Mohon tunggu...
Patricia Daniela
Patricia Daniela Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Seorang guru SD kelas 6

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Maslow's Hierarchy of Needs

9 November 2021   22:35 Diperbarui: 9 November 2021   22:41 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : daniela.art (@danielaillustration)

Proses belajar dapat dilakukan dengan baik oleh siswa karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendorong siswa untuk bergerak aktif mengikuti setiap proses belajar tersebut. Faktor-faktor pendorong tersebut dapat terjadi dari dalam diri siswa, maupun dari luar diri siswa. 

Namun, dari keseluruhan faktor tersebut keinginan untuk mau belajar perlu ada di dalam diri siswa sehingga mereka dapat bergerak sendiri dalam melakukan proses belajar. Abraham Maslow, seorang psikolog klinis yang mempopulerkan hipotesis hierarki kebutuhan, yang didasarkan pada penilaian pribadi. 

Maslow menemukan apa yang membuat individu bahagia dan apa yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan itu merupakan hal yang terpenting sehingga seseorang tersebut dapat memenuhi tujuan tertentu. Maslow, sebagai seorang humanis, berpikir bahwa manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengaktualisasikan diri, atau untuk mencapai potensi penuh mereka. 

Namun, untuk mencapai tujuan akhir ini, sejumlah persyaratan yang lebih mendasar, seperti makanan, keamanan, cinta, dan harga diri, harus dipenuhi (Cherry, 2021). Abraham Maslow merilis sebuah penelitian dengan judul "A Theory of Human Motivation" pada tahun 1943, di mana ia mengatakan bahwa manusia memiliki lima set kebutuhan yang harus dipenuhi dalam urutan tertentu. Jika, setiap tingkatan kebutuhan tersebut dapat terpenuhi maka dorongan untuk melanjutkan pada tahapan selanjutnya akan muncul.

Lima tahapan kebutuhan ini kemudian dikenal dengan nama "Maslow's Hierarchy of Needs". Dalam teori kebutuhan ini, Maslow menekankan bahwa kebutuhan dasar seseorang perlu dipenuhi sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan atau diinginkan. Kebutuhan pertama disebut kebutuhan fisiologis (Physiological needs). 

Kebutuhan ini termasuk urutan terendah dan kebutuhan paling mendasar. Ini termasuk keinginan untuk memenuhi dorongan biologis dasar seperti makanan, udara, air, dan tempat tinggal. Kebutuhan kedua adalah kebutuhan akan rasa aman (Safety needs). Kebutuhan akan rasa aman melihat bagaimana seseorang mendapatkan keamanan, kesejahteraan, perlindungan, keberanian, ketertiban, bahkan perlindungan hukum. 

Tahap selanjutnya adalah kebutuhan akan kasih sayang (Needs of Love and Belonging). Kebutuhan ini dapat apabila kebutuhan akan rasa aman sudah terpenuhi. Pada tingkat ini, perilaku manusia didorong oleh kebutuhan akan koneksi emosional. Dalam tahapan ini, sangat penting bagi seseorang bisa merasakan kasih, dan penerimaan dari orang lain terutama di dalam pertemanan, keluarga, bahkan lingkungan sekitar. 

Kebutuhan keempat berbicara mengenai kebutuhan untuk diterima dan dihormati (Esteem needs). Pada tahapan ini, mendapatkan rasa hormat dan penghargaan dari orang lain menjadi semakin penting. Orang memiliki kebutuhan untuk menyelesaikan tugas dan mendapatkan penghargaan akan usaha yang dilakukan. 

Selain keinginan akan emosi kesuksesan, tuntutan harga diri juga menjadi cakupan nilai pribadi. Aktualisasi diri (Self-actualization Needs) adalah tingkat akhir di puncak kebutuhan Maslow. Ini mengacu pada kebutuhan untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri untuk mencapai potensi terbesar seseorang.

Dalam pendidikan, hierarki kebutuhan ini digunakan untuk menolong siswa dalam mencapai proses belajar yang maksimal. Proses tersebut dapat terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan dasar siswa sudah terpenuhi terlebih dahulu. Selain itu, kebutuhan tersebut dapat menimbulkan dan mempengaruhi motivasi di dalam diri siswa untuk dapat belajar dengan ideal. 

Kasus yang dapat dilihat, ada seorang siswa yang datang di sekolah namun pada saat pagi hari siswa tersebut belum sarapan dan seorang siswa yang sebelum ke sekolah sudah sarapan. Kita bisa melihat bahwa, hasil belajar yang diberikan oleh kedua siswa tersebut akan berbeda. Siswa yang datang ke sekolah dalam kondisi perut "kosong" akan lebih sulit untuk berkonsentrasi dalam mengikuti proses pembelajaran dibandingkan siswa yang dalam kondisi perut "terisi". 

Hal ini dikarenakan pada kondisi yang lapar, seseorang akan sulit untuk berkosentrasi dan berfokus pada suatu hal selain memenuhi rasa laparnya. Kondisi lainnya yang sering juga ditemui, seorang siswa yang datang ke sekolah namun pada sesi awal pembelajaran menunjukkan kondisi yang mengantuk. 

Saat siswa datang ke sekolah dengan kondisi tidak cukup tidur pada malam sebelumnya, seorang siswa mungkin tertidur di kelas alih-alih mengerjakan pekerjaan sekolah mereka. Dalam hal ini, siswa secara alami akan lebih memilih tidur dari pada pengetahuan.

Kasus lainnya yang mungkin sering terjadi dalam konteks sekolah adalah siswa yang di dalam keluarga belum mendapatkan kasih sayang dan penerimaan yang utuh dari orangtua. Pada saat di rumah kebutuhan akan kasih sayang dan penerimaan yang seharusnya ia dapatkan di dalam keluarga tidak terpenuhi, maka yang terjadi siswa tersebut akan berusaha mencari perhatian dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu di sekolah, dari tindakan yang positif maupun tindakan yang akhirnya mempengaruhi proses belajarnya. 

Siswa dalam kondisi seperti ini sering ditemukan kurang memiliki motivasi di dalam belajar. Hal ini disebabkan hasrat untuk mencintai dan memiliki menjadi salah satu pendorong siswa sehingga bisa berfokus dalam pembelajarn. Mungkin kondisi tersebut sering kali terabaikan, namun bagi seorang siswa hal tersebut sama pentingnya dengan kebutuhan fisiologis mereka. Penjabaran di sebelumnya menunjukan bahwa kebutuhan-kebutuhan siswa dapat memberikan pengaruhi terhadap kualitas siswa dalam mengikuti dan melakukan proses pembelajaran.

Pemahaman guru terhadap teori ini juga memberikan kapasitas bagi guru untuk membantu siswa dalam mengatasi kesulitan pendidikan siswa sendiri. Hal ini memungkinkan setiap siswa untuk menyadari potensi pendidikan yang mereka miliki. Pemahaman tersebut membuat guru dapat menyusun strategi dan melakukan pendekatan yang tepat. 

Selain itu, guru juga bisa memandang siswa sebagai pribadi yang berharga, dan melihat lebih jauh ke dalam diri siswa. Guru bisa melihat dari berbagai faktor, baik dari dalam diri siswa itu sendiri hingga pemenuhan kebutuhan yang mungkin belum dipenuhi oleh siswa.

References

Cherry, K. (2021, March 19). The 5 Levels of Maslow's Hierarchy of Needs.

Kline, T. (2021, August 5). Applying Maslow's Hierarchy of Needs In Our Classrooms. 

Kremer, W., & Hammond, C. (2013, September 1). Abraham Maslow and the pyramid that beguiled business. 

Kurt, D. (2021, January 30). Maslow's Hierarchy of Needs in Education: Applying Maslow's Hierarchy of Needs to Education. Education Library.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun