Malaikat bertanya,Apakah aku ingin berjalan diatas mega ?
Dan aku menolaknya.
Karena kakiku masih di bumi
Sampai dhuafa lepas dari keterpurukan
Sampai mustadafin diangkat oleh tuhan.(dibacakan oleh istri Kuntowijyo, Gedung Lengkung 2011)
Suara ibu Kunto, demikian istri kuntowijoyo akrab disapa-menahan sedih membacakan sajak di saat masa-masa akhir kebersamaan bersama Prof. Kuntowijoyo. ia seakan tak kuasa melanjutkan bait sajak yang ditulis oleh suaminya.ada perasaan tertahan, tapi air mata tidak habis berderai. haru nampak nyata dalam diskusi itu, serasa larut dalam sebuah elegi.
Kembali menghadiri diskusi Great Thinker-“Kuntowijyo dan Ilmu Sosial Profetik”.sekolah pasca kali ini. Menghadirkan murid-murid Kuntowijoyo. Murid langsung Kunto, Prof. Bambang Purwanto (Guru Besar FIB UGM) dan murid tidak langsung Prof. Purwo Santoso (Guru Besar Ilmu Politik UGM).
ini seperti diskusi dalam konteks romantik bulanan kali ini di gedung lengkung sekolah pasca dengan tajuk-Great Thinker. pemikir besar setiap bulan dihadirkan. menghadirkan karya-karya pemikir besar Indonesia.
kembali ke Kuntowijoyo. sederhana untuk mengungkapkan untuk dia : Mengagumi. Menjadi pengagum dari novel dan buku-buku yang dia hasilkan, mantra penjinak ular, dilarang mencintai kupu-kupu, khotbah di atas bukit adalah beberapa novel yang telah dihasilkannya, belum termasuk buku-buku ilmiah yang dikarangnya semasa aktif sebagai dosen.
Mengenang dalam konteks romantisme bersama pemikiran Kunto mungkin pas di daras disini. Kuntowijoyo adalah sumber ilham. Membahas pemikirannya berarti membahas pula ilmu atau islam profetik-nya.