Mohon tunggu...
Patrya Pratama
Patrya Pratama Mohon Tunggu... -

Pemerhati dan praktisi kebijakan publik, terutama kebijakan sosial. Penggemar tenis dan Manchester United.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Belajar Menilai Cagub Pilkada dari Rian Ernest

14 Februari 2017   10:49 Diperbarui: 14 Februari 2017   12:03 1885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Hari ini Selasa, 14 Februari 2017, satu hari menjelang pencoblosan Pemilihan Kepala Daerah, termasuk untuk DKI Jakarta. Tulisan tentang Pilkada DKI memang sudah penuh sesak dan warga pun sepertinya sudah menentukan pilihannya. Masa tenang justru sepertinya menjadi masa yang paling tidak tenang dengan banyak upaya last minute memenangkan kandidatnya. Salah satu contohnya adalah tulisan oleh Rian Ernest, yang kini bekerja untuk Pak Ahok dan menjadi salah satu anggota tim hukumnya, yang berjudul “Catatan Jongos Dua Cagub DKI” pada 13 Februari 2017 kemarin.

Pertama-tama, penting untuk kita sadari kenyataan bahwa argumen yang disampaikan seseorang, termasuk argumen politik, tentu dipengaruhi oleh posisi atau di mana ia berdiri. Hal ini adalah sesuatu yang natural. Tantangan kita adalah bagaimana mengedukasi diri dan sesama untuk mengurangi bias-bias yang sering secara natural timbul tersebut saat menghadapi argumen politik, sehingga pertimbangan dan argumen rasional semakin banyak tersedia. Mari kita belajar dari tulisan Rian Ernest tersebut,

Setelah kita baca, akan sangat mudah bagi siapapun yang mendukung Pak Anies dalam Pilkada ini untuk mengikuti ego-nya dengan memberikan argumen bantahan, lalu melakukan yang sebaliknya dari apa yang Rian tulis: mengunggul-unggulkan pak Anies dan mengkurang-kurangi sisi positif Pak Ahok sembari mencari kelemahannya. Kesimpulannya pun akan mudah ditebak: Pak Anies lebih unggul dari Pak Ahok karena pak Anies memiliki suatu hal yg dibutuhkan Jakarta saat ini. No surprise!

Bila dipikir kembali, sudah tentu kita harapkan Rian juga akan berkesimpulan dalam tulisannya bahwa Pak Ahok lebih tepat dipilih dalam Pilkada ini. Apa yg kita harapkan? Bahwa Rian tiba pada kesimpulan bahwa Pak Ahok sudah tidak pantas menjadi gubernur lagi karena banyak janjinya yang tidak ditepati, begitu? Who am I kidding? Dalam hal ini, kesimpulan argumen telah diputuskan dan sudah bisa diprediksi cukup dengan melihat di mana Rian Ernest sekarang berdiri.

Namun yang saya khawatirkan sebenarnya adalah bagaimana kita semua, publik, dapat tiba pada sebuah kesimpulan preferensi, baik itu mendukung Pak Ahok seperti Rian ataupun mendukung yang lain. "Metodologi" itu penting dalam upaya persuasi. Menurut saya, langkahnya cukup sederhana:

1) tentukan variabel dan indikator yang menurut kita penting untuk pekerjaan yg diperebutkan (Gubernur), misal: pengalaman, pendidikan, kasus korupsi, program tertentu, dll.

2) kumpulkan evidence dari setiap kandidat untuk indikator tersebut, bukan hanya dari salah satu, dan meliputi elemen positif dan negatifnya, lalu

3) bandingkan keduanya secara keseluruhan, bukan membandingkan dengan kondisi ideal yang kita inginkan karena let’s face it, kandidat ideal hanya hidup di paralel universe.

Metode yang benar ini agar kita bisa secara rasional menilai dan menimbang, tanpa cherrypicking atau hanya menggunakan evidence-evidence yang mendukung argumen yang hendak dibangun dan mengesampingkan yang tidak. Tampak mudah dan sederhana, namun cukup sulit pada praktiknya. Mohon izin untuk kembali menggunakan tulisan Rian Ernest sebagai contoh.

Salah satu indikator yang Rian sampaikan adalah variabel konsistensi dalam pilihan jalur/kendaraan politik. Rian berargumen bahwa Pak Anies tidak konsisten dengan memberikan evidence rekam jejak Pak Anies yang ikut serta dalam konvensi Parta Demokrat (PD) setelah sebelumnya menjadi anggota Komisi Etik KPK yang mengungkap kasus korupsi pada beberapa anggota PD. Banyak yang mungkin tidak setuju hal tersebut sebagai bentuk inkonsistensi, namun mari kita setujui saja dahulu demi argumen.

Dapat kita lihat bahwa Rian cherrypick dengan tidak meng-address inkonsistensi yang mungkin sebagian kalangan juga menilai telah dilakukan oleh Pak Ahok, serta menjelaskan mengapa inkonsistensi yang satu lebih dapat ditoleransi dibandingkan yang lain. Sebagai contoh, Pak Ahok yang telah bergonta-ganti kendaraan partai politik dari PPIB di Belitung Timur, Golkar di DPR-RI, Gerindra sebagai Wagub DKI, dan kini sepertinya PDIP. Tidak pula dibahas mengenai maju mundurnya Pak Ahok sebagai calon independen atau calon parpol dalam Pilkada sekarang. Ini adalah contoh cherrypicking dalam bentuk sederhana: ambil evidence yang sesuai dan buang yang tidak sesuai.

Contoh lainnya adalah pada indikator kemampuan mengeksekusi konsep. Rian berargumen bahwa Pak Anies bukan eksekutor yang baik dengan evidence beberapa kebijakan yang tidak berhasil sebagai Mendikbud, seperti distribusi KIP, atau kelebihan anggaran 23T untuk Tunjangan Profesi Guru. Argumen ini dapat dibuat lebih baik dengan pertama-tama memastikan fakta yang disampaikan akurat mengenai kedua isu tersebut (dapat cek di sini atau di sini). Kedua, Rian kembali melakukan pemilihan evidence yang tidak berimbang dengan tidak menyampaikan keberhasilan/terobosan yang telah dilakukan Pak Anies di Kemdikbud (misalnya lihat di sini) dan memperbandingkannya dengan konsep-konsep serta eksekusi-eksekusi yang telah berhasil/gagal dilakukan Pak Ahok. Apakah benar semua yang telah dikonsepkan Pak Ahok (atau sebenarnya mungkin oleh Pak Jokowi dahulu saat menjadi Gubernur) telah tereksekusi? Orang awam mungkin akan terbantu dengan misalnya, penjelasan tentang pembangunan Kampung Deret yang terimplementasi, atau lainnya. Sebagai “orang dalam” tentu Rian memiliki banyak yang dapat dibagi pada pembaca.

Argumentasi dan daya persuasi paparan Rian Ernest menjadi tampak menarik karena ia menunjukkan pengalamannya bekerja bersama kedua pasang kandidat. Secara natural hal ini memberikan appeal bahwa ia mengetahui benar cara bekerja kedua kandidat, benarkah? Berdasarkan penjelasannya, kita bisa melihat bahwa Rian sebenarnya tidak bekerja untuk Pak Anies selama satu-satunya jabatan birokrat yang Pak Anies pernah secara substansial memimpin di Kemdikbud. Dengan demikian, menjadi natural bagi ia untuk tidak mengetahui terobosan-terobosan dan kekurangan-kekurangan era Mendikbud Anies Baswedan secara langsung. Hal ini berbeda dengan pengalamannya bekerja untuk Pak Ahok hingga saat ini sehingga evidence Rian mengenai Pak Ahok secara objektif telah bias. Hal ini adalah hal yang natural, dan bukan pula kesalahan Rian. Justru kita semua sebagai publik yang perlu mengedukasi diri. 

Masih banyak indikator-indikator lain yang selaiknya dapat lebih baik lagi diargumentasikan, termasuk dalam argumen Pak Anies yang “ringan berkata iya” dan Pak Ahok yang “bisa berkata tidak”, atau  mengenai pertemuan Pak Anies dengan FPI yang sempat ramai diperbincangkan. Namun apapun itu, publik perlu dilengkapi dengan daya kritis yang baik, seperti dengan ketiga langkah yang telah saya sebutkan sebelumnya, terutama dalam menghadapi argumen-argumen politik para buzzer

Saya tidak mengatakan kandidat mana yang lebih konsisten, lebih pandai menjadi konseptor/eksekutor atau lebih berambisi daripada yang lain, namun tentu cherrypicking data dalam membandingkan kandidat asal sesuai dengan argumen yang dikedepankan tidak memberikan edukasi yang baik bagi pembaca pada umumnya. Kecuali memang satu-satunya justifikasi pada cherrypicking ini adalah "ya namanya juga pilkada".

Selamat memilih dengan akal sehat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun