Mohon tunggu...
Paulina Irena
Paulina Irena Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Ilmu Komunikasi UAJY

Forget the Mistake, Remember the Lesson

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Es Kepal Milo, Apa Kabar?

21 Maret 2021   10:09 Diperbarui: 21 Maret 2021   10:10 1802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Es Kepal Milo, nama yang tidak asing bukan?

Jika kamu lahir sebelum tahun 2018, tentu saja kamu tahu atau bahkan pernah menjadi salah satu penikmat dari Es Kepal Milo.

Singkat tentang Es Kepal Milo

Es Kepal Milo terinspirasi dari Ais Kepal Milo yang dijual di Malaysia.  Perpaduan Milo bubuk dengan susu kental manis coklat disiramkan pada serutan es yang berbentuk kepalan atau kumpalan bola. Kemudian ditaburi topping manis yang mendukung estetika. Toppingnya pun beragam seperti bubuk milo, remahan oreo, kacang, serta marshmallow. 

www.glorimelamine.com
www.glorimelamine.com

Es Kepal Milo, Jajanan Dessert atau Pemandangan Jalanan?

Es Kepal Milo dapat dikatakan sebagai jajanan dessert yang sangat populer. Kepopulerannya menjadikan Es Kepal Milo berbaris rapi di setiap tepi jalan. Cara pembuatannya yang mudah mengundang berbagai orang berlomba-lomba mencari keuntungan dari Es Kepal Milo.

Saya jadi ingat, pada saat itu saya masih duduk di bangku SMA. Sepanjang perjalanan saya pulang dari sekolah banyak stand yang menjual Es Kepal Milo ini hingga tidak dapat lagi saya hitung dan justru menjadi suatu pemandangan baru pula.

Sangat banyak penjual Es Kepal Milo menimbulkan pertanyaan, ini jajanan atau pemandangan?

Nah, Es Kepal Milo ini merupakan contoh dari Budaya Populer. 

Apa sih budaya populer?  

Kata 'populer' memiliki arti dikenal atau disukai oleh banyak orang atau dapat dikatakan umum. Budaya populer hadir untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat, sehingga mudah dipahami, dan dapat diterima serta dinikmati banyak orang. Menurut Raymond William (Storey, 2015, h.5), populer memiliki 4 makna, yaitu: banyak disukai orang, jenis pekerjaan rendah/murah, karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang, serta budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri.

Nah, berangkat dari makna budaya populer yang disebutkan Raymond William, tidak ada satu pun makna yang tidak terlihat dari Es Kepal Milo. 

Es Kepal Milo bahkan menjadi pembahasan yang begitu menyenangkan pada masanya. Berbagai media mempublikasikan berbagai hal tentang Es Kepal Milo, dari fakta hingga dampak negatif dari Es Kepal Milo.

Viralnya Es Kepal Milo ditambah dengan antriannya yang tidak pernah putus menunjukkan bahwa banyak yang menyukai jajanan ini. Rasanya yang manis dengan lelehan coklat dinikmati berbagai usia baik anak-anak juga orang dewasa. Fakta ini menyampaikan bahwa Es Kepal Milo dibuat untuk diri sendiri sehingga menyenangkan bagi banyak orang.

Dibuat untuk diri sendiri artinya dalam latar belakang dari adanya Es Kepal Milo berangkat dari pertimbangan penjual. Jika dia sebagai pembeli apakah dia akan membeli?

Penuhnya tepi jalan oleh stand Es Kepal Milo menunjukkan bahwa ini merupakan pekerjaan rendah/murah. Pekerjaan rendah/murah bermakna bahwa pekerjaan ini dapat dilakukan semua orang serta tidak memerlukan biaya yang besar. Modal yang diperlukan tidak besar, karena bahan-bahan yang diperlukan juga tidak banyak dan mudah didapatkan. Ditambah lagi penghasilan yang bisa diterima dari penjualan es kepal dalam satu hari bisa mencapai belasan juta (Anggraini, 2018).

Hanya Nostalgia 2018    

2018 merupakan tahun yang begitu berharga bagi Es Kepal Milo. Namun, sayangnya hanya bertahan pada tahun tersebut. Kepopuleran Es Kepal Milo sudah berakhir bahkan saat ini sudah jarang dibicarakan. Es Kepal Milo yang pernah populer saat ini sudah menjadi sub-kultur. 

Sub dalam sub-kultur berkonotasi perbedaan pendapat dan disonansi. Jadi sub-kultur adalah budaya yang tidak diterima di tengah budaya dominan (Ryan, 2010, h.86).

Es Kepal Milo menjadi budaya sub-kultur?!

Stand-stand berwarna hijau yang berbaris rapi tepi jalan sudah tidak lagi ditemukan. Es Kepal Milo sudah tidak lagi mendapat perhatian lebih dari masyarakat. Akibatnya, Es Kepal Milo terlihat tidak lagi diterima oleh lidah masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Es Kepal Milo beralih menjadi salah satu sub-kultur.

Berbeda dengan makanan/minuman yang populer hingga saat ini, contohnya Ayam Geprek. Ayam Geprek merupakan budaya populer yang tidak beralih menjadi sub-kultur. Hingga saat ini Ayam Geprek terus dicari atau menjadi pilihan bagi masyarakat Indonesia.

Bak Primadona yang Terlupakan

Sebenarnya, apa politik identitas yang terbangun oleh Es Kepal Milo? Identitas dari Es Kepal Milo yang viral menjadikan jumlah peminat dari jajanan ini bertambah setiap harinya. Es Kepal Milo yang digaung-gaungkan kenikmatannya membuat penasaran warga Indonesia.

Es Kepal Milo dipublikasikan dengan bentuk yang estetik dan mengundang selera. Walaupun sebenarnya sudah banyak yang berpendapat bagaimana rasa Es Kepal Milo yang sebenarnya, namun karena identitas yang dibangun masyarakat yang belum pernah mencobanya akan tetap penasaran.

Bagaimana tidak penasaran? Jika semua pelaku bisnis bisa terjun dalam dunia kuliner dan menjual Es Kepal Milo dengan kekreatifan dan variasi yang berbeda.

Jadi, kesimpulan dari artikel ini adalah budaya populer bisa terbentuk kapan saja dan oleh siapa saja. Budaya populer hadir didukung dengan bagaimana politik identitasnya terbangun. Namun, budaya populer juga dapat menjadi budaya sub-kultur, apalagi dalam dunia kuliner karena ini masalah selera. 

Sekian dari saya, semoga artikel ini dapat menjadi pertimbangan untuk kamu yang mau membuka usaha kuliner! 

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, D. (2018). Jadi viral ternyata tren es kepal milo tak berlangsung lama. Detik food. Diakses pada 20 Maret 2021 dari https://food.detik.com/info-kuliner/d-4364430/jadi-viral-ternyata-tren-es-kepal-milo-tak-berlangsung-lama. 

Storey, J. (2015). Cultural theory and popular culture. New York: Routledge.

Ryan, M. (2010). Cultural studies: A practical introduction. United Kingdom: John Willey.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun