang lalu. Demi membela rakyatnya yang mengedarkan narkoba mereka mati-matian menggunakan segala cara dan seenaknya, seolah-olah Indonesia negara yang kecil tidak bermartabat. Mereka lupa kalau ada pengungsi dan pencari suaka, mereka menafikan Indonesia dan menganggap Indonesia membebani mereka.

Hari ini bahkan seorang pengacara berani menyatakan pejabat Indonesia, berarti presiden dan jajaran sebagai pihak yang tuli. Makin kurang ajar, seorang pengacara berani menyatakan hal seperti ini kepada bangsa kita.

Jokowi dan jajaran memang harus makin tuli dan buta sekaligus berhadapan dengan narkoba. Coba orang yang mengatakan penjahat sekelas narkoba seperti ini sebagai pahlawan, namun ketika pengungsi yang miskin, kelaparan, kedinginan, tidak jelas di laut ditolak di mana mereka?

Sama sekali tidak ada karena tidak ada uangnya sama sekali. Pengacara kerja karena uang namun bernai menyatakan pejabat negara lain sebagai tuli. Hatinya di mana kalau anak, pasangannya juga menggunakan narkoba yang sama? Apakah mereka masih berani berteriak-teriak seperti itu.

Bangsa ini harus berani bersikap tegas dan keras menghadapi kekurangajaran seperti ini. Australia berani bergaya karena “kesuksesan” Corby, seorang ratu narkoba berubah menjadi seleb karena politik satu lawan terlalu banyak. Policy seorang presiden yang sangat buruk imbasnya terlalu panjang dan berat bagi masa depan Indonesia.

Mana berani zaman Soeharto Australia, apalagi rakyatnya berani bersikap seperti ini? Mereka menganggap tetangga yang paling baik dan puja-puji lainnya, sebagai simbol “ketakutan”. Jangan sampai Bapak Presiden takut dengan Australia kali ini, Cukup persitiwa Corby sekali yang menyengsarakan berkepanjangan.

Seorang pengacara saja berani seperti itu, apalagi pemerintah dan legeslatifnya? Kalau keluarga yang menyatakan masih bisa dimengerti karena kehilangan seseorang yang sangat berarti, masih bisa dimaklumi, kalau pengacara sudah sangat kurang ajar.

Kita negara berdaulat yang sedang melindungi anak negeri yang dijadikan korban oleh pihak lain. Jalan terbaik saat ini memang ini, belum ada cara yang lebih ampuh, jangan sampai etror-teror demi nama baik dan persahabatan mengalahkan usaha keras yang sudah terbangun.

Salam Keprihatinan....

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun