nabi dan nabiah (nabi perempuan) memiliki pemahaman distingtif dalam berbagai tradisi agama, namun secara umum dengan melihat kesamaan pandangan, nabi dapat dianggap sebagai seseorang menerima wahyu atau pesan dari Tuhan untuk disampaikan kepada umat manusia. Konsep kenabian yang variatif ini mencerminkan bagaimana setiap tradisi agama melihat hubungan antara Tuhan dan manusia dengan cara pandang masing-masing. Dalam agama-agama Abrahamik  seperti Kristen, Yahudi dan Islam, nabi memiliki peran sentral sebagai pembawa wahyu, sedangkan dalam tradisi lain, fokusnya lebih pada seseorang dengan kebijaksanaan tinggi atau pencerahan spiritual. Namun benang merah dari semua konsep ini jelas menyetujui bahwa seorang nabi adalah pemegang peran signifikan dan sentral dalam agama untuk membimbing, mendoakan dan menyampaikan pesan ilahi. Sedangkan nabiah, meski jarang disebutkan, menunjukkan bagaimana perempuan juga berkontribusi secara signifikan juga dalam peran ini.
KonsepKonsep ibu, dalam berbagai tradisi, budaya, dan agama di dunia menunjukan similaritas dalam penghormatan yang mendalam terhadap peran keibuan sebagai simbol cinta, pengorbanan, dan tentulah kehidupan itu sendiri. Dalam tradisi Jawa, ibu adalah penopang kehidupan (ibu bumi), dan dalam berbagai budaya di nusantara, ibu menjadi pusat keluarga, penjaga nilai-nilai tradisional dan warisan leluhur. Budaya Cina dengan ajaran Konfusianisme melihat peran ibu sebagai penjaga keharmonisan keluarga, dimana ibulah yang memainkan peran besar dalam memastikan penghormatan/ kesalehan anak terhadap orang tua. Sementara budaya Afrika melihat ibu sebagai simbol kekuatan dan keberlanjutan, dan di sisi lain budaya Yunani memandang ibu sebagai simbol kesuburan, pengasuhan, dan pelindung keluarga. Kesemuanya melihat peran kritis sosok seorang ibu untuk memastikan cinta tumbuh, kehidupan berjalan dengan harmonis serta semuanya memerlukan kekuatan dan pengorbanan.
Tak jauh beda, berbagai agama melihat betapa esensial peran 'ibu'. Agama Kristen memberi penghormatan tinggi kepada figur ibu yang tercermin melalui penghormatan kepada Maria, ibu Yesus, pralambang cinta, kesetiaan/ ketaatan, dan pengorbanan. Agama Islam dalam salah satu hadis menyebutkan bahwa " Surga berada di bawah telapak kaki ibu". Karena ibulah pelindung moral keluarga dan pendidik generasi. Â Demikian pun dalam agama Hindu dimana konsep "Devi" sering merepresentasikan ibu ilahi, dan 'mata" merujuk pada penghormatan kepada guru spiritual. Hal yang sama dapat dilihat pada ajaran Metta Sutta dalam agama Budha. Buddha menyebutkan bahwa kasih yang seharusnya dimiliki umat manusia kepada semua makhluk seharusnya menyerupai kasih seorang ibu kepada anak satu-satunya. Ibu sering dikaitkan dengan nilai kasih tanpa pamrih, yang merupakan salah satu inti ajaran Buddha.Â
Jika dilihat lebih jauh maka konsep ibu dalam berbagai budaya dan agama di dunia melampaui peran biologis dan menjadi simbol universal kasih, pengorbanan, kehidupan, keharmonnisan serta kesuburan. Dalam berbagai budaya dan agama, ibu dipandang sebagai penjaga nilai-nilai luhur, pengasuh spiritual, dan figur transformatif yang menghubungkan manusia dengan Tuhan, alam, dan komunitas.Â
Ibu sebagai nabiah
Berlandaskan pemahaman akan peran kenabian serta ibu, maka tak salah jika ibu di tengah keluarga sesungguhnya adalah seorang nabiah. Seorang ibu diharapkan mampu membawa pesan ilahi (nilai luhur), pemimpin spiritual (ajakan doa dan berdoa) dan penjaga nilai-nilai moral dalam keluarga. Dalam berbagai tradisi dan pandangan keagamaan, ibu sering diibaratkan sebagai sosok yang memiliki hikmat, cinta tanpa syarat, dan intuisi yang mendalam untuk menuntun keluarganya dalam kebenaran.Â
Ibu, sebagai nabiah, haruslah menjadi pemberi hikmat; dimana seperti seorang nabi yang menyampaikan wahyu kepada umatnya, maka tugas seorang ibu adalah menjadi pewarta nilai-nilai kehidupan dan kebijaksanaan kepada anak-anaknya. Ibulah yang menginfuskan prinsip moral, menempa karakter dan sekaligus teladan hidup dalam berperilaku. Ibu harus menjadi kitab hidup yang membimbing anak mengenal Tuhan dan mencintai sesamanya.Â
Ibu, sebagai nabiah, haruslah menjadi pembimbing spiritual; dimana seperti seorang nabi yang bertugas memimpin umatnya menuju kepada kebenaran, maka ibulah yang mengambil peran sebagai pembimbing spiritual dalam keluarga. Ibu dengan kelembutannya membawa keluarganya menjadi lebih dekat dengan Tuhan melalui kebiasaan doa bersama dalam keluarga, pengajaran nilai-nilai agama dan teladan kesalehan itu sendiri. Ibu adalah guru pertama bagi setiap anaknya, seminari pertama, madrasah pertama, perguruan pertama bagi mereka sebelum melangkah ke luar komunitas keluarga.
Ibu, sebagai nabiah, haruslah menjadi penyatu dan pelindung; dimana seperti seorang nabi yang mengayomi umatnya, seorang ibu haruslah menjaga keharmonisan dalam keluarga dan melindungi anggotanya dari bahaya baik secara fisik maupun spiritual. Ibu harus menjadi tempat teduh, payung teduh tempat penyelesaian konflik dan menciptakan rasa aman. Ibu adalah rumah dan jiwa rumah itu sendiri. Sebagai jiwa rumah ibulah penjaga cinta dan kedamaian di tengah keluarganya dan bukan sebaliknya menjadi penyebab huru hara dan ketakutan.
Ibu, sebagai nabiah, haruslah mengusung cinta tanpa syarat; dimana seorang nabi tidak sekedar menyampaikan pesan ilahi, tetapi juga menunjukkan kasih dan pengorbanan demi umatnya. Seorang ibu, haruslah rela mengorbankan diri dan egonya demi kebahagiaan dan keselamatan keluarga. Penelantaran seorang ibu demi ambisi dan ego pribadi terhadap keluarganya menunjukkan ketidakbijaksanaan dan cinta diri yang eksesif. Ibu haruslah hadir dan melindungi anak-anaknya dan memberikan kebijaksanaan dengan cinta tanpa syaratnya.
Ibu, sebagai nabiah, haruslah berani bernubuat dalam keputusan keluarga; dimana seperti nabi yang menerima petunjuk ilahi, maka seorang ibu dapat menggunakan intuisi dan nalurinya untuk membuat keputusan penting yang mempengaruhi masa depan keluarganya berdasarkan cinta dan tidak ingat diri. Doa dan suara seorang ibu memiliki kekuaatan untuk mengarahkan dan terang ilahi.
Pada akhirnya, ibu sebagai nabiah di tengah keluarga bukanlah sekadar peran biologis, tetapi lebih sebagai panggilan spiritual. Ia memikul tanggung jawab untuk menanamkan iman, menjaga moralitas, dan memimpin keluarganya menuju kehidupan yang lebih baik. Seperti nabi, ia adalah pembawa cahaya dan panduan, yang melalui kasih dan kebijaksanaannya, menyentuh hati setiap anggota keluarga. Menyediakan rumah aman dan penuh harmoni bagi setiap jiwa anak dan keluarganya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H