Mohon tunggu...
Patricia Daniela
Patricia Daniela Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Seorang guru SD kelas 6

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Teori Kognitivisme dalam Proses Belajar

21 September 2021   22:43 Diperbarui: 21 September 2021   23:16 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan dalam dunia pendidikan tidak dapat terlepas dari berbagai teori yang melihat dan mengupas arti yang sesungguhnya dari proses belajar seseorang. 

Pada pertengahan abad ke-20, terjadi pergeseran pandangan atau pemikiran mengenai proses belajar seseorang. Jean Piaget (1896-1980) muncul dengan pemikirannya yang mengubah pandangan dunia akan proses belajar tersebut. Jean Piaget merupakan seorang peneliti di bidang psikologi perkembangan.

Pemikiran yang dimilikinnya bertentangan dengan pandangan yang berkembang pada saat itu mengenai perilaku seseorang timbul karena stimulus yang diberikan. 

Dalam pandangannya, Piaget percaya bahwa setiap anak memiliki peran yang aktif dalam proses belajar. Saat anak-anak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, anak-anak mendapatkan pengetahuan yang baru, mereka juga membangun pengetahuan tersebut dan mengadaptasikan ide-ide tersebut sehingga menjadi pengetahuan yang baru bagi mereka (Cherry, 2020). Piaget menyimpulkan bahwa kecerdasan adalah suatu yang bertumbuh dan berkembang melalui serangkaian tahapan. Dari pemikirannya inilah akhirnya Piaget mengidentifikasi terdapat 4 tahapan dalam perkembangan kognitif anak.

Pertama tahapan sensorimotor yang terjadi pada anak usia 0-2 tahun. Dalam tahapan ini kecerdasan anak terlihat melalui aktivitas motorik. Anak-anak membangun pengetahuannya dari interaksi dan pengalaman fisik yang dialami sehingga menjadi suatu pengetahuan yang baru. Tahap kedua adalah tahap pra-operasional yang terjadi pada anak usia 2-7 tahun. 

Pada tahapan ini, anak menunjukkan kecerdasannya menggunakan simbol, bahasa, memori, dan imajinasi. Biasanya, anak-anak dalam tahapan ini memiliki daya imajinasi yang tinggi dan lebih egosentris. Tahap ketiga adalah tahap operasional konkret, terjadi di usia 7-11 tahun. 

Pada tahapan ini, anak-anak sudah mulai dapat berpikir secara sistematis jika dihadapkan dengan objek konkrit. Di mana, anak-anak sedikit demi sedikit dapat mengembangkan pemikirannya dengan lebih logis. Tahapan terakhir adalah tahap operasional formal yang terjadi di usia lebih dari 12 tahun. Pada tahapan ini anak-anak sudah memiliki pemikiran yang lebih abstrak. Selain itu, mereka sudah dapat melihat secara kritis permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekitar mereka.

Pemikiran Piaget ini memberikan bantuan yang besar bagi para guru dalam memandang dan melihat para siswa-siswinya di dalam kelas. Proses belajar-mengajar yang tersusun menjadi suatu proses belajar yang mengalir dan saling berkaitan aantara satu jenjang dengan jenjang lainnya. 

Sangat penting sekali mengetahui kapasitas perkembangan kognitif yang dimiliki oleh siswa sehingga sebagai seorang guru, kita dapat merancang dan menyusun suatu pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, konteks, dan pola perkembangannya. Akhirnya, proses belajar yang dirancang dapat menjadi lebih bermakna bagi para siswa.

Pola pemikiran ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan bagi guru dalam merancang pembelajarannya. Kasus sederhananya saja, saat mengajar anak-anak yang berada pada usia 7-12 tahun. Sebagai guru, kita dapat memfasilitasi proses belajar yang dapat mengembangkan pola pemikiran logis dari hal-hal konkrit yang terjadi di sekitar mereka. 

Misalnya, mempelajari mengenai suatu disiplin ilmu, penting sekali memberikan contoh-contoh yang konkrit yang relevan dalam kehidupan siswa namun tetap mendorong siswa agar dapat berpikir secara logis. 

Saat anak-anak belajar mengenai topik perkalian dan pembagian. Konsep perkalian dan pembagian tersebut dapat diajarkan dengan menggunakan media pembelajaran konkrit. Di mana, anak-anak belajar menggunakan benda nyata yang dapat membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. 

Benda-benda nyata yang digunakan dapat menggunakan benda-benda yang ada disekitar mereka. Pada saat anak-anak sudah mendapatkan gambaran dan bayangan akan konsep perkalian dan penjumlahan tersebut. 

Anak-anak bisa ditantang dan didorong untuk masuk ke penggunaan simbol-simbol yang sedikit lebih abstrak. Penggunaan gambar dalam menggambarkan bentuk permasalahan matematika juga dapat membantu anak-anak dalam tahapan ini.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan perlu diingat oleh guru di dalam kelas adalah proses perkembangan masing-masing siswa berbeda satu sama lainnya. 

Pemikiran ini tidak menjadi satu-satunya landangan yang digunakan dalam menilai dan melihat perkembangan para siswa di dalam kelas. Guru perlu juga belajar melihat dalam konteks yang lebih luas, bahwa perkembangan siswa juga akan dipengaruhi oleh lingkungan siswa tersebut tumbuh dan berkembang. 

Sehingga saat realita di lapangan guru mendapat bahwa terdapat siswa yang terlihat lebih "lambat" dibandingkan dengan teman lainnya. Bukan berarti guru dapat langsung mengkategorikan bahwa siswa tersebut "bermasalah" atau mengalami "keterlambatan". Guru perlu lebih jeli dan dapat melihat hal-hal eksternal yang terjadi sehingga akan mempengaruhi proses perkembangan siswa. 

Dengan demikian, guru dapat memikirkan metode-metode apa saja yang sesuai sehingga dapat membantu siswa tersebut memenuhi tahapan perkembangannya. Hal sederhana yang dapat dilakukan, pada saat siswa seharusnya sudah dapat berpikir secara abstrak namun ternyata tidak, maka guru dapat memfasilitasi siswa tersebut sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai kebutuhan perkembangan kognitifnya.

Misalnya, dengan kembali menggunakan benda-benda yang konkrit, menggunakan contoh-contoh yang lebih relevan dengan kehidupannya, bahwa memberikan pertanyaan-pertanyaan panduan dan pancingan sehingga proses berpikir siswa dapat tetap terasah dan terarah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan sekaligus juga memenuhi tahapan perkembangan berpikirnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun