Mohon tunggu...
Simon Morin
Simon Morin Mohon Tunggu... Freelancer - Politisi Indonesia dari Papua

Mantan Anggota DPR-RI (1992 - 2009) Mantan Anggota DPRD Province Irian Jaya (1982 - 1992) Mantan Pegawai negeri sipil daerah Irian jaya (1974 - 2004)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dibutuhkan Keputusan Presiden Jokowi untuk Akhiri Krisis Kemanusiaan di Nduga Papua

24 Agustus 2019   17:29 Diperbarui: 24 Agustus 2019   17:34 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Operasi gabungan TNI/POLRI di Kabupaten Nduga untuk menumpas Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang  menewaskan 21 pekerja PT Istaka 2 Desember 2018   sudah berlangsung hampir sembilan bulan. 

Ternyata, kendala yang dihadapi adalah mencari dan menumpas kelompok tersebut di antara rakyat Nduga yang secara etnik memiliki hubungan kekeluargaan dengan para KKB itu. Operasi tersebut juga berlangsung di tengah kondisi topografi dan geografi yang berat atau meminjam istilah Robert D.Kaplan, menghadapi apa yang disebut "revenge of geography." 

Berlarutnya operasi tersebut telah menimbulkan krisis kemanusiaan di Nduga. Penggiat HAM memperkirakan lebih dari 40 sampai 50.000 ribu rakyat Nduga mengungsi atau bersembunyi di hutan-hutan tanpa perlindungan di tengah alam Nduga yang keras dan dingin. Mereka sedang terancam kelaparan, penyakit dan kematian secara pelan-pelan. 

Mereka terpaksa mengungsi karena pengalaman traumatis sebelumnya dengan kehadiran aparat keamanan di kampung halaman mereka. Aparat yang kurang dibekali pemahaman budaya, adat istiadat apalagi bahasa akan sulit membangun komunikasi dengan penduduk setempat. 

Hal yang mungkin terjadi adalah sikap saling mencurigai. Aparat akan cenderung mencurigai penduduk di kampung-kampung itu sebagai keluarga atau simpatisan KKB dan untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan KKB akan cenderung melakukan intimidasi dan kekerasan fisik terhadap rakyat.

*****
Kenyataan yang terjadi setelah operasi sembilan bulan ini memberi indikasi telah terjadi kekerasan. Penggiat HAM dan gereja telah melaporkan terjadinya kekerasan oleh aparat yang menyebabkan korban jiwa meninggal dikalangan penduduk, termasuk yang meninggal di tempat pengungsian. 

Menurut News Portal Jubi 1 Agustus 2019, yang mengutip data yang dihimpun oleh Gereja Kingmi dan dilaporkan penggiat HAM, tercatat jumlah korban meninggal di kalangan rakyat Nduga telah mencapai 182 orang, terdiri dari 21 orang perempuan dewasa, 69 orang laki-laki dewasa, 21 orang anak perempuan, 20 orang anak laki-laki, 20 orang anak balita perempuan, 14 orang anak balita laki-laki, 8 orang bayi laki-laki dan 17 orang bayi perempuan. 

Kemungkinan jumlah korban akan terus bertambah namun karena wilayah itu diisolasi dan dibatasi akses oleh pihak aparat bagi pihak-pihak yang perduli kemanusiaan menyebabkan informasi tentang rakyat yang menjadi korban sulit diperoleh.

*****

Para pemimpin kita perlu memahami posisi dan sudut pandang rakyat Nduga yang menjadi korban dalam konflik tersebut. Aspirasi mereka untuk menarik tentara dan polisi perlu dipertimbangkan jalan keluarnya agar rakyat Nduga segera terbebas dari krisis dan kembali menjalani kehidupan normal di kampung masing-masing. 

Di sana ada rumah, makanan dan gereja sebagai tempat perlindungan yang aman dan nyaman. Penolakan mereka terhadap kehadiran aparat didasarkan kepada pengalaman sebelumnya, ketika operasi militer  Mapnduma tahun 1996 dilansir. 

Pengalaman pahit tersebut membuat rakyat Nduga cenderung menganggap apparat yang hadir tiba-tiba di kampung mereka sebagai "musuh" yang datang lagi untuk menyusahkan mereka. Tindakan kekerasan yang kini terulang lagi telah memaksa rakyat Nduga mengungsi meninggalkan kampung halamannya yang nyaman meskipun dengan risiko sakit, lapar dan mati di hutan-hutan dan tempat pengungsian. 

Di beberapa kabupaten yang dituju pengungsi tidak disediakan tempat penampungan khusus dan hanya bersandar kepada dukungan keluarga mereka yang barang tentu masih hidup dalam kekurangan. 

Kita menghargai bahwa pemerintah telah turun tangan membantu pengungsi, namun akan lebih baik lagi bila ada Keputusan Politik Presiden untuk menciptakan kondisi yang kondusif agar rakyat Nduga dapat kembali ke kampung halamannya dan  membangun kembali kehidupannya yang sudah dihancurkan.

*****
Keputusan Politik bapak Presiden Jokowi sebagai Panglima Tertinggi diperlukan untuk segera mengakhiri krisis kemanusiaan di Nduga agar tidak jatuh lagi korban dengan sia-sia. Jangan sampai kemarahan kita salah sasaran ke rakyat Nduga karena belum berhasil menumpas KKB yang menjadi musuh utama kita. Mungkinkah 182 orang Nduga yang sudah meninggal bisa kita terima sebagai tebusan atas dosa saudara-saudaranya yang kita sebut KKB dan sekaligus mengobati rasa sakit para pemimpin kita atas insiden 2 Desember 2018? 

Marilah kita renungkan hal ini sambil meminta petunjuk kepada Tuhan agar para pemimpin bangsa diberi hikmat untuk memahami persoalan bangsanya dengan hati nurani dan pikiran terbuka. Pertanyaan berikut yang pasti mengganggu pikiran para pemimpin kita adalah: 

Seandainya ada Keputusan Politik Presiden untuk mengakhiri operasi TNI/POLRI di Nduga sementara kelompok KKB belum dimusnahkan seluruhnya akankah mengganggu kehormatan kita sebagai bangsa besar sementara musuh yang kita perangi bukanlah tentara asing yang datang menyerbu negeri kita? Jawaban atas pertanyaan ini pun dikembalikan kepada kebesaran jiwa dan hati nurani para pemimpin untuk mempertimbangkannya. 

Namun, menurut pikiran sederhana penulis, bila kita ingin memenangkan perang, maka hati mayoritas rakyat Nduga-lah yang harus kita menangkan. Aparat kita akan terus ditantang untuk membuktikan dengan kata dan perbuatan bahwa kehadirannya lebih banyak membawa kebaikan bagi rakyat dibandingkan dengan kehadiran KKB. 

Apabila operasi pengamanan yang ber-aroma kekerasan di Nduga ini terus kita pertahankan maka hasil akhirnya adalah menambah rasa sakit hati dan ketidakpercayaan rakyat Papua terhadap semua niat baik pemerintah yang terus menerus diupayakan Presiden kita, Bapak Joko Widodo.

*****
Semoga tulisan kecil ini menggugah hati nurani Bapak Presiden dan para pembantunya untuk segera bertindak membuat Kepusan Politik demi mengakhiri krisis kemanusiaan di Nduga. "Berbahagialah orang yang membawa damai karena mereka akan disebut anak-anak Allah."

Jakarta, 24 Agustus 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun