Mohon tunggu...
Paul Sagajinpoula
Paul Sagajinpoula Mohon Tunggu... karyawan swasta -

kadang tertawa, kadang serius

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Memberi dan Menerima: Pelajaran Berharga dari Garam Dapur

17 Oktober 2012   03:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:46 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Natrium (Na) adalah logam yang reaktif, gampang meledak jika terkena air. Ia jarang ditemukan dalam keadaan bebas di alam. Demikian juga halnya klor (Cl). Dalam keadaan gas, betapa beracunnya unsur ini. Ia pun jarang ditemukan dalam keadaan bebas di alam (keadaan bebas yang dimaksud adalah tidak terikatnya unsur kimia yang satu dengan unsur lainnya).

Uniknya, kedua unsur ini tak lagi berbahaya ketika sudah bersatu dalam ikatan membentuk senyawa. Kehadiran mereka pun sangat bermanfaat bagi manusia. Itulah yang kita kenal dengan natrium klorida (NaCl) atau lebih populernya disebut garam dapur.

Bersatunya Na dan Cl diakibatkan oleh ikatan kimia yang terjadi antara keduanya. Dalam menjalin ikatan, setiap senyawa akan berusaha mencapai kestabilan. Kestabilan tercapai jika susunan elektronnya sama dengan gas mulia (Helium, Neon, Argon, Kripton, Xenon, dan Radon).

Na kelebihan satu elektron sementara Cl kekurangan satu elektron. Dengan hati tulus Na menyumbangkan satu elektronnya kepada Cl. Cl pun dengan senang hati menerima sumbangan Na. Pada akhirnya terbentuklah ikatan di antara mereka. Ikatan ini stabil dan tidak berbahaya. Itulah sebabnya jarang sekali ditemukan unsur-unsur kimia dalam keadaan bebas. Hampir semua berikatan membentuk senyawa, seperti halnya NaCl.

Fenomena garam dapur di atas seyogyanya menjadi sentilan bagi kita. Na menyadari bahwa ia kelebihan satu elektron. Tanpa ragu ia menawarkan satu elektron itu kepada Cl untuk dipakai bersama. Cl pun tak malu menerima tawaran Na karena dia membutuhkannya. Cl menyadari dengan tujuh elektron saja, hidupnya takkan stabil. Dia masih tetap berbahaya. Dia masih tetap beracun. Dia belum stabil. Dia butuh satu elektron lagi.

Ilustrasi Na dan Cl di atas justru kontras dengan kenyataan hidup manusia pada umumnya. Tak jarang hidup kita berkecukupan bahkan lebih. Namun, tak seperti Na yang rela dan tulus memberi, jarang sekali timbul niat ingin berbagi dengan orang lain. Semua kita nikmati sendiri. Orang lain tidak dipedulikan. Padahal ada banyak orang yang kesusahan di luar sana. Bahkan untuk bisa makan tiga kali sehari pun mereka kesulitan. Padahal seringkali kita makan bersisa dan terbuang begitu saja. Mungkin inilah akibat dari perilaku hidup individualistis. Rasa peduli sudah majal. Orang-orang masa bodoh dengan lingkungan di sekitarnya.

Manusia sepertinya enggan juga belajar dari Cl. Tak seperti Cl yang dengan hati gembira menerima pemberian Na, manusia terkadang justru merasa gengsi ketika harus menerima pemberian sesamanya. Kita terkadang sering menolak bantuan orang lain karena merasa tidak membutuhkannya. Mungkin karena perasaan malu atau bisa jadi karena sok mampu. Bahkan tak jarang kita berpikiran negatif terhadap kemurah-hatian orang lain.

Kita seharusnya belajar dari Na dan Cl. Lihatlah, bagaimana perasaan gundah gulana Cl akhirnya sirna. Rasa khawatir yang menyelimutinya pun hilang seketika. Ternyata ada Na yang berbaik hati menawarkan satu elektronnya untuk dipakai bersama. Tanpa ragu Cl pun menerima tawaran itu. Akhirnya terikatlah mereka dalam satu ikatan.  Na pun senang karena niat tulusnya memberi disambut baik oleh Cl.

Begitulah seharusnya dalam hidup kita. Selagi masih diberi kesempatan memiliki sesuatu yang “berlebih”, jangan pernah ragu untuk membagikannya kepada orang lain. Berikanlah itu dengan hati tulus tanpa mengharapkan imbalan sebagai balasannya. Demikian juga dengan kita yang membutuhkan. Ketika ada orang yang berniat memberi dengan tulus, tak usahlah gengsi atau malu menerimanya. Justru kita harus bersyukur karena ada yang bermurah hati membantu. Mari terus belajar tulus memberi dan tulus menerima seperti garam dapur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun