Mohon tunggu...
Patrick Waraney Sorongan
Patrick Waraney Sorongan Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Ende gut, alles gut...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Konten Lokal SSJ Televisi Nasional Ditonton "Hantu"?

15 Desember 2020   21:46 Diperbarui: 19 Desember 2020   01:02 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalangan komisioner di Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) di mana sebuah stasiun televisi nasional di wilayahnya  mengantungi IPP lokal, umumnya tidak memiliki inisiatif  untuk membangkitkan kebanggaan akan daerah sendiri. 

"Tidak ada pressure dari mereka ke pihak stasiun televisi nasional, agar konten lokal ditayangkan pada jam 'normal', walaupun tentunya juga  tidak harus pada jam-jam utama (prime time)," kata Cornelis Oktaf, produser SSJ dari sebuah rumah produksi.

Jam-jam 'mustahil iklan' alias 'jam-jam hantu' ini, berubah jadi 'prime time' ketika tiba Bulan Suci Ramadan. Jam-jam dini hari hingga jelang subuh alias menjelang dan selama sahur, berubah jadi 'prime time'. Dan, selama ramadan pula, SSJ ditiadakan, diganti dengan progam nasional, yang 'slot'-nya digeser ke jam-jam tersebut.

KPID sendiri, masih menurut saran dari sejumlah pengelola rumah produksi, seharusnya memediasi pihaknya dengan LPS nasional, terkait peluang diberi kepercayaan mencari  iklan untuk siaran lokal. 

Artinya, 'break' tayangan program, tak hanya diisi dengan promo-promo program dari stasiun televisi nasional yang bersangkutan. Sebab, kewajiban terkait SSJ sesuai UU Penyiaran, pada dasarnya juga untuk memberi peluang hidup bagi pihak lokal yang berkecimpung di industri penyiaran. 

Alih-alih ditayangkan di stasiun televisi nasional (walaupun sebenarnya 'hanya' SSJ), setidaknya konten lokal sanggup bernilai jual dalam menggaet iklan lokal.

Toh menurut Oktaf, semua itu merupakan tugas KPID. Sebab, KPID  merupakan lembaga negara independen, yang dibentuk melalui UU Nomer 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Tujuannya, mengatur segala hal mengenai penyiaran di Indonesia.  "Gaji mereka 'gede', dan tidak sedikit masih bekerja di tempat lain. 

Padahal tugas mereka berat, walaupun memang, yang terpilih menjadi komisioner di KPID, rata-rata bukan dari latar belakang dunia 'broadcast'. Tugas dan kewajiban mereka, antara lain, membantu pengaturan infrastruktur di bidang penyiaran; memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang; menampung, meneliti dan menindak lanjut aduan, sanggahan serta kritikan dan apresiasi masyarakat.

KPID juga bertugas menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalisme di bidang penyiaran.

Bagi kalangan rumah produksi, betapa bangganya jika hasil kerja keras mereka bisa disaksikan masyarakat, walaupun honor per kontraknya, memprihatinkan. 

Lebih ironis lagi, tak sedikit program yang sudah ditayangkan setahun-dua tahun bahkan lebih, kembali 'on air' di siaran lokal. Episode tentang sebuah rumah makan di suatu daerah, masih saja 'nongol' di layar kaca dalam SSJ, padahal sudah lawas. Bahkan sering terjadi dalam program kuliner yang 'rerun',  rumah makan yang disyuting semisal tahun 2014, sudah tidak ada lagi saat ditayangkan (lagi)  pada 2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun