Bennyy K. Harman pernah menyatakan walk out saat pemungutan suara di Senayan mengenai pilkada langsung. Pergerakan yang diikuti dengan bangga dan gagah perkasa oleh fraksi demokrat, tepuk tangan membahana dari Gerindra, Golkar, dan kawan-kawan. Priyo selaku ketua sidang mengangkat kepalan kedua tangan dengan gagah, hendak mempertontonkan kemenangan yang gilang gemilang. Sesaat kemudian, tidak dalam waktu yang lama, presiden saat itu selaku ketua umum Demokrat menyatakan bukan walk out tapi all out, akan menghukum siapapun yang mengabaikan pereintah pengurus dalam hal ini titah ketua umum yang sedang ada di Amerika Serikat.
Salah sedikit dalam mendengar walk dengan all, implikasinya berkepanjangan, bahkan hingga pemerintahan berganti dan dewan memiliki amunisi untuk bermusuhan bukan lagi berlawanan, bahkan masuk dalam ranah bermusuhan dan berbulan kemudian baru ada titik temu, dan itu berlawanan dengan walk out itu. Berapa beaya yang harus ditanggung oleh negara hanya persoalan w tersebut. Kerugian secara langsung, persoalan yang dibuat-buat karena toh hasilnya tetap sama saja tanpa ada perubahan harus berputar-putar panjang lebar dan berkepanjangan. Belum lagi kerugian immaterial yang terjadi, dengan demo penolakan, energi masyarakat yang seharusnya bisa untuk produktivitas teralihkan hanya persoalan yang sebenarnya tidak perlu ada.
Baru saja, belum ada sebulan, Hasto, seorang petinggi partai penguasa menyebutkan seorang kepala lembaga pemberantasan korupsi menemuinya dan membuat janji-janji untuk mengangkatnya bisa memperoleh kesempatan RI2. Heboh, hiruk pikuk, semua pengamat, pejabat, petinggi partai repot dicecar wartawan yang hendak memperoleh kejelasan kasus ini. Bukan kejelasan yang diperoleh, justru kasus baru muncul, yang bisa saja karena dipicu pernyataan tersebut.
Bak bola salju yang menggelinding makin lama makin besar dan menerjang apapun itu tanpa pandang bulu tanpa ada yang bisa mengehentikannya. Kembali lagi energi tersedot kepada persoalan yang dibuat-buat bukan persoalan yang sejatinya ada. Persoalan itu timbul karena ketidak dewasaan dan bijaksana ketika menyatakan sesuatu.
Bagaimana Hasto akan bisa menjernihkan permasalahan kalau melaporkan tindakan itu secara sah di muka hukum apapun hasilnya dengan bukti konkret dan  saksi-saksi yang sahih. Semua menguap begitu saja karena ada kasus yang mengekor dan menggurita eksesnya. Hasto terlupa.
Benny, kalau saja dia all out dan pemungutan suara dimenangkan pihak pemilu kada langsung, semua usia tahun lalu. Tidak  ada perpu dan pembicaraan alot yang bisa menjadi sarana tawar menawar kepentingan.
Siluman-siluman yang ada kemudian seolah-olah bersih tanpa adaya proses selanjutnya, dilupakan begitu saja, menjadi beban bangsa, bahwa di kemudian hari itu bisa berulang dan berulang terus menerus. Kasus demi kasus dibuka, diungkap, diciptakan, tanpa diselesaikan dengan bijaksana dan dewasa sebagai anak bangsa yang bermartabat.
BLBI, dibalas Century, dan sebaliknya nanti entah pembalasan apalagi. KPK menyatakan tersangka polisi, langsung polisi menyatakan KPK pelaku kriminal, dan sejarah terulang. Sejarah 65, sejarah paling kelam, belum lagi 98, dan rangkainnya denga kudatuli dan penculikan banyak orang, dan kasus-kasus kecil lainnya, tidak pernah disentuh sama sekali, malah membuka kasus dan menciptakan permasalahan yang enak sekali tanpa diselesaikan, atau pura-pura saja diselesaikan tanpa kejelasan sama sekali.
Alangkah elok sebagai bangsa yang besar memiliki hati yang besar untuk mengakui kesalahan di masa lampau untuk menatap masa depan dengan gemilang. Sekarang mana ada pejabat yang bersih total, karena korupsi bukan hanya keinginan, bisa pula karena rivalitas dan menjatuhkan orang lain dengan gelontoran dana yang lagi-lagi siluman. Mencari orang bersih sebagaimana idealnya masih perjuangan karena memang pabriknya kemarin rusak, berkarat, dan bocor di sana-sini maka hasilnya bisa dimaklumi kalau belum baik. Perbuahan dimulai dengan perbaikan dengan sarana dan sumber daya manusia yang telah ada dulu, yang tebaik dari yang terjelek sepanjang belum ada yang terbaik dari yang baik, dari pada selalu mencari-cari dan tidak ketemu. Kapan akan berubah?
Salam Prihatin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H