Mohon tunggu...
Patricia Angelina Putri
Patricia Angelina Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya tertarik pada isu kesehatan, lingkungan, serta sosial.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Merusak Bumi untuk Fashion, Apakah Worth It?

16 Juni 2024   19:55 Diperbarui: 16 Juni 2024   20:00 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Industri fashion menjadi industri yang berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Manusia berbondong-bondong untuk membeli model fashion yang sedang trendi dengan harga yang murah dan proses yang cepat. Namun, apakah terbayangkan jika hal tersebut dapat merusak bumi tempat kita tinggal?

Fenomena kerusakan alam yang terjadi saat ini, banyak mendapat campur tangan dari industri fashion dengan pergerakannya yang sangat cepat dalam memproduksi model  pakaian yang sedang trendi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Sikap konsumen yang konsumtif dan memandang pakaian sebagai nilai estetika dan simbol sosial tersebut mendorong industri fashion memproduksi pakaian model trendi dengan harga yang murah, proses pembuatan cepat namun dengan kualitas yang rendah.

Kejadian diatas merupakan bagian dari industri fast fashion, dilansir dari goodonyou.eco, fast fashion merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan pakaian murah dan trendi yang diproduksi dengan cepat. 

Kiblat dari fast fashion biasanya adalah cara berpakaian seorang selebriti atau tokoh terkenal lain dengan selera fashion yang bagus, sehingga konsumen akan tertarik membeli pakaian dengan model yang sama. Saat model tersebut sudah dianggap ketinggalan zaman, konsumen cenderung membuang pakaian tersebut. Siklus ini terus berulang hingga membawa banyak kerugian.

Dilansir dari borgenmagazine.com Indonesia termasuk kedalam jajaran negara dengan produksi tekstil terbesar, hal ini menarik brand fast fashion untuk memproduksi produk di negara tersebut, selain itu, peraturan lingkungan yang lembek membuat mereka bebas memproduksi secara massal tanpa terhambat oleh hukum. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan YouGov yang menyatakan bahwa 41% milenial Indonesia menjadi konsumen produk fast fashion terbesar.

Menurut data SIPSN KLHK (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, Kementriaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan) pada 2021, Indonesia tercatat menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil, yang setara dengan 12% dari sampah di Indonesia. 

Angka tersebut bukan lagi hal sepele, angka tersebut cukup mengkhawatirkan, ditambah lagi bahwa sejumlah 0 ton dari sampah tersebut berhasil didaur ulang. Selain itu, YouGov mencatat bahwa 66% masyarakat dewasa di Indonesia membuang sedikitnya satu pakaian dan 25% membuang 25% dari pakaian mereka dalam rentang waktu satu tahun.

Dari data-data temuan tersebut, terlihat bahwa industri fashion memiliki campur tangan besar atas terjadinya kerusakan lingkungan, berikut adalah kerusakan lingkungan yang timbul akibat campur tangan  industri fashion

Parahnya polusi udara

Dilansir dari borgenmagazine.com bahwa fast fashion menyumbang sekitar 10% emisi karbon dan menyumbang polusi terbesar kedua setelah industri minyak. Polusil tersebut merupakan hasil dari pakaian-pakaian yang dibuang oleh konsumen yang terus terjadi setiap tahunnya yang menyebabkan pakaian dan bahan kimia menumpuk di tempat pembuangan, penumpukan limbah dan belum lagi proses produksi serta distribusi yang juga menghasilkan limbah yang tidak sedikit. Emisi karbon dan polusi yang dihasilkan selain berdampak pada pencemaran lingkungan juga dapat mengancam kesehatan.

Pencemaran air 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun