Mohon tunggu...
Paulus Arinadenggan
Paulus Arinadenggan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seminaris

Seorang Seminaris yang biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

3 Dasar/Pilar Kebenaran Iman Katolik

25 Februari 2024   11:17 Diperbarui: 14 Mei 2024   12:31 2902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam agama, terdapat suatu fondasi iman atau ajaran sebagai dasar iman dalam kehidupan agama tersebut. Fondasi tersebut juga memiliki tujuan sebagai landasan akan penghayatan terhadap yang diimani serta tujuan apa yang ingin dicapai oleh agama tersebut. Dengan begitu, agama dapat menarik manusia untuk bergabung dan mengikuti agama tersebut. Dalam Agama Katolik, terdapat 3 Dasar atau Pilar Iman Katolik yang menjadi dasar ajaran  dari agama ini. 3 Dasar atau Pilar Iman Katolik ialah: Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium. Hal inilah yang membedakan dengan Gereja Kristen Protestan yang hanya memiliki dasar dari Kitab Suci saja (Sola Scriptura) Lantas, apa saja arti dan makna yang terkandung dalam setiap dasar atau pilar tersebut?

1. Tradisi Suci

Tradisi Suci merupakan Tradisi yang diwariskan oleh para rasul yang menerima secara langsung mengenai ajaran dan contoh Yesus Kristus serta bimbingan dari Roh Kudus. Melalui Tradisi ini, Sabda Allah yang dipercayakan Yesus kepada para rasul disampaikan secara utuh kepada pengganti mereka, agar mereka dapat memelihara, menjelaskan, dan menyebarkannya dengan setia dalam pewartaan mereka. Oleh karena itu, Tradisi Suci ini bukanlah sekadar adat kebiasaan manusia biasa. Perlu diketahui bahwa Yesus tidak pernah mengutuk semua adat kebiasaan manusia, tetapi hanya mengutuk adat kebiasaan yang bertentangan dengan perintah Tuhan (Markus 7:8). 

Dengan demikian, Tradisi Suci dan Kitab Suci tidak akan pernah saling bertentangan. Pengajaran para rasul mengenai Allah Tritunggal, Api Penyucian, dan Keperawanan Maria telah diajarkan dengan jelas melalui Tradisi dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci, meskipun hal-hal tersebut tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Kita tidak boleh melupakan bahwa Kitab Suci sendiri mengajarkan agar kita memegang teguh Tradisi yang disampaikan kepada kita baik secara tertulis maupun lisan (2 Tesalonika 2:15, 1 Korintus 11:2). 

Perlu dipahami bahwa Tradisi Suci bukanlah sekadar kebiasaan rohani belaka. Meskipun semua kebiasaan tersebut baik, namun hal-hal tersebut bukanlah doktrin. Tradisi Suci meneruskan doktrin yang diajarkan oleh Yesus kepada para rasul-Nya, yang kemudian diteruskan kepada Gereja di bawah kepemimpinan para penerus rasul, yaitu para Paus dan uskup. 

2. Kitab Suci

Sesuai dengan kehendak Allah terjadilah pengalihan Injil dengan dua cara:  yakni secara lisan "oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang mereka terima dari mulut, pergaulan, dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari"; dan secara tertulis "oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga telah membukukan amanat keselamatan" (DV 7). (KGK 76)

"Adapun, supaya Injil senantiasa terpelihara secara utuh dan hidup di dalam Gereja, para Rasul meninggalkan Uskup-Uskup sebagai pengganti-pengganti mereka, yang `mereka serahi kedudukan mereka untuk mengajar" (DV 7). Maka, "pewartaan para Rasul, yang secara istimewa diungkapkan dalam kitab-kitab yang diilhami, harus dilestarikan sampai kepenuhan zaman melalui penggantian-penggantian yang tiada putusnya" (DV 8). (KGK 77)

Dengan demikian penyampaian Diri Bapa melalui Sabda-Nya dalam Roh Kudus tetap hadir di dalam Gereja dan berkarya di dalamnya: "Demikianlah Allah, yang dahulu telah bersabda, tiada henti-hentinya berwawancara dengan Mempelai Putera-Nya yang terkasih. Dan Roh Kudus, yang menyebabkan suara Injil yang hidup bergema dalam Gereja, dan melalui Gereja dalam dunia, menghantarkan umat beriman menuju segala kebenaran dan menyebabkan Sabda Kristus tinggal dalam diri mereka secara melimpah ( Kolose 3:16)" (DV 8). (KGK 79)

3. Magisterium

Magisterium berasal dari bahasa Latin yaitu "magister" yang berarti "guru", yang juga bermakna luas yang bisa berarti presiden, kepala, direktur, dan lain sebagainya, dan juga dalam makna yang sempit berarti seorang pengajar atau pembimbing kaum muda. Magisterium yang merupakan kata benda merujuk pada jabatan seorang magister.

Dalam istilah sederhana, Magisterium adalah jabatan ajaran resmi Gereja, dalam arti peran atau otoritas, bukan sebagai pusat birokratis. Magisterium di dalamnya terdiri dari paus dan para uskup yang bersekutu dengannya. Mereka diberikan tugas untuk menafsirkan Kitab Suci dan membuat penilaian mengenai "tradisi" dalam Gereja, dan membuat pernyataan resmi mengenai otentisitas tradisi-tradisi tersebut. Salah satu hasil dari Magisterium ialah terbitnya "Katekismus Gereja Katolik" (KGK)

Berikut ini bagaimana Katekismus Gereja Katolik mendefinisikan Magisterium:

"Adapun tugas menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan (Tradisi) itu, dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus" Hal ini berarti bahwa tugas menafsirkan telah dipercayakan kepada para uskup dalam persatuan dengan penerus Petrus, Uskup Roma (KGK 85).

Tugas ini diberikan Yesus Kristus kepada para rasul salah satunya kepada Rasul St. Petrus, dan bisa kita lihat dalam Perjanjian Baru, terutama dalam Kisah Para Rasul ketika terjadi perselisihan mengenai penerimaan mereka yang bukan orang Yahudi.

St. Petrus mendapatkan penglihatan di mana ia didorong Allah untuk menerima sesuatu yang "najis." Setelah itu ia menyatakan, "Bolehkah orang mencegah untuk membaptis orang-orang ini dengan air, sedangkan mereka telah menerima Roh Kudus sama seperti kita?" Lalu ia menyuruh mereka dibaptis dalam nama Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 10:47-48).

Pembaptisan orang-orang bukan Yahudi merupakan salah satu contoh bagaimana Petrus dan para rasul menghadapi situasi yang baru, di mana mereka harus menentukan tindakan yang benar. Dengan ilham dari Roh Kudus, mereka dimungkinkan untuk membuat pernyataan bagaimana menafsirkan Sabda Allah dengan cara yang otentik.

Umat Katolik percaya bahwa paus dan para uskup yang bersekutu dengannya bisa dipercaya karena janji Yesus tentang mengirimkan Roh Kudus kepada mereka, yang akan membimbing mereka dalam proses menyatakan "dogma-dogma" (ajaran) tertentu dan menilai otentisitas dari tradisi tertentu.

Seluruh konsep mengenai magisterium bergantung pada kepercayaan ini, yaitu janji Yesus, "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran (Yohanes 14:16-17).

3 Dasar/Pilar Kebenaran Iman Katolik menekankan aspek yang berbeda-beda, namun pilar-pilar tersebut menjadi dasar atau fondasi yang kokoh bagi Gereja Katolik hingga saat ini.

Pax et Bonum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun