Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tanggung Jawab, Kasih Sayang, atau Merusak Anak

11 Februari 2015   13:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:27 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Suatu hari ada anak siswa yang sedang mengikuti kegiatan dengan cara melantai, maka mau tidak mau harus membuka sepatu. Acara selesai, dan salah satu siswa mengangsurkan sepatunya untuk saya bawakan, sedang dia sibuk dengan buku, alat tulis, dan botol minumnya.

Anak murid kelas 9 setiap pulang sekolah dijemput ayahnya dan apa yang dilakukannya ialah menyerahkan semua barang bawaan berupa tas, perlengkapan les sepulang sekolah, dan ayahnya masih harus memayungi puterinya. Anak tersebut menggunakan waktu di antara kerepotan ayahnya untuk main hape.

Ibu-ibu, atau pengasuh, atau asiten rumah tangga kalau menjemput anak-anak TK biasa membawakan tasnya, sedang anaknya sendiri asyik dengan dunianya sendiri. Tas yang ringan itu saja diserahkan pada orang lain.

Suatu saat saya tanya siapa di antara siswa yang memiliki atau menggunakan jasa guru les privat, lumayan banyak hampir seluruhnya menggunakan. Pertanyaan selanjutnya siapa di antara yang menggunakan jasa guru tersebut, berapa banyak yang menyerahkan pekerjaan rumahnya ke gurunya tersebut, hampir sama besarnya murid yang menyerahkan PR-nya, bukan bertanya namun mengerjakannya.

Alasan yang dikemukakan adalah kasih sayang, kasihan anaknya sudah capek di kelas, kalau membawa lagi tasnya makin capek. Alasan kasih sayang tidak berdasar, itu hanya ungkapan perasaan bersalah bagi sebagian pihak yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dengan aktivitas apapun itu, baik ekonomi atauun sosial lainnya.

Tugas atau tanggung jawab bukan beban. Anak sebenarnya suka dengan tanggung jawab dan tugas yang diberikan kepada setiap pribadi. Semua individu tentunya memiliki kerinduan dan keinginan berperan dan berharga dengan menyelesaikan sesuatu. Suatu hari dalam pendampingan anak sekolah dasar, tamu kami adalah anak bos besar, anak laki-laki tunggal. Saking khawatirnya, sopirnya diwajibkan mendampingi bahkan menginap di mobilnya. Semua siswa tidak terkecuali harus mencusi perlengkapan makan dan minumnya secara bergantian dengan menggunakan kelompok. Si sopir makin cemas jangan-jangan gelas atau piring akan dibantingnya. Apakah  yang terjadi demikian? Sama sekali tidak, anak tersebut justru ikut dalam mencuci piring dan gelas dari pertama hingga hari berikutnya, padahal jatahnya hanya sekali.

Memanjakan anak dengan mengambil alih tugas dan menyerahkan kepada pihak lain sebagai wujud kasih sayang bukan tindakan bijaksana, justru menjerumuskan anak. Anak bisa menjadi pribadi yang tidak memiliki empati, acuh tak acuh, seenaknya saja, tidak peduli, egois dan mau menang sendiri, melanggar peraturan sebagai sarana mencari perhatian, dan sikap buruk lainnya.

Tanggung jawab perlu dilakukan dan diajarkan sejak dini, keteladanan dan penanaman terus menerus sebagai bentuk pelatihan. Pelatihan yang memperkembangkan anak untuk tumbuh dan berkembang secara berimbang dan menuju kedewasaan secara utuh.

Anggapan kalau tanggung jawab adalah beban perlu dikoreksi dan dievaluasi, apakah membantu anak atau justru menjerumuskan anak ke jurang sifat kekanak-kanakan. Sarana untuk mengajarkan kepada anak-anak bisa beragam. Melakukan kegiatan sehari-hari, mencuci piring dan gelas untuk makannya tanpa menyerahkan kepada pihak lain. Menyusun perlengkapan sekolah termasuk buku dan alat tulisnya sendiri dengan pendampingan secukupnya tentunya. Mengambilalih itu semua dengan alasan kasih pada dasarnya tidak tepat. Menata dan merapikan tempat tidur, meletakkan barang pada tempatnya, memelihara barang dan merawatnya dengan penuh kesadaran perlu diterapkan sejak dini.

Sayang bukan membiarkan anak berkembang tanpa tanggung jawab. Membina anak bertanggung jawab justru lebih menunjukkan tanda kasih sayang yang lebih berdaya guna bagi anak.

Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun