Mohon tunggu...
Paulina Sihaloho
Paulina Sihaloho Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Aku pelajar SMA Bintang Timur, Pematang Siantar. Aku menulis untuk mengasah dan mempertajam pikiran, serta menjadikan hidupku lebih baik dari hari ke hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Batak, Suku Ketiga Paling Banyak di Indonesia

12 Desember 2024   20:24 Diperbarui: 12 Desember 2024   20:40 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa Simalungun

Dari data sensus tahun 2010, jumlah penduduk dari etnis Batak Simalungun adalah 441,382 jiwa. Kalau jumlah ini naik sekitar 40% dalam sepuluh tahun terakhir, maka jumlah penduduk etnis Simalungun berkisar 600,000 jiwa.

Salah satu tantangan serius yang dihadapi suku-suku tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia adalah bagaimana mempertahankan agar bahasa-bahasa suku tidak punah terutama di tengah arus perubahan global. Jumlah pengguna bahasa-bahasa suku semakin berkurang padahal jumlah penduduk dunia semakin bertambah. Ini kan aneh ya? Artinya generasi-generasi yang lahir belakangan ini semakin banyak yang tidak lagi mempergunakan bahasa-bahasa daerah atau bahasa-bahasa suku mereka walaupun jumlah mereka secara kuantitaif semakin bertambah.

Kepunahan bahasa-bahasa daerah atau suku yang ada di dunia ini mungkin adalah salah satu hal yang tak terhindarkan ya? Walau begitu, salah satu fenomena yang menarik belakangan ini adalah munculnya usaha-usaha baru yang positif untuk menggalakkan pemakaian bahasa-bahasa daerah. Di Indonesia ini antara lain ditandai dengan hadirnya podcaster-podcaster yang mempergunakan bahasa-bahasa daerah. Fenomena ini patut kita sambut dan dukung sebagai salah satu cara untuk melestarikan bahasa-bahasa daerah kita.

Sumber-sumber bacaan dalam bahasa daerah, dalam bahasa Simalungun, misalnya, sangat terbatas. Yang paling mudah ditemukan adalah Alkitab berbahasa Simalungun, Bibel, di mana bahasa Simalungun menjadi bahasa yang standar, klasik dan juga mempunyai warna puitis yang kuat. Alkitab berbahasa Simalungun diakui sebagai salah satu terjemahan berkualitas tinggi berkat kemahiran putra Simalungun, Jaulung Wismar Saragih yang menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa ibunya, bahasa Simalungun. Jaulung Wismar Saragih adalah seorang pendeta yang berperan penting di kalangan etnis Simalungun, pelopor berdirinya Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) yang berdiri pada tahun 1960-an.

Keluargaku tinggal di daerah Simalungun di sebuah kampung di mana bahasa sehari-hari yang kami gunakan adalah Simalungun, di samping Indonesia dan juga Toba. Di rumah keluargaku, kami mempergunakan tiga bahasa sekaligus setiap hari: Simalungun, Toba dan Indonesia. Ibuku berbahasa Toba, bapakku berbahasa Simalungun, kami anak-anak cenderung lebih banyak mempergunakan bahasa Indonesia dan Simalungun.

Dari semua saudara-saudari bapakku, hanya keluarga kami yang tinggal di kampung. Hanya aku dan adek-adekku yang masih bisa berbahasa Batak (Simalungun dan Toba). Semua sepupuku, karena sudah lahir dan besar di perantauan, walaupun mereka adalah Batak sepertiku, tak ada lagi mereka yang lancar berbahasa Batak, entah itu Toba atau Simalungun karena di keluarga pihak bapakku, kedua bahasa ini menjadi bahasa yang biasa mereka pakai karena pernikahan antara suku Toba dan Simalungun. Dalam kehidupan para sepupuku yang berada di perantauan itu, bahasa Batak tidak begitu relevan kan? Mereka bergaul dengan suku-suku non-Batak, jadi mereka mempergunakan bahasa Indonesia atau bahasa setempat di mana mereka lahir dan tinggal. Nampaknya, para orang tua sepupu-sepupuku juga tidak merasa bahwa anak-anak mereka memerlukan bahasa-bahasa Batak dalam hidup mereka. Bagi kami yang tinggal di kampung di Simalungun, situasi lingkungan yang terutama menjadikan kami mengapa kami masih bisa berbahasa Batak, bukan usaha orang tua.

Begitulah antara lain keberadaan bahasa-bahasa suku ini, seperti bahasa Simalungun. Saya tidak melihat ada usaha-usaha sistematis yang dikerjakan agar bahasa ini tidak punah. Mudah-mudahan tetap bisa bertahan, paling tidak selama masih ada orang-orang Simalungun yang mendiami perkampungan-perkampungan khususnya di wilayah Simalungun, bahasa ini mungkin masih bisa bertahan. Di luar wilayah Simalungun, dalam beberapa dekade ke depan, membaca situasi yang ada belakangan ini, bahasa ini akan semakin sedikit pemakainya di kalangan suku Simalungun sendiri sebab mereka adalah generasi yang lahir dan besar di perantauan yang tidak lagi terbiasa mempergunakan bahasa sukunya karena fungsinya yang semakin tidak jelas dalam hidup mereka.

Saya berharap akan muncul usaha-usaha kreatif untuk melestarikan bahasa-bahasa daerah khususnya bahasa-bahasa yang pemakainya berjumlah semakin sedikit seperti bahasa Simalungun ini. Salah satu cara untuk melakukannya adalah membuat channel YouTube berbahasa daerah, sedapat mungkin menyediakan isi yang berguna bagi yang menjalankannya demikian juga bagi yang mendengarkan atau melihat. Saya sendiri masih sulit menemukan channel yang secara khusus berbahasa Simalungun kecuali milik gereja seperti GKPS yang isinya secara umum berkaitan dengan kegerejaan.

Kreativitas merupakan salah satu solusi untuk menghadapi tantangan kepunahan bahasa suku/daerah di era digital ini. ***

Silahkan berkunjung ke channel YouTube-ku di: https://www.youtube.com/@PaulinaSihalohoBatakIndonesia & https://www.youtube.com/@paulinasihaloho2899.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun