Jerome Bruner (1951-2016), salah satu tokoh yang memberikan pengaruh yang begitu besar bagi dunia pendidikan. Bruner memberikan banyak sekali pandangannya terkait pendidikan dan bagaimana seseorang anak belajar. Bruner merasa bahwa kurikulum dalam pendidikan seharusnya dapat mendorong pengembangan kemampuan pemecahan masalah melalui proses penyelidikan dan penemuan. Selain itu, kurikulum yang dikembangkan dapat memperkuat penguasaan bakat anak yang lebih kuat. Brunner juga beranggapan bahwa budaya harus membentuk ide-ide yang digunakan individu untuk mengatur persepsi mereka tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan lingkungan di mana mereka tinggal (Hurst & Levitas, 2021).
Sesama Bruner mengembangkan pemikirannya akan pendidikan. Brunner tertarik tentang bagaimana informasi diekspresikan dan diatur melalui berbagai cara berpikir. Dari hal tersebut, terbentuklah gagasan 3 jenis representasi tentang perkembangan kognitif seorang anak. Tahap pertama adalah enactive (0-1 tahun), di mana pengetahuan tersebut direpresentasikan melalui tindakan. Pengetahuan akan didasarkan pada tindakan fisik dan dengan melakukan tindakan tertentu, sehingga tidak terjadi karena representasi internal atau berpikir. Tahap kedua adalah iconic (1-6 tahun). Pada tingkatan ini, memerlukan representasi visual internal dari objek eksternal sebagai gambaran mental atau ikon. Pengetahuan itu juga akan didapatkan berdasarkan kondisi mental terhadap gambaran yang didapatkan dari panca indra yang ada. Tahapan terakhir adalah symbolic (> 7 tahun). Pada tingkatan ini, informasi akan disimpan sebagai kode atau simbol seperti bahasa. Kemudian, setiap simbol akan memiliki hubungan yang ditentukan dengan objek yang dilambangkan. Sebagai contoh, kata "kuda nil" merupakan representasi simbolis untuk satu golongan hewan. Dalam kondisi ini, Bruner menunjukkan bahwa seorang pelajar dari usia sangat muda sekalipun dapat mempelajari materi apa pun selama instruksi diatur dengan tepat.
Bruner melihat bahwa proses belajar yang dialami oleh seorang anak akan lebih efektif apabila mereka dapat membangun pengetahuan mereka sendiri serta mengatur dan mengkategorikan informasi yang dimiliki, dari pada informasi tersebut diberitahukan oleh guru. Pandangan ini dikenal dengan istilah discovery learning. Discovery Learning memberikan kesempatan bagi siswa untuk menghasilkan struktur pengetahuan yang abstrak (konsep, aturan, dan sebagainya) dengan menggunakan penalaran induktif mereka sendiri tentang konsep materi pembelajaran (Hanna, Cazenave, Ayalon, & Even, 2021). Konsep materi yang diberikan kepada siswa dapat berupa konsep umum, pertanyaan-pertanyaan yang mengasah dan mendorong siswa untuk mencari tahu dan berpikir lebih jauh akan konsep materi tersebut. Dalam pendekatan ini, bimbingan yang diberikan oleh guru dapat disesuaikan berdasarkan tingkatan kesulitan materi yang dipelajari oleh siswa, kompleksitasi pengetahuan (konsep maupun prosedur), dan juga motivasi siswa dalam belajar.
Guru dapat membimbing siswa dengan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa tanpa mengatur siswa dalam belajar. Selain itu, guru juga bisa memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan yang memotivasi siswa untuk mencari tahu dan mengolah setiap informasi yang dimiliki secara maksimal, dan mau menemukan informasi tersebut secara mandiri. Kondisi ini membuat guru perlu merancang pembelajaran dengan menggunakan model-model pembelajaran yang bisa mendorong siswa untuk mencari, menemukan, mengasah, dan menganalisis informasi-informasi yang ada menjadi suatu pengetahuan yang dipahami secara mandiri. Model-model pembelajaran yang bisa digunakan seperti penggunaan model problem-based learning, Inquary, experiment, dan masing banyak lagi model-model pembelajaran yang bisa digunakan sehingga mendorong siswa untuk mencari tahu.
Proses belajar dalam discovery learning ini membuat siswa mengalami sendiri secara langsung. Misalnya, saat di kelas 6 SD siswa mempelajari suatu konsep materi pertumbuhan dan perkembangan diri. Pada saat guru menggunakan discovery learning dalam mempelajari konsep materi tersebut. Pertama-tama guru akan memancing siswa untuk melihat ke dalam diri mereka. Guru dapat memberikan pertanyaan pancingan seperti "apakah pada saat bayi hingga saat ini kamu menggunakan pakaian yang sama?", "mengapa kamu saat ini tidak lagi menggunakan pakaian saat masih balita atau bayi?". Pertanyaan tersebut akan memancing siswa untuk melihat tentang diri mereka, dan mereka dapat menyadari bahwa mereka mengalami perubahan. Setelah itu, siswa bisa diajak untuk mengumpulkan foto diri semasa bayi hingga saat ini. Dari foto tersebut, siswa diajak untuk mengobservasi perubahan apa saja yang dapat teramati. Kemudian, informasi-informasi yang sudah didapatkan bisa dituliskan dalam tabel observasi. Setelah seluruh informasi sudah dikumpulkan kemudian akan dianalisis hingga memberikan suatu kesimpulan akhir. Siswa akhirnya bisa melihat bahwa mereka mengalami pertumbuhan secara fisik, maupun perkembangan kemampuan mereka. Kondisi belajar seperti ini membuat siswa belajar dari pengalaman mereka sendiri, dan bisa menyimpulkan konsep dari pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan bagi guru dalam penggunaan pendekatan ini adalah penting bagi guru untuk menetapkan tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Dikarenakan, pendekatan ini memerlukan waktu yang cukup lama hingga akhirnya tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai oleh siswa. Guru juga dapat mengkombinasikan bagaimana siswa menemukan konsep pembelajaran tersebut. Guru juga dapat menggunakan teman sejawat sehingga siswa satu sama lain dapat saling memberikan informasi yang berbeda, dan membantu siswa untuk bisa melihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Terakhir adalah walaupun pada pendekatan ini siswa diberikan kesempatan dan kebebasan untuk dapat mencari secara mandiri pengetahuannya. Namun, guru perlu melihat kembali kemampuan dan kapasitas siswa. Guru perlu memilah dengan bijaksana sejauh mana bimbingan dan instruksi itu diberikan. Guru tidak perlu menyamaratakan cara membimbing siswa dalam satu kelas, namun dapat melihat dari konteks masing-masing siswa itu sendiri.
References
Hanna, J. L., Cazenave, T., Ayalon, M., & Even, R. (2021, January). Discovery Learning Model. Encyclopedia of the Sciences of Learning, 1013-1013. doi:http://dx.doi.org/10.1007/978-1-4419-1428-6_3824
Hurst, M., & Levitas, J. (2021, September 23). Jerome Bruner's Theory of Development: Discovery Learning & Representation. Retrieved from Study.com: https://study.com/academy/lesson/jerome-bruners-theory-of-development-discovery-learning-representation.html
McLeod, D. (2019, July 11). Bruner - Learning Theory in Education. Retrieved November 3, 2021, from SimplyPschology: https://www.simplypsychology.org/bruner.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H